Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Firmino Remukkan Parkir Bus Mourinho

18 Desember 2020   18:40 Diperbarui: 19 Desember 2020   17:10 2202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roberto (pikiran-rakyat.com)

Pekan ke-13 EPL kemarin menjadi anti klimaks bagi parkir bus Mourinho. Betapa tidak, setelah sepanjang 89 menit sebelumnya berhasil menahan keganasan Liverpool, pertahanan Tottenham Hotspur akhirnya jebol juga di ujung laga lewat sundulan cantik Roberto "Bobby" Firmino. Liverpool 2, Tottenham Hotspur 1.

Sebenarnya ketika bersua Crystal Palace di laga pekan ke-12 EPL sebelumnya, parkir bus Mourinho ini pun nyaris berantakan. 

Gol Harry Kane di menit ke-23 awalnya membuat Mourinho nyaman memarkir busnya. Apalagi beberapa hari kemudian Spurs harus bertandang ke markas Liverpool untuk laga pekan ke-13. Jadi Spurs memang harus menghemat tenaga.

Namun untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Pemain-pemain Crystal Palace terus maju tak gentar menghajar parkir bus Mourinho. Menit ke-81 gawang Spurs akhirnya dibobol Jeffery Schlupp. Crystal Palace 1, Tottenham Hotspur 1.

Tadinya penulis sudah membuat tulisan mengenai revolusi Mourinho sejak ia menukangi Spurs setahun lalu. Mou seperti lahir baru lagi bersama Spurs yang punya pakem attacking football itu. Untunglah tulisan itu lupa diposting sehingga penulis tidak perlu tersipu malu.

Mourinho itu ibarat garam yang selalu memberi rasa kepada klub yang dilatihnya. Namun ketika ia melatih Spurs, Mou seolah tenggelam dengan gaya permainan Spurs warisan Pochettino itu. Akan tetapi itu cuma "intro" saja rupanya.

"Ikan hiu makan kepiting, without you I'm nothing." 

Rupanya Mou tetaplah seorang Mou yang tidak bisa hidup tanpa gaya parkir bus yang sudah menjadi trademark-nya itu. Porto, Chelsea, Inter Milan, Real Madrid, dan Manchester United kemudian menjadi klub rasa kari eh rasa Mourinho ketika ia melatih klub tersebut. 

Tottenham Hotspur sepertinya akan menjadi klub rasa Mourinho pula.

Setelah setahun bersama Spurs, Mou kemudian berbicara kepada pemain. Selama ini mereka telah memainkan gaya sepak bola menyerang yang enak ditonton, tetapi nihil gelar. Apakah akan begini terus? Mou kemudian menawarkan gaya pragmatisme yang pernah sukses diterapkannya di Porto, Chelsea dan Inter Milan. 

Gaya itu memang tidak berhasil di MU karena para pemain (terutama Pogba) tidak mendukung Mou. Kini terpulang kepada Harry Kane cs apakah mendukung Mou atau tidak.

Ini situasi dilematis bagi Kane. Sebagai stiker top dunia tentunya ia bebas memilih klub mana yang ia mau, seperti yang dulu dilakukan Berbatov, Modric, dan Bale. Akan tetapi ia tidak enak hati meninggalkan Spurs. 

Tampaknya Kane tidak terlalu mengejar popularitas dan gaji tinggi. Namun ia merindukan tropi yang belum pernah didapatkannya selama ini. Di sisi lain, dengan gaya defensif Mou, pastinya Kane akan kekurangan pasokan bola. Otomatis keran golnya akan seret juga. Namun kali ini Kane percaya kepada Mou.

Jadi ada tiga PR besar bagi Mourinho. Pertama, membuat pertahanan Spurs menjadi kuat. Mou kemudian menduetkan Toby dengan Dyer yang tadinya seorang gelandang. Entah bagaimana caranya duet ini sangat solid, membuat Spurs menjadi klub yang paling sedikit kebobolan di EPL.

Kedua, lini tengah harus bisa menjadi filter pertama untuk menahan serangan lawan. Gelandang serang Spurs kemudian menjadi korban. Mou kemudian menduetkan Hojbjerg dengan Sissoko menjadi dobel pivot tangguh untuk memutus serangan lawan.

Untuk lini belakang dan tengah, Spurs memang mencatat kemajuan besar. Lalu bagaimana dengan lini depan? Mou memang sangat beruntung memiliki Son dan Harry Kane.

Kane bukan saja seorang striker paling lengkap sejagad, tapi dia juga punya kerendahan hati yang luar biasa. Sejak era new-normal dimulai, Kane kemudian bermetamorfosis menjadi seorang pemain bernomor 9,5! Buset! Bukankah pilihannya nomor sembilan murni atau sepuluh saja?

Nah disinilah menariknya. Kane sepertinya berperan menjadi pemain false-nine, mirip seperti peran Firmino di Liverpool. Bahasa kerennya, "deep-lying forward," Akan tetapi sejatinya Kane tetaplah seorang pemain bernomer sembilan murni, beda dengan Firmino. 

Torehan gol dan assist Kane juga sangat jauh dari Firmino. Hingga pekan ke-12, Kane sudah mencetak 9 gol dan 10 assist. Sedangkan Firmino baru mencetak 2 gol dan 2 asis. Nah, fleksibilitas dari Kane inilah yang kemudian membuat Mou blingsatan untuk kembali memainkan gaya parkir bus andalannya itu.

Awal musim Spurs masih bermain agresif, membuat mereka menjadi tim tersubur di EPL. Namun semuanya berubah ketika memasuki pekan ke-9 kala Spurs bersua Manchester City yang sedang terluka. Bermain terbuka, Spurs bisa saja dihajar City dengan skor telak, tapi bisa juga sebaliknya.

Namun Mou punya rencana lain, dan inilah saat yang tepat untuk menguji "parkir bus ala Spus!" Bermain menyerang dengan penguasaan bola hingga 67%, City justru tersungkur 2-0. 

City melepaskan 22 tembakan tapi nihil gol. Sebaliknya Spurs hanya melepaskan 4 tembakan, 2 tepat sasaran dan keduanya menghasilkan gol! Onde mande...

Bandingkan ketika Spurs menghajar MU di Old Trafford dengan skor 6-1. Mou sangat senang, tapi terasa wajar mengingat Spurs melepaskan 22 tembakan, 8 tepat sasaran dengan penguasaan bola hingga 62%! 

Sebaliknya MU hanya mampu melepaskan 5 tendangan, 2 tepat sasaran dan sebiji gol. Tim agresif menang, itu memang wajar. Spurs memang menang telak, tapi gak asik. Itu karena Spurs masih rasa Pochettino...

Kini Mou menawarkan Spurs rasa Mourinho, yaitu membiarkan lawan menyerang terus dengan penguasaan bola dominan, tapi berujung kekalahan bagi lawan itu sendiri.

Kala Spurs membantai MU, Mourinho memang sengaja menahan emosinya sebagai bentuk empati kepada MU. Itu karena Spurs memang jauh lebih dominan dari MU.

Namun kala Spurs menghajar City, Mou tidak mau menahan emosinya. Rasanya nikmat betul menyiksa lawan yang agresif dengan skema parkir bus, lalu disudahi dengan dua buah serangan balik yang menyengat! Entah apa yang dirasakan Pep ketika melihat statistik pertandingan!

Hal itu juga dilakukan Spurs kala menahan Chelsea dan kemudian menghajar Arsenal. Pada laga Derby London lawan Arsenal, sebuah gol cantik dari Son membuat Mou tak dapat menahan emosinya. Mou kemudian berdiri mematung sambil merentangkan kedua tangannya menghadap ke tribun. 

Gaya Mou ini mirip dengan gaya HRS maupun patung Kristus Penebus di Rio de Janeiro. Entah apa yang dipikiran Arteta ketika melihat gaya narsis bin tengil dari mantan the special one itu. Tapi yang pasti, kemenangan atas Arsenal itu semakin memantapkan posisi Spurs di puncak klasemen Liga Inggris.

Jose Mourinho, sumber : https://asset.kompas.com/crops/kzLAIAr7XcbtWJWqqIpfctl67eE=/0x141:1020x821/750x500/data/photo/2020/07/19/5f141b2e4895f.jpg
Jose Mourinho, sumber : https://asset.kompas.com/crops/kzLAIAr7XcbtWJWqqIpfctl67eE=/0x141:1020x821/750x500/data/photo/2020/07/19/5f141b2e4895f.jpg
Berkunjung ke Anfield Stadium pada Kamis dini hari kemarin, Mou optimis akan dapat membekuk Liverpool lewat strategi parkir bus favoritnya itu. Mou sudah sering bertemu dengan Liverpool dan paham betul cara bermain Liverpool. 

Kali ini Mou optimis karena ia punya kartu As dalam sosok Kane dan Son. Mou punya duet Hojbjerg dengan Sissoko yang sangat solid di tengah. Duet bek tengah Dyer dan Toby Alderweireld juga masih yang terbaik di EPL.

Akan tetapi lain padang lain pula belalangnya. Lain rendang lain pula pedasnya. Walaupun sama-sama merah, akan tetapi Liverpool bukanlah Manchester United. 

Kali ini giliran Mou yang "direndang" Klopp! Dengan penguasaan bola hingga 76%, Liverpool melepaskan 17 tendangan dengan 11 tepat sasaran, berbuah dua gol. Sebaliknya Spurs hanya mampu melepaskan 8 tendangan dengan 2 tepat sasaran, berbuah sebiji gol.

Anggaplah kemampuan Becker dan Lloris itu setara. Kemampuan duet Son-Kane dan trio Firmansa itu juga setara. Dengan melihat statistik tendangan tepat sasaran dari kedua tim ini (11 vs 2) sebenarnya Mourinho berjudi memainkan parkir bus karena ia cuma menunda kekalahan saja.

Padahal Liverpool tampil "seadanya saja." Firmino dan Mane sudah lama pacelik gol. Arnold dan Robertson belum kembali ke performa terbaiknya setelah sembuh dari cedera. Liverpool juga tampil tanpa bek tengah andalannya.

Absennya Van Dijk, Gomez dan Matip yang cedera memaksa klop harus memasang Williams dan Fabinho sebagai bek tengah. Padahal Williams belum berpengalaman, sedangkan Fabinho adalah seorang gelandang. 

Absennya Thiago dan Milner plus Chamberlain serta Keyta yang kurang fit, membuat Klopp memasang pemain muda, Curtin Jones di lini tengah.

Dominasi Liverpool itu bukanlah karena kehebatan Liverpool semata, tetapi karena Spurs memang sengaja membiarkannya, sebagai bagian dari strategi Mourinho untuk menguras stamina pemain Liverpool sembari menunggu mereka berbuat kesalahan. 

Sampai 89 menit pertandingan, rencana Mou itu memang sukses. Namun sundulan Firmino semenit kemudian membuyarkan segalanya.

Roberto (pikiran-rakyat.com)
Roberto (pikiran-rakyat.com)
Terlepas dari hasil pertandingan, sejak awal Mourinho memang sudah kalah karena melakukan kesalahan dalam menerapkan strategi pertandingan. Seharusnya Mou berkaca pada dua laga pekan ke-12, yaitu kala Spurs berhadapan dengan Crystal palace dan Liverpool dengan Fulham.

Berhadapan dengan Crystal Palace, Spurs awalnya mendominasi pertandingan. Setelah mencetak gol lewat kane, Spurs kemudian bertahan dengan garis pertahanan rendah. Soalnya bagi Mou menang dengan selisih satu gol atau lima gol sama saja, yang penting menang!

Di babak kedua Crystal Palace terus menggempur parkir bus Spurs yang akhirnya jebol juga di menit ke-81. Kalau Crystal Palace bisa menjebol gawang Lloris, kenapa trio Firmansa Liverpool tidak? Sebab penyerang Liverpool jelas lebih tajam dari penyerang Crystal Palace.

Dalam pertandingan Fulham vs Liverpool yang berlangsung di Craven cottage, Fulham langsung mendominasi pertandingan sejak awal membuat pertahanan Liverpool kocar-kacir. Menit ke-25 gawang Alisson Becker akhirnya jebol juga. Kalau Fulham bisa menjebol gawang Alisson, kenapa duo Kane-Son tidak?

Artinya kalau Morinho sejak awal pertandingan sudah langsung menekan Liverpool maka hasilnya pasti akan berbeda pula. Mari kita lihat susunan pemain Spurs. 

Biasanya di posisi bek kiri ada Sergio Reguilon yang kuat membantu penyerangan dengan umpan-umpan matangnya. Tapi kali ini Mou lebih memilih Ben Davies yang lebih kuat bertahan. Biasanya Mou memakai skema 4-2-3-1. Tapi kali ini memakai skema 4-4-2, dimana Bergwijn dan Lo Celso turun ke tengah.

Tadinya penulis berharap Mou memainkan Reguilon, Dyer, Toby dan Aurier di belakang. Duet Hojbjerg dan Celso sebagai jangkar. Trio Son, Bale/Dele, Moura plus Kane di depan dalam skema 4-2-3-1.

Dengan begini, garis pertahanan bisa dijaga tetap tinggi dan lini tengah bisa dikuasai. Duet Hojbjerg dan Celso jago memutus bola lawan, sedangkan trio gelandang serang Spurs cakap mengontrol bola.

Pastinya trio Jones, Wijnaldum dan Hendo akan kerepotan menjaga lini tengah Liverpool. Mane dan Firmino otomatis akan turun membantu lini tengah. sayang skema ini tidak kesampaian...

Garis pertahanan Spurs yang terlalu rendah membuat duo Kane-Son akhirnya terisolasi di depan tanpa suplay bola. Kalau sejak menit pertama saja skema permainan Spurs sudah begini, lantas apa yang mau diharapkan Mou untuk merebut tiga angka di Anfield? Dengan hanya dua tembakan tepat sasaran (satu berbuah gol) saja, bagaimana mungkin bisa menang dari Liverpool?

Masalahnya Son dan Kane praktis tidak mendapat suplay bola. Kalau tidak ada bola pasti tidak ada juga tembakan. Tanpa tembakan mana mungkin gawang lawan bisa bobol, kecuali kalau kipernya itu berbuat asusila dengan membuat gol bunuh diri!

Kali ini taktik Mourinho berantakan. Kalau bukan Hugo Lloris kipernya, mungkin gawang Spurs bisa kebobolan sampai empat kali! 

Terlepas dari apapun itu Mourinho tetaplah Mourinho yang selalu memberi rasa di setiap klub yang dilatihnya. Tottenham Hotspur pastinya bukan Porto, Chelsea atau Inter Milan.

Chelsea adalah klub terbaik Mourinho karena di situ ada Drogba, Lampard, Makalele/Essien, John Terry, Ricardo Carvalho dan Petr Cech yang membuat Mou bisa memainkan banyak strategi karena didukung oleh pemain-pemain kelas dunia.

Ibarat makanan, Spurs adalah spaghetti. Tugas Mou tadinya adalah meramu saus yang enak supaya rasa spaghettinya menjadi maknyus binti makjleb. Mou kemudian datang membawa konsep baru. Saus tomat dengan daging sapi cincang itu kemudian diganti dengan kuah kare kambing. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun