Untung tak dapat diraih Malang adanya di jawa Timur. MU datang bertandang ke Redbull Arena Stadium, Leipzig dengan kepercayaan diri tinggi. Namun mereka harus menanggung malu setelah dipermak Leipzing dengan skor 3-2. Bahkan Leipzig sempat unggul tiga gol! Sakitnya tuh di sini.
Awalnya MU memulai dua laga penyisihan Grup H Liga Champion dengan hasil cetar. PSG dipatuk di Paris dan Leipzing digulung lima gol tanpa balas di Old Trafford. "Gini doang grup neraka?"
Petaka kemudian datang menimpa MU ketika mereka bertandang ke Stadion Fatih Terim, markas klub Istanbul BB. Pada laga ketiga LC tersebut, tim lemah ini kemudian mematuk MU dengan skor tipis 2-1. Sebuah gol dari Martial tidak cukup menutup defisit gol yang sebelumnya dicetak oleh Demba Ba dan Edin Visca. Kemenangan itu terasa spesial karena itu menjadi satu-satunya kemenangan Istanbul BB di penyisihan grup H.
MU sempat bangkit ketika balik menghajar Istanbul BB 4-1 di Old Trafford pada laga keempat. Asa kembali membubung tinggi. Di paris saja PSG dipatuk 2-1, apalagi di Old Trafford?
"Hati manusia merancang jalannya, tetapi ALLAH sajalah yang menentukan langkahnya." Dua buah gol dari Neymar plus sebuah dari Correa akhirnya mengandaskan MU di kandangnya sendiri. Sebuah gol dari Rashford di babak pertama, ditutup dengan tiga gol cantik PSG di babak kedua!
Tapi MU masih punya kesempatan lagi. Sebelumnya Leipzig dihajar lima gol tanpa balas. Kini MU yang bertandang ke Leizig, dan cukup mengejar hasil seri saja. 0-0 boleh, 1-1 boleh juga, yang penting hasilnya seri.
Statistik pertandingan juga memihak kepada MU. Mereka dikenal jago tandang. United menang di kandang PSG dan selalu menang pada sembilan laga tandang terakhir di liga primer.
Namun kali ini MU kena batunya. Leipzig adalah tim jago kandang. Pada musim 2020/2021 ini, Leipzig selalu menang di kadang. MU menjadi tim ke-8 yang pulang dari Red Bull Arena dengan wajah duka!
MU sebenarnya juga adalah tim spesialis "comeback" yang sering memenangi pertandingan setelah sebelumnya tertinggal lebih dahulu. Jadi kata kuncinya adalah "comeback." MU ini lambat panas, jadi mereka butuh stimulan, perangsang atau apapun namanya agar mereka bisa langsung tancap gas sejak awal pertandingan.Â
Ini memang khas penyakit lama MU sejak David Beckham dilempar sepatu oleh mbah kakung Fergie. Dulu Fergie punya "Viagra" bernama "Hairdryer" yang terbukti manjur untuk meningkatkan performa pemain di babak kedua. Â
Bagi penulis, "comeback with hairdryer" terbaik MU adalah pada pertandingan MU-West Ham musim 2010/2011. Ketika itu Chelsea menguntit rapat MU di klasemen. Babak pertama MU ketinggalan dua gol dari West Ham yang sedang berjuang mati-matian agar lolos dari degradasi.
Berkat hairdryer Fergie, MU di babak kedua mencetak empat gol lewat hattrick Rooney dan sebuah gol Chicarito. Berkat kemenangan itu, MU berhasil menjauhi Chelsea dan kemudian meraih gelar ke-19 Liga Inggris. Malangnya, West Ham kemudian terkena azab degradasi.
Di Liga Champion sendiri, comeback terbaik MU adalah pada pertandingan final MU-Bayern Munich tahun 1999. Hingga menit ke-90, MU tertinggal 1-0 dari Munich. Para pemain Munich pun sudah siap-siap untuk merayakan kemenangan.
Tiada dinyana tiada diduga, sebuah tendangan dari Gigs diteruskan pemain pengganti, Teddy Sheringham ke sudut gawang Oliver Kahn, gol! MU 1 Munich 1.
Dua menit kemudian, bola dari tendangan sudut disundul Sheringham ke tiang jauh. Disana ada pemain pengganti lainnya, Sjolksjaer yang kemudian meneruskan bola itu ke tiang atas kiri gawang Oliver Kahn, gol! MU dua Munich satu. MU bersuka, Munich menangis tersedu-sedu!
Pelatih MU sekarang adalah saksi hidup dari kedua peristiwa penting di atas. Sjolksjaer seharusnya tahu kalau kunci keberhasilan MU selama ini adalah "Hairdryer" dan "pemain pengganti" (pemilihan strategi pemain)
Itulah sebabnya MU selalu memiliki kedalaman skuat terbaik di EPL dan juga memiliki beberapa pemain versatile yang bisa bermain baik dalam beberapa posisi. Dengan demikian Fergie bisa meramu strategi yang tepat sesuai dengan situasi yang berkembang di lapangan.
Bersama Mourinho, Fergie adalah salah satu dari sedikit pelatih di EPL yang sangat teknis sekali dalam menerapkan strategi bermain. Bedanya, Mourinho meletakkan pondasi permainan dari lini belakang, sedangkan Fergie dari lini tengah.
***
Di EPL, skuat MU adalah yang terbaik saat ini. Saat ini Klopp harus memutar otak untuk menyusun starting-line karena stok pemain belakangnya tipis dan dilanda cedera pula. Sebaliknya Solksjaer pusing untuk memilih pemain mana yang harus diturunkan karena stok pemainnya banyak.
Coba lihat daftar nama pemain belakang MU ini. Ada Aaron Wan-Bissaka, Timothy Fosu-Mensah, Victor Lindelof, Axel Tuanzebe, Harry Maguire, Luke Shaw, Brandon Williams, Eric Bailly, Phil Jones, Alex Telles, Marcos Rojo. Belum lagi para pemain muda jebolan akademi sendiri.
Namun kalau kita melihat pertandingan kemarin itu, ketiga gol yang masuk ke jala De Gea itu sangat tidak masuk di akal! Ketiga gol itu murni kesalahan pemain belakang! Dan ini mutlak kesalahan Solksjaer karena salah memilih pemain dan salah menerapkan strategi bermain.
Di awal pertandingan, Solksjaer memakai skema 3-4-1-2 yang defensif. Tiga bek tengah adalah Luke Shaw, Victor Lindelof dan Harry Maguire.
Nyatanya Shaw adalah seorang bek kiri, lebih tepatnya bek sayap yang lebih dominan untuk membantu penyerangan. Shaw juga baru sembuh dari cedera dan belum fit betul. Sebaiknya Solksjaer memilih Axel Tuanzebe atau Eric Bailly saja di posisi Shaw. Buktinya di babak kedua Solksjaer kemudian memasukkan Tuanzebe sebagai bek tengah.
Di posisi gelandang bertahan, Solksjaer memasang Alex Telles di kiri, duet Scott McTominay dan Nemanja Matic di tengah, lalu Wan-Bissaka di kanan. Sejatinya posisi Telles ini sama dengan Luke Shaw, yakni seorang bek sayap.Â
Namun dalam pertandingan ini Telles menjadi titik lemah MU. Sebenarnya rada aneh juga menurunkan dua bek sayap sekaligus untuk tugas yang berbeda. Kecuali kalau stok pemain habis (padahal stok pemain MU itu berlimpah)
Setelah tertinggal, barulah Solksjaer "insaf" dan mengubah skema menjadi 4-4-2, sama seperti kala MU menggunduli Leipzig 5-0 di Old Trafford pada leg pertama sebelumnya.Â
Donny van de Beek kemudian masuk untuk menggantikan Telles. Ini baru betoel. Donny adalah pemain versatile yang bisa bermain sebagai gelandang maupun pemain sayap. Matic juga kemudian ditarik untuk digantikan oleh Paul Pogba demi memperkuat serangan. Walaupun terlambat, tapi kedua pergantian ini terbukti djitoe, karena MU kemudian bisa membuat dua gol!
Akan tetapi, "nasi sudah keburu menjadi bubur," dan strategi konyol Solksjaer kemudian tidak menghasilkan apa-apa. Konyol karena Solksjaer kemudian melakukan tiga pergantian lagi, tetapi bukan untuk meningkatkan serangan, melainkan untuk memperkuat pertahanan. Whatt?
Wan-Bissaka (bek kanan) diganti dengan Fosu-Mensah, Lindelof (bek tengah) diganti dengan Tuanzebe, dan Luke Shaw (bek kiri) diganti dengan Brandon Williams. Tiga bek diganti dengan tiga bek pula!
Posisi MU sedang tertinggal, dan MU butuh gol supaya tidak mampoes. Lah, Solksjaer bukannya memasukkan penyerang tetapi malah bek! Padahal di bench masih ada Juan Mata, Lindgard, Daniel James dan Odion Ighalo. Â Â
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada tim Nagelsmann, kekalahan MU ini terasa menyakitkan karena ketiga gol itu merupakan kesalahan pemain belakang sendiri, termasuk de Gea tentunya.
Dua gol pertama karena de Gea terlambat bereaksi. Gol ketiga karena de Gea lebih memilih untuk menendang bola daripada berusaha menangkapnya!
Pelatih Leeds, Marcelo Bielsa biasanya akan jongkok semi squats di pinggir lapangan sampai anak asuhnya mencetak gol ke gawang lawan. Â Setelah Patrick Bamford cs mencetak gol barulah opa Bielsa duduk di kursi.
Ketika lawan menjebol gawang Leeds, maka opa Bielsa akan jongkok lagi, dan begitulah seterusnya. Akhirnya anak asuhnya kasihan melihat opa Bielsa yang sudah sepuh itu harus jongkok-jongkok. Merekapun akhirnya bermain kesetanan demi menjebol gawang lawan.
Ada baiknya Solksjaer meniru hal tersebut. Bisa lebih dramatis, misalnya dengan membuka sepatu. Kalau Paul Pogba cs bisa mencetak gol, barulah Solksjaer memakai sepatunya lagi, dan begitulah seterusnya.
Kalau gawang MU kebobolan terus, itu sepatu bisa dilempar kepada pemain terdekat sambil teriak, "Dasar anak keparatttt, kalian semua dipecatttttt!"
Salam sepak bola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H