"Syarat untuk menjadi juara balapan adalah dengan cara mengalahkan pebalap lain. Syarat untuk menjadi juara dunia adalah dengan cara mengalahkan diri sendiri..."
Tidak ada "juara 9/11" alias pembalap kesembilan yang menjadi juara di seri kesebelas MotoGP yang berlangsung di sirkuit Aragon Ahad kemarin. Franco "Frankie" Morbidelli, juara seri keenam di San Marino, akhirnya berjaya kembali untuk merebut gelar keduanya di GP Aragon jilid dua, yang kini bernama GP Teruel. Kemenangan ini sekaligus menjadi podium ketiga bagi Frankie setelah sebelumnya ia berhasil merebut podium dua di GP Brno, Republik Ceska. Mengumpulkan 112 poin, Frankie kini membuka peluang dalam persaingan untuk merebut gelar Juara Dunia MotoGP 2020.
Moto GP 2020 kini makin seru karena masih tersedia 75 poin dari sisa tiga seri yang akan dipertandingkan. Dengan demikian, 14 pebalap masih bisa bermimpi untuk meraih gelar juara dunia, tentunya dengan kans dari yang paling besar hingga nyaris mustahil. Sebaliknya 9 pebalap termasuk Marc Marquez dan Rossi, terpaksa harus melupakan mimpi menjadi juara dunia 2020 karena poin yang mereka kumpulkan tidak memungkinkan lagi untuk mengejar title juara dunia 2020.
Penulis tadinya sudah membuat catatan siapa kandidat pembalap kesembilan yang menjadi juara di GP Aragon jilid kedua. Mereka itu adalah pebalap Honda, Takaaki Nakagami (pemegang pole) dan Alex Marquez (back to back podium dua)
Nama Joan Mir (podium tiga GP Aragon jilid I) tidak masuk karena posisi start yang terlalu jauh (posisi 12) dan bisa dipastikan kalau ia akan bermain aman saja di GP Teruel ini.
Sementara untuk kandidat lainnya, penulis memasukkan nama Alex Rins sebagai kandidat pertama, lalu nama Maverick Vinales dan Frankie Morbidelli. Kebetulan mereka ini sudah pernah meraih gelar juara seri. Sekalipun layak diunggulkan, tapi nama Fabio Quartararo tidak dimasukkan karena masalah mental. GP Teruel belum dimulai, tapi pikiran Quartararo sudah menuju GP Valencia, karena ia percaya kalau ia tidak akan berhasil di GP Teruel. Quartararo bahkan sampai berharap agar Takaaki saja yang memenangkan balapan ini, jangan sampai Rins apalagi Mir. Alamak! lebay...
Tentu ada alasannya mengapa penulis menjagokan duo Honda bisa menjadi juara di GP Teruel. Pertama tentunya peningkatan prestasi duo pebalap Honda ini. AM73 (Alex Marquez) back to back di podium dua dalam dua balapan terakhir. TN30 (Takaaki Nakagami) duduk di urutan lima klasemen pebalap dan berada di posisi lima pada Aragon jilid I lalu.
Kedua, motor Honda kini sangat kompetitif dan mampu bersaing dengan motor lainnya. Awalnya orang mengatakan kalau AM73 kini sudah bisa beradaptasi dengan RC213V spek 2020, dan langsung "menggila."
Hal itu memang benar adanya. Tetapi kebenaran sesungguhnya adalah semua pebalap Honda kini "mulai menggila." Penyebab pertamanya adalah, Honda kini menggunakan shock breaker teranyar Ohlins, BDB50. Penyebab keduanya adalah, semua pebalap mau mengubah gaya balapnya dan belajar beradaptasi dengan suspensi baru motor ini. Hasilnya langsung tokcer!
Bukan hanya AM73 saja yang sukses, tetapi TN30 bisa langsung meraih pole pertamanya. Suatu peningkatan yang sangat signifikan. Demikian juga halnya dengan pebalap penguji SB6 (Stefan Bradl) dan CC35 (Cal Crutchlow) yang belum sepenuhnya pulih dari cederanya.
Sebenarnya semua tim (kecuali KTM yang memakai suspensi WP) menggunakan shock breaker Ohlins (model lama) Pada saat tes pramusim Februari lalu di Sepang, Ohlins sebenarnya sudah menawarkan BDB50 ini kepada semua tim. Akan tetapi hanya Suzuki yang tertarik dan pebalap tes mulai menguji cobanya.
Hal yang paling krusial pada balapan musim ini adalah karakter ban Michelin yang daya cengkramnya jauh lebih baik daripada musim lalu. Hal ini sangat menguntungkan tim Yamaha dan Suzuki, tapi membuat Honda sangat tersiksa terkait riding style para pebalapnya.
Selepas Aragon jilid I lalu TN30 berkata bahwa tak ada yang baru pada motornya. Sasis dan mesin tetap sama. Yang beda hanya suspensi dan gaya balap saja mengikuti "kemauan" suspensi baru dan grip ban. Namun ada tiga faktor agar bisa berhasil dalam sebuah balapan.
Pertama faktor motor. Kedua, faktor pebalap dan ketiga nasib. Dan kedua pebalap Honda tadi tidak memiliki faktor kedua di GP Teruel.
"Terbiasa menguber orang sekampung, kali ini mental TN30 tak kuat diuber orang sekampung." TN30 akhirnya "layu sebelum berkembang" ketika crash di lap pertama.
Kesal kehilangan waktu ketika berduel dengan Zarco, AM73 kemudian terburu nafsu untuk mengejar Mir, dan akhirnya crash juga di lap ke-14. Sayang betul. Sekiranya ia bersabar, tentu saja podium akan menjadi miliknya. Apalagi AM73 yang menggunakan kompon Hard-Soft memiliki keunggulan ban atas Mir (Medium-Soft) dan Rins (Soft-Soft) dan tentunya juga power dan top speed Honda yang di atas Suzuki.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada pula gundul yang tak botak. Tak ada pebalap yang tak pernah terjatuh, sebab dari situlah mereka belajar agar bisa berlari kencang. TN30 dan AM73 sudah melewati tahap itu. Kini mereka berdua bersiap belajar untuk bisa berlari kencang di Moto GP Valencia dua pekan mendatang. Penulis hakul yakin salah dua dari mereka ini akan berada di posisi lima besar!
***
"Syarat untuk menjadi juara balapan adalah dengan cara mengalahkan pebalap lain. Syarat untuk menjadi juara dunia adalah dengan cara mengalahkan diri sendiri."Â
Pekan sebelumnya Mir sengaja memilih ban Soft-Soft agar bisa merebut podium satu perdananya. Namun ia harus puas di podium tiga setelah berhasil dilewati AM73. Mir bahkan nyaris dilewati Vinales. Keausan ban menjadi faktor penyebabnya. Mencoba realistis, Mir kini menargetkan podium saja. Namun posisi grid Mir terbilang buruk, yaitu posisi 12. Dengan posisi tersebut tentu peluang Mir cukup berat, apalagi dia kini memakai kompon Medium-Soft, yang tidak bisa membuatnya ngacir secepatnya dari rombongan besar. Namun ajaibnya, Mir berhasil melakukannya!
Dari posisi 12 saat start, Mir sudah berada di posisi 5 pada lap kedua! Entah apa yang dilakukan crew terhadap ban, sehingga ban itu bisa secepatnya mencapai tekanan dan temperatur ideal hanya dalam satu lap saja. Mir ibaratnya memakai ban Soft-Soft yang sudah dipakai dua putaran pada saat start! Setelah itu Mir nyaman mengendarai motornya dengan mode slipstream untuk mengintai podium! Mir memang bertarung untuk podium bukan untuk juara, kecuali keadaannya memungkinkan.
Dengan enam podium, Joan Mir memimpin klasemen pebalap sekalipun ia tak pernah menjuarai satu seri balapan. Konsistensi adalah alasan mengapa Mir bisa duduk di puncak klasemen pebalap. Mir menjadi satu-satunya pebalap yang berhasil enam kali naik podium, melewati raihan tiga kali Quartararo, Vinales, Pol Espargaro, Rins dan Morbidelli.
Tentunya Mir ingin meraih gelar juara seri juga, namun ia tak mau memaksakannya. Apalagi persaingan untuk menjadi juara dunia juga masih terbuka lebar. Tentunya Mir tidak ingin bernasib seperti Marc Marquez ataupun seperti Cal Crutchlow yang membalap seperti apa adanya karena cedera panjang.Â
Menggunakan kompon Soft-Soft, Rins berhasil menjadi kampiun pada Aragon jilid I, walaupun ketika itu ia nyaris dilewati AM73. Kini ia mencobanya lagi. Pilihan ini sebenarnya cukup berisiko bagi Rins karena ia berada di tengah-tengah pebalap cepat Honda, Yamaha, KTM plus Zarco. Apalagi mereka ini memakai kompon yang lebih tebal dari Rins.
Agar punya peluang, Rins harus bisa melesat jauh ke depan dan setidaknya unggul 4-5 detik dari para pesaing ketika pertengahan lap. Sebab setelah itu kompon bannya akan mulai aus. Keunggulan waktu itu menjadi syarat mutlak agar ia bisa bertahan, seperti yang dilakukannya pada pekan lalu.
Kali ini Rins mujur. TN30 dan AM73 crash. MV12 (Maverick Vinales) ban-nya juga tidak punya grip untuk melawan Rins. Sementara pebalap lainnya tertahan dalam rombongan besar.
Pesaing Rins kini praktis tinggal Frankie, namun Rins tak kunjung berhasil melewatinya. Selepas 15 lap, penulis hakul yakin kalau Rins tidak akan bisa melewati Frankie lagi, kecuali Frankie berbuat kesalahan.
Bukan apa-apa, ini terkait ban. Frankie memakai kompon Medium-Medium yang lebih tebal, dan kini nyaman bertahan dari serangan Rins. Podium dua kemudian menjadi pilihan terbaik bagi Rins.
***
Last but not least, the champion and the hero for Yamaha, Franco Moerbidelli memang pantas untuk menjadi juara MotoGP Teruel. Kunci utama kesuksesan Frankie adalah ketika ia mampu bertahan dari tekanan Rins sepanjang dua pertiga balapan. Frankie bermain cantik untuk mempertahankan racingline tanpa cela. Walaupun top speed Suzuki sedikit lebih cepat dari Yamaha, namun Frankie berhasil mengatasi kebuasan Rins, terutama pada straight sepanjang 968 meter menuju tikungan cepat T16-T17. Frankie membuat Rins tak berkutik karena Rins hanya bisa sekedar memepetnya saja.
Orang lalu bertanya, "Ada apa dengan Frankie, eh ada apa dengan Quartararo?" Menggunakan motor dan kompon ban yang sama, Quartararo hanya berhasil finish di posisi 8. Sebelumnya ia malah finish di posisi 18! Mengapa Quartararo tidak kompetitif di Aragon?
Itu karena ia tidak mood dengan Aragon, dan tidak yakin akan berhasil di sirkuit ini. Sialnya statement Quartararo itu dikatakannya bahkan sebelum ia menjajal sesi Latihan bebas Aragon jilid I lalu. Hahaha.
Frankie adalah "pebalap Yamaha lainnya" yang bisa fokus dan menikmati balapan walaupun dalam tekanan besar sepanjang balapan. Apakah motor Frankie berbeda dengan motor pebalap Yamaha lainnya? Entahlah, mungkin hanya Tuhan saja yang tahu. Tapi yang jelas Frankie seorang pejuang, tough seperti shock breaker teranyar Ohlins BDB50!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H