Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Mengamati Tingginya Perceraian dengan Logika Sesat Cak Lontong

11 September 2020   18:26 Diperbarui: 11 September 2020   18:24 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kaki, sumber : https://media-origin.kompas.tv/library/image/content_article/article_img/20200731014739.jpg

 

Sepasang suami istri sedang tidur nyenyak di kamar tidur. Tiba-tiba sang istri mengigau, "Mas, mas, cepat pergi mas suamiku sudah pulang!" Secepat kilat sang suami segera melompat melalui jendela kamar. Siapakah yang salah?

 Akhir-akhir ini terjadi lonjakan gugatan cerai ke Pengadilan Agama di Provinsi Jawa Barat. Tampaknya hal ini terkait erat dengan pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama tujuh bulan ini.

Faktor ekonomi ditengarai menjadi faktor utama, diikuti oleh faktor sosial budaya, gaya hidup dan KDRT yang menjadi penyebab perceraian itu.

Merujuk kepada filosofi sesat ala Cak Lontong, pertama-tama tentunya orang bercerai itu karena mereka sebelumnya telah menikah. Ya, kalau sebelumnya mereka tidak menikah, tentunya mereka tidak akan mungkin bercerai bukan...

Jadi supaya kedua pasangan itu tidak bercerai, maka sebaiknya mereka itu tidak usah menikah. Lah jangan tertawa dulu Cak, penulis ini bukan penganut ilmu cocokologi atau kelirumonologi. Ini benar-benar persoalan serius.

Kalaupun menikah, (terutama bagi wanita) jangan pernah sekali-kali mau menikah secara siri. Soalnya ketika ada masalah dalam rumah tangga (misalnya suami itu ternyata hobinya suka mengelus-elus jempol kaki istrinya. Yah kan geli, pastinya istrinya itu gak bakalan bisa tidur karena kegelian) lalu sang istri mau menggugat cerai, lah gugatnya kemana?

PA (bukan PA 212, tapi Pengadilan Agama) itu hanya mau menerima gugatan cerai dari pasangan yang memegang buku nikah saja (artinya pernikahannya tercatat di KUA) Padahal nikah siri itu hanya tercatat di dalam kalbu saja (walaupun sah secara agama) Bermodalkan buku tabungan cekak apalagi buku gambar tentunya tidak akan dilayani Pengadilan Agama.

PN (Pengadilan Negeri) juga tidak akan mau menerima gugatan cerai dari pernikahan yang tidak terdaftar di catatan sipil. Jangan tanya juga ke PTN (Pengadilan Tata Niaga) maupun Pengadilan Tipikor (Tindak pidana korupsi) Apalagi mengelus-elus atau mengemut jempol kaki istri itu misalnya, bukanlah termasuk tindak pidana korupsi yang dilarang dunia dan akherat.

Tapi negemeng-ngemeng terkait ngemut dan tipikor, penulis jadi teringat akan kisah dulu mengenai seorang sosialita cantik yang juga adalah seorang pegawai sebuah bank swasta terkenal.

"Panjang cerita," ternyata sosialita yang punya banyak pacar ini "tertangkap kering" (ketika itu tangan mulusnya itu memang benar-benar gak basah koq Cak) ngemalingin uang nasabah di bank tempat ia bekerja.

Dihadapan penghulu eh polisi, sosialita ini kemudian mengakui semua perbuatannya itu. Uang hasil kejahatan tersebut dipakai untuk membeli mobil-mobil mewah, jalan-jalan ke Maldives dan tempat eksotik lainnya, oplas (operasi plastik) sana-sini-situ dan juga berfoya-foya bersama para brondongnya.

Atas dasar pengakuan tersebut, polisi kemudian gercep (gerak cepat) untuk meminta keterangan dari para brondong sosialita tersebut.

Dihadapan pak camat eh pak polisi, para brondong ini mengaku tidak tahu menahu kalau sosialita tersebut adalah seorang penjahat. Selain itu mereka juga bersumpah sama sekali tidak terlibat dengan aksi-aksi kejahatannya.

Seorang tekab dengan baret berwarna coklat kemudian bertanya kepada mereka, apakah mereka pernah mengelus-elus atau mengemut jempol kaki sisosialita tersebut.

Sambil tersipu malu, mereka kompakan mengangguk pelan. Rupanya para brondong ini termasuk  Kelompencapol, Kelompok penggemar dan pecinta jempol. Kelompencapol ini selintas memang mirip dengan Kelompencapir era Suharto dulu.

Kelompencapir singkatan dari Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa, adalah kegiatan pertemuan petani dan nelayan Indonesia dengan Presiden Suharto. Sementara Kelompencapol lebih tertarik untuk mengamati jempol bahenol.

Nah, atas dasar pengakuan tersebut polisi kemudian menyeret mereka ke muka hakim dengan tuduhan "turut serta menikmati hasil kejahatan!"

Singkat cerita, sosialita tadi rupanya terlahir dengan jempol kaki tertukar. Jempol kanan nemplok di kaki kiri sedangkan jempol kiri nemplok di kaki kanan. Setelah dioplas, jempol itu kemudian bertukar tempat dan terlihat semakin cakep berkat sebuat tato mungil bergambar Popeye the sailor man.

Nah ternyata uang buat oplas dan tato itu berasal dari uang nasabah yang dimalingin sisosialita tadi!

Sambil menangis tersedu-sedu para brondong itu memohon, "pak kami jangan diseret ke muka hakim, kami masih bisa jalan sendiri koq..."

***

Teori konspirasi ala Cak Lontong ini juga menjelaskan lewat statistik di atas tadi, bahwa faktor ekonomi memainkan peranan penting di sini. Ketika suami bangkrut (tidak bekerja, mengalami PHK ataupun gajinya dipotong) sementara istri tetap makmur (memiliki tabungan yang banyak, punya pekerjaan bagus ataupun mendapat promosi pekerjaan) situasinyapun menjadi rawan, walaupun tidak bisa dipukul rata terhadap semua rumah tangga.

Solusinya (bagi suami) sekalipun anda kere, tetaplah berlagak kaya. Lah jangan tertawa dulu Cak, ini serius. Lelaki itu terlahir sebagai penjual mimpi. Walaupun sebagian lagi ada yang menjadi penjual parfum oplosan, penjual panci keliling maupun penjual obat kuat. Namun dasarnya tetaplah sebuah mimpi.

Lihatlah, negeri inipun lahir dari mimpi sang Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno.  Padahal modalnya tidak ada. Yah cuma mimpi tadi. Untungnya negeri ini kaya akan mineral, minyak dan hasil perkebunan. Alhasil para pejabat dan makelar proyekpun menjadi kaya raya sementara rakyat jelata tetap hidup dalam mimpi berselimutkan kemiskinan harta, moral dan ilmu.

Sebenarnya pernikahan di negeri ini juga mayoritas bermodalkan mimpi juga. Lihatlah (seringnya di daerah Jawa Barat juga) remaja yang seumuran anak SMA ternyata adalah seorang janda! Kalau ada janda pasti ada pula dude eh dudanya. Biasanya ducen (duda cemen) ini jarang mau mengaku duda, melainkan sebagai bujangan saja, apalagi tampangnyapun seperti anak STM pula!

Namun mimpi itu ternyata tidak bertahan lama. Seketika sirna bak kabut ditelan sinar mentari pagi.

Sama seperti kaus kaki yang harus rajin dicuci dan dijemur agar tidak bau apak, mimpi juga harus dirawat sedemikian rupa agar pasutri bisa terbuai dengan enak dalam nyenyak tidur, dan tidak sekonyong-konyong terbangun dan berteriak karena mengalami mimpi horor berujung perceraian.

Salam sutra...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun