Kekuatan utama AUREV itu terletak pada skuadron tempur udaranya yang jelas-jelas didukung oleh Amerika. Pangkalan udara AUREV bukan hanya Mapanget di Manado saja, tetapi juga Pangkalan Udara Clark di Filipina yang daya tempurnya bisa menjangkau Kalimantan, Ambon bahkan Jawa!
RI sebelumnya selalu menderita kerugian besar akibat serangan udara pesawat-pesawat AUREV ini.
Tertangkapnya Pope membuat USA mingkem. Kini AUREV hanya bisa mengandalkan Mapanget dan penerbang lokal saja (yang sebelumnya hijrah dari TNI-AU) karena skuadron Clark sudah resmi ditutup.
Akhirnya AUREV tinggal menghitung hari saja untuk tereliminasi dari angkasa Nusantara.
Apa yang dilakukan Igantius Dewanto itu tampak sederhana saja. Ia menembak jatuh pesawat musuh, dan tak perlu heran sebab ia adalah salah seorang penerbang terbaik TNI-AU, lulusan USA pula.
Tetapi ia kemudian mengubah sejarah.
Pertama, B-26 Invader AUREV itu adalah satu-satunya (sampai saat ini) pesawat musuh yang berhasil ditembak jatuh oleh seorang penerbang TNI-AU!
Kedua, jatuhnya B-26 Invader AUREV itu kemudian membuat USA menarik dukungannya terhadap Permesta, sehingga pemberontakan Permesta itu kemudian bisa segera diakhiri.
Ketiga, berkat jasa Dewanto dan diplomasi brilian Soekarno, Indonesia kemudian berhasil memaksa Amerika Serikat agar bersikap netral dalam kasus Irian Barat, dan mencabut embargo ekonomi dan alutsista termasuk suku cadang pesawat tempur kepada Indonesia.
Sebagai langkah pertama Soekarno kemudian mengimpor beras dari Amerika dengan pembayaran memakai Rupiah!
Kini "arah anginpun berbalik!" Eisenhower (presiden Amerika Serikat ketika itu) meminta pilotnya dikembalikan. Namun Sukarno bergeming, malah balik memakinya.