Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kisah OTJ (Orang Tak Jelas)

26 April 2020   01:52 Diperbarui: 28 April 2020   20:09 2765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILustrasi gambar Adamas Belva Divara, sumber: .kenangan.com

Minggu ini ada tiga kisah OTj (Orang Tak Jelas) yang menarik perhatian netizen. Menarik karena ketiga tokoh tersebut menduduki posisi strategis di pemerintahan Jokowi.

Tokoh pertama adalah Refly Harun, seorang pakar hukum Tata Negara yang juga menjabat sebagai komisaris utama PT Pelindo I.

Tokoh berikutnya adalah Adamas Belva Divara, Staf Khusus Presiden Joko Widodo yang juga adalah CEO startup Ruang Guru, salah satu vendor program Kartu Prakerja.

Teranyar adalah Lukman Adi Pranoto yang menjabat sebagai Head of Strategic Investment and Partnership Department PP Energi, sebuah BUMN di bidang energi.

Refly Harun tentunya tokoh yang tak asing bagi netizen karena kerap muncul di ILC dan juga sering menjadi nara sumber di berbagai media cetak dan televisi.

Selain Refly Harun, pakar hukum Tata Negara populer lainnya, tentu saja adalah Yusril Ihza Mahendra.

Entah mengapa, sependek pengetahuan penulis, kedua pakar hukum Tata Negara ini selalu mengambil "kursi" yang berseberangan dalam bersikap (terhadap pemerintah)

Misalnya saja, ketika Yusril merapat ke kubu Prabowo jelang Pilpres 2014 lalu, maka Refly secara perlahan mendekatkan diri ke kubu Jokowi.

Untung tak dapat diraih malang tak dapat ditolak. Untung berhasil diraih Jokowi sementara nasib malang tak dapat ditolak Prabowo. Refly kemudian naik daun sementara sang senior, Yusril, rontok bak daun kering ditiup angin.

Sebelum dipecat, tak banyak yang tahu kalau Refly adalah Komisaris Utama PT Pelindo I. Padahal sebelumnya pun Refly adalah Komisaris Utama PT Jasa Marga Tbk sejak 2015 lalu.

Perusahaan seperti Jasa Marga dan Pelindo cara kerjanya tentu saja sangat berbeda dengan pemahaman seorang Refly Harun, yang sebenarnya lebih nyaman mengurusi kasus sengketa Pilkada.

Akan tetapi hal itu tidak menyurutkan nyali Refly untuk menerima segala privilege yang menjadi hak seorang Komisaris Utama.

Dalam pandangan pragmatisme warga tentu saja ini adalah hal yang wajar sebagai "balas jasa"atas "keringat" Refly mendukung Jokowi-JK kala itu.

Sejak zaman "kuda gigit besi" pun juga sudah begitu. Ada ubi ada talas, ada budi ada balas. Ada yang baik budi tapi ada pula yang culas.

***

Hari berlalu musim berganti. Pilpres 2014 sudah berlalu Pilpres 2019 kini siap menanti.

Setelah tersungkur pada Pilpres 2014 dan Pilgub 2017, Yusril rupanya sudah "bertobat" dan merapat lagi ke lembaga pemerintah yang sudah membesarkan namanya itu sejak era Soeharto, Gus Dur, Megawati hingga SBY.

Rupanya langkah Yusril itu diikuti pula secara berjamaah oleh tokoh-tokoh yang selama ini juga berseberangan dengan pemerintah, seperti Ali Mochtar Ngabalin, Kapitra Ampera dan lain-lainnya.

Sebaliknya Refly yang menerawang kalau perahu Jokowi nantinya akan terlalu sesak, sehingga ia akan sulit bernafas kelak, kemudian memutar haluan menuju pelabuhan berbeda.

Apalagi Jokowi sepertinya tidak akan mau mengakomodir keinginannya demi "orang-orang bertobat tadi." Secara perlahan Ia kemudian menggunting dalam lipatan lewat jargon kritik membangun.

Apakah haram hukumnya mengkritik pemerintah? Tentu saja tidak!

Indonesia adalah negara demokrasi dan orang tentu saja bebas melakukan kritik yang bebas fitnah. Akan tetapi supaya terlihat elegan, tetap diperlukan etika ketika melakukan kritik.

Refly adalah seorang pejabat negara cq Komisaris Utama PT Pelindo I. "Mosok jeruk makan jeruk!"

Tentulah akan terlihat elegan kalau Refly terlebih dahulu mengundurkan diri dan mengembalikan segala materi yang pernah diterimanya dari negara, atau memberikan materi tersebut kepada fakir miskin yang diterlantarkan oleh negara, barulah kemudian melakukan kritikan tajam kepada pemerintah yang selama ini telah memberinya rezeki tersebut.

Menteri BUMN yang baru tampaknya adalah seorang profesional sejati. Kapasitasnya sebagai Ketua Penyelenggara Asian Games 2018 yang berhasil itu kemudian menjadi referensi baginya untuk menduduki jabatan sebagai Menteri BUMN.

Gerakan bersih-bersih pun dimulai. "Orang-orang tak jelas" (mulai dari jajaran komisaris hingga direksi yang nirguna) kemudian ditendang. Rupanya nama Refly termasuk salah satunya.

Penulis memang tidak tertarik untuk membahas kritikan-kritikan dari seorang Refly, karena kritikan-kritikan sejenis itu banyak pula dibuat orang kebanyakan di berbagai medsos yang ada.

Namun penulis tertarik dengan peribahasa, "Muka buruk cermin dibelah." Ada juga yang mengatakan peribahasa, "Air susu dibalas dengan air tuba" atau "Bagai air di daun talas."

Tampaknya Refly akan semakin memantapkan eksistensi dirinya dengan bergabung bersama si-raja kepret Rizal Ramli, Said Didu dan Rocky Gerung dalam acara ILC Karni Ilyas nantinya.

*** 

ILustrasi gambar Adamas Belva Divara, sumber: .kenangan.com
ILustrasi gambar Adamas Belva Divara, sumber: .kenangan.com
Adamas Belva Divara akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai Staf Khusus Presiden Joko Widodo. Jabatan bergengsi itu terpaksa dilepaskan agar terhindar dari konflik kepentingan secara Belva juga adalah CEO startup Ruang Guru, salah satu vendor penyedia jasa program Kartu Prakerja pemerintah.

Ini memang pilihan sulit bagi Belva. Di sisi lain negeri ini butuh Good Governance yang akuntabel.

Posisi rangkap Belva jelas menimbulkan ambigu, padahal sebagai "orang dalam," ia seharusnya memberi contoh yang baik bagi masyarakat.

Yang banyak dipertanyakan orang adalah, apakah keberadaan Ruang Guru menjadi salah satu vendor program Kartu Prakerja itu adalah berkat keberadaan Belva sebagai orang dalam? Wallahu a'lam...

Erick Tohir, LBP (Luhut Binsar Panjaitan) bahkan Presiden Joko Widodo sendiri pun adalah pejabat negara berlatar belakang pengusaha.

Akan tetapi keberadaan mereka ini "sangat jelas" karena sebelum diangkat menjadi pejabat negara, mereka ini sudah meninggalkan jabatan mereka sebagai pengusaha.

Keberadaan Staf Khusus Presiden ini memang "tidak jelas" dan membingungkan, karena mereka ini bisa menjadi Staf Khusus tanpa harus meninggalkan pekerjaan mereka semula. Dari situlah konflik ini bermula.

***

Ilustrasi gambar Lukman Adi Pranoto, sumber : riaunews.com
Ilustrasi gambar Lukman Adi Pranoto, sumber : riaunews.com
Lukman Adi Pranoto yang menjabat sebagai Head of Strategic Investment and Partnership Department PP Energi ini, adalah contoh dari seorang "milenial garis lucu."

Pintar, muda, enerjik, penuh semangat dan well educated, made in Japan pula.

Rupanya hal itu membuatnya merasa sebagai seorang "Yoshitosi Tokugawa" sedangkan PLN atau pemerintah itu cuma sekedar "Jugun Ianfu atau Romusha" saja sehingga bebas-bebas saja memakinya di medsos.

Ibarat dunia otomatif, "milenial garis lucu" ini seperti mobil standar yang diperlengkapi dengan mesin balap "stage 3," tapi lupa dibekali dengan sistim suspensi dan rem yang sesuai dengan mesin mobil balap tadi.

Akhirnya bisa ditebak. Mobil itu awalnya akan melaju cepat di trek, untuk kemudian berakhir nyungsep di parit!

Lucunya PP Energi ini dagangannya adalah listrik, dan konsumen utamanya tentu saja PLN.

Ketika listrik di rumahnya padam, "pakar energi terbarukan" ini rupanya tidak punya "backup power" seperti produk yang dijualnya itu.

Di area yang terkena dampak pemadaman itu pun, rupanya "hanya keluarga Lukman ini saja yang kegerahan dan kegelapan."

Tak ayal Lukman pun menggerutui PLN di medsos.

Netizen kemudian kaget karena mengetahui Lukman adalah seorang petinggi BUMN yang menjual produknya kepada sebuah BUMN yang digerutuinya itu.

"Digital recordnya" di medsos pun kemudian ditelusuri, terutama oleh buzzer-buzzer JKW.

Rupanya Lukman seorang haters juga.

Lukman kemudian melakukan gercep (gerak cepat) dengan meminta maaf kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait.

Bos PP Energi kemudian melakukan klarifikasi bahwa pernyataan Lukman tersebut adalah pernyataan pribadi bukan pernyataan instansi resmi PP Energi.

Sebelum semuanya menjadi lebih buruk, Lukman kemudian mengundurkan diri dari PP Energi. Akun medsosnya pun kemudian gelap!

*** 

Semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin menerpanya. Agar bisa bertahan tentu saja diperlukan akar dan batang yang kuat untuk menopang keberadaan pohon tinggi tersebut.

Negeri ini memang tidak pernah kekurangan orang-orang pintar, dan mereka ini biasanya cepat pula tumbuh menjulang tinggi ke angkasa. 

Namun sayang batangnya tidak kuat karena perakarannya tumbuhnya dangkal.

Mungkin saja pohon tadi bukan berasal dari bibit unggul yang memang tadinya dipersiapkan untuk tumbuh tinggi.

Bibit nir-unggul kalau kebetulan tumbuh di tanah subur, maka akan tumbuh tinggi juga. Namun ketika mencapai ketinggian tertentu, lalu diterpa angin keras, maka ia akan segera patah sehingga terlihatlah kualitas aslinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun