Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ada Apa dengan Colosseum?

0
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diskotek Colosseum, sumber : https://merahputih.com

Jarum jam menunjukkan pukul 11.00 malam. Masih terbilang "pagi" untuk ukuran waktu di dalam diskotek yang selalu tampak temaram. Lantai dansa yang berada ditengah-tengah menjadi pusat perhatian karena tampak lebih terang. Sesekali lantai dansa itu tampak indah bermandikan siraman lampu warna-warni dari spotlight yang tergantung di langit-langit.

Bagi banyak orang, atraksi dari sinar lampu yang berkelibatan itu menjadi tontonan yang menarik dan menghibur. Tapi tak banyak yang tahu peran dari seorang lighting dalam mengatur tata cahaya di dalam diskotek agar terlihat keren dan glamor. Pengunjung, terutama cewe-cewe umumnya lebih tertarik melihat penampilan seorang dj (disc jokey) dalam meramu lagu-lagu ciamik yang bisa membuat badan bergoyang...

Pengunjung diskotek ini tampak lengang. Di lantai dansa terlihat lima orang perempuan berpakaian minim. Entah mereka itu gadis atau janda, tapi tampaknya tidak ada juga yang perduli. Mereka terlihat seperti berdiskusi kelompok saja daripada berdisco Zumba ala Mumbay.

Mungkin saja pengunjung lebih banyak duduk di sofa yang terletak disepanjang sudut-sudut gelap diskotek.

Di salah satu sofa, tampak sepasang anak manusia sedang masyuk dan khusyuk mengikuti irama lagu yang dimainkan oleh dj. Kepala mereka bergerak seirama, ke kiri dan ke kanan persis seperti dalam lirik lagu "Maumere/Gemu Fa Mi Re"

Tiba-tiba musik berhenti dan seluruh lampu menyala. Ruangan diskotek itu kini terang benderang! Suara dari mikrofon dj yang biasanya terdengar dengan gaya khas kawula muda itu, kini berubah menjadi suara tegas ala Kepala Sekolah!

Rupanya ada Razia polisi! Semua pengunjung diminta untuk bersikap kooperatif.

Seorang lelaki bertopi kemudian berdiri dan berjalan dengan tenangnya menju toilet. Sembari berjalan, ia melemparkan sebuah bungkusan plastik kecil, ke seberang tempat ia duduk tadi. Gerakannya sangat cepat dan nyaris tak terlihat...

Seorang wanita berpakaian seksi yang tadinya duduk tak jauh dari lelaki bertopi itu kemudian bergerak mencari bungkusan tadi. Ta.. ra... ia kemudian mengamankan bungkusan plastik berisi inex itu dengan sarung tangannya. Rupanya ia seorang polwan yang sedang menyaru.

Sementara lelaki bertopi itu adalah seorang Bd (bandar) yang sudah lama menjadi target operasi. Dengan barbut (barang bukti) tadi, maka Bd itu resmi tercyduk lewat OTT (Operasi Tangkap Tangan)

Tak lama kemudian, "Kepala Sekolah" tadi resmi mengakhiri ceramahnya. Mereka kemudian pergi dengan menggelandang beberapa orang yang dicurigai sebagai pemakai maupun pengedar narkoba.

Di luar pintu diskotek, beberapa awak media sudah menunggu "Kepala Sekolah" dengan tangkapannya.

Kini mikrofon kembali dikuasai oleh dj. Setelah mengucapkan selamat jalan bagi "Kepala Sekolah dan para guru," ia kemudian menghentak diskotek itu dengan sebuah lagu yang sedang happening...

*** 

Jarum jam menunjukkan pukul 00.15 malam. Masih "jam kecil" untuk ukuran waktu diskotek.

Diskotek kini dipenuhi pengunjung hingga lantai dansa. Nyaris tidak ada tempat duduk yang kosong. Bahkan banyak pengunjung yang kini berdiri karena tidak ada tempat duduk lagi. Semua orang tampaknya sudah melupakan razia polisi tadi.

Beberapa orang Bd bahkan tampak sudah ber-"Gemu Fa Mi Re." Rupanya dagangan mereka sudah ludes terjual. Kini saatnya mereka menikmati dugem juga...

Nah, pengunjung yang digelandang polisi tadi boleh dikatakan sedang apes. Mereka itu datangnya kecepetan!

"Orang tidak mungkin mati dua kali!" Demikian juga halnya dengan diskotek. Rasanya belum pernah diskotek yang dirazia polisi jam 12.00 malam, kemudian dirazia polisi sekali lagi pada jam 2.00 paginya.

Jadi kalau mau enak dugem, datanglah ke diskotek yang baru saja dirazia polisi. Kekecualian hanya jika yang melakukan razia kedua itu adalah anak-bini, pacar ataupun selingkuhan...

***

Nama diskotek Colosseum tiba-tiba mencuat karena mendapat plakat penghargaan Adikarya Wisata dari Gubernus Anies Baswedan. 

Sejak orang Mesir kemudian membangun Piramid, ini adalah untuk pertama kalinya sebuah diskotek mendapat penghargaan seperti itu. Untungnya, penghargaan itu kemudian dicabut kembali. Kalau tidak, maka para mumi itu dengan girangnya akan segera masuk ke colosseum...

Penghargaan ini jelas kontroversial tersebab beberapa hal.

Pertama, Kaitannya dengan penutupan Alexis.

Sebenarnya Anies tidak pernah menutup Alexis seperti janjinya ketika kampanye dulu. Faktanya adalah izin usaha dari Alexis itu telah berakhir, dan Anies tidak memperbarui perpanjangan izinnya. Otomatis Alexis tutup. Tapi jangan mau terkecoh sodara-sodara sebangsa setanah air.

"What's in a name?" Apalah arti sebuah nama? Kata Shakespeare dalam kisah Romeo and Juliet.

Alexis memang tutup, tapi bisa berganti nama menjadi Alexa, Alexandrie maupun Alendir, dengan kegiatan seperti sedia kala! Mengapa juga nama Alexis ditutup kalau ternyata Colosseum diberi penghargaan?

Artinya ada inkonsistensi sikap dari Gubernur Anies Baswedan dalam menyikapi dunia gemerlap.

Parameternya itu apa, karena Alexis jelas-jelas lebih menarik banyak "wisatawan" lokal maupun manca negara daripada Colosseum. Pengunjung itu linier dengan kontribusi pemasukan bagi kas Pemprov DKI juga.

Kedua, Kaitannya dengan narkoba dan kemaksiatan.

Mencari diskotek yang terbebas dari narkoba dan kemaksiatan itu sama persis seperti mencari ibu rumah tangga yang masih perawan!

Jangan pernah mencari wedang uwuh, wedang jahe atau es teh tawar di dalam diskotek, karena kebanyakan yang dijual adalah minuman berakohol.

Anehnya GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) yang diketuai oleh Yusuf Martak malah mendukung Anies dalam memberikan penghargaan kepada Colosseum ini.

Tetapi di sisi lain Yusuf menegaskan, GNPF jelas menolak tempat-tempat yang cenderung maksiat dan bertentangan dengan ajaran agama. Nah lu!

Mungkin mbah ini merasa Long Island Iced Tea itu masih berkerabat dengan es teh tawar! Padahal Long Island itu berisi vodka, gin, rum dan tequila yang jelas-jelas memabokkan.

Okelah dengan minuman keras yang kemaksiatannya debatable tapi jelas tidak melanggar hukum.

Lalu bagaimana dengan narkoba yang jelas-jelas melanggar hukum, dan menjadi musuh kita bersama? Padahal beberapa diskotek seperti Stadium, Miles dan lainnya itu ditutup karena adanya dugaan peredaran narkoba. Sementara pada September lalu BNNP DKI Jakarta merazia Colosseum, dan 34 orang pengunjung dinyatakan positif menggunakan narkoba.

Sekali lagi terlihat adanya inkonsistensi sikap dari Gubernus Anies Baswedan terhadap narkoba.

Ketiga, tujuan pemberian penghargaan ini.

Apa hal yang paling tidak disukai/ditakuti oleh pengusaha diskotek? Jawabnya adalah razia!

Razia selalu membuat pengunjung takut datang ke diskotek, dan akibatnya diskotek menjadi sepi, dan akhirnya pengusaha diskotek pun merugi!

Itulah sebabnya diskotek perlu backing dari aparat, "wartawan bodrek" dan "ormas keagamaan tertentu" agar terbebas dari razia dan sweeping yang membuat pengunjung drop.

Pemberian penghargaan ini pun tak lepas dari indikasi ini. Adikarya Wisata plus dukungan "ormas berkode togel" ini kemudian diharapkan bisa menjadi stempel "perlindungan" bagi diskotek ini dari gangguan berbagai pihak. Ini adalah sebuah "hil yang mustahal" dan sangat menggelikan!

Jauh sebelum narkoba masuk ke dalam diskotek (medio 90-an) diskotek, panti pijat, mandi uap, karaoke dan lain sebagainya itu sudah menjadi lahan "cari duit" bagi oknum aparat negara dari berbagai satuan dan dinas.

Pungutan resmi dan "non resmi" itu bisa mencapai 20 pos pengeluaran bagi sebuah diskotek. Adikarya Wisata plus ormas itu jelas tidak bisa "meniadakan 18 pos pengeluaran lainnya itu!"

"Dunia malam" ini persis seperti kepingan puzzle yang membentuk sebuah gambar wanita cantik seperti Monalisa misalnya. Puzzle-puzzle itu adalah 20 pos pengeluaran tadi.

Ketika anda meniadakan sebuah puzzle (mungkin peran wartawan bodrek) yang ternyata adalah "hidung" dari Monalisa, maka gambar Monalisa tadi akan ambyar dan tak menarik lagi.

Artinya, kalau wartawan bodrek itu (karena tidak kebagian) terus menerus menuliskan citra buruk tentang diskotek tersebut, maka diskotek tersebut akhirnya akan bubar juga!

***

Setelah menjadi polemik dan menjadi olok-olokan warga, Anies kemudian mencabut kembali pemberian Adikarya Wisata tersebut. Tetapi hal itu malah semakin menambah cercaan baginya.

Mungkin anak buah gubernur tidak memberi masukan yang benar bagi bos-nya perihal diskotek ini. Intinya adalah semua pihak yang berkompeten harus happy agar semuanya bisa on.  Jadi dari semula pun, tujuan pemberian Adikarya Wisata ini sebenarnya sudah auto gagal!

Dalam kasus ini kita kemudian bisa melihat pertunjukan sikap inkonsistensi dan kemunafikan dari para petinggi di negeri ini...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun