Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Solksjaer Tiru Taktik Mourinho untuk Kalahkan Pep

10 Desember 2019   19:00 Diperbarui: 10 Desember 2019   19:02 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raheem Sterling dan Marcus Rashford, sumber : https://i1.wp.com/majalahdunia.com/wp-content/uploads/2019/12/Manchester-City-Vs-Manchester-United.jpg?resize=715%2C400&ssl=1

Nasib Solksjaer nyaris seperti telur di ujung tanduk, dan hampir pasti akan dipecat kalau sekiranya MU mengalami kekalahan dalam dua laga krusial pada pekan kemarin itu.

Namun peruntungannya berubah dengan cepat ketika MU kemudian mampu mengalahkan Mourinho (Spurs) dan "sitetangga berisik" (Manchester City)

Rupanya "Santa Claus is coming to soon" bagi seorang Solksjaer, untuk memberi kado natal terindah baginya. Dua "gebukan bagi" Mourinho dan Pep Guardiola kemudian membuat Manchester Merah melambung tinggi ke angkasa.

Ketika MU kemudian berhasil membuat stadion "Etihad biru" itu memerah, pria rendah hati itu pun berteriak dengan sombong untuk pertama kalinya, "Seharusnya kami bisa mencetak 5 gol!"

Sebelumnya MU sudah menghajar Tottenham Hotspur dan Chelsea. Lalu menahan seri Arsenal dan Liverpool. Dengan demikian skor MU ketika menghadapi 5 anggota tim the big six adalah 3 menang dan 2 seri. Hasil yang cukup impresif sebenarnya bagi rapor Solksjaer, dan jelas lebih baik dari rapor Mourinho yang cenderung bermain defensif.

Sejak Mou melatih MU selama dua setengah tahun, ia kemudian merombak gaya bermain MU, sama seperti yang telah dilakukannya di Porto, Chelsea, Inter Milan dan Real Madrid dulu.

Namun program Mou kali ini tidak berjalan dengan mulus. Salah satunya karena Mou tidak punya bek-bek tangguh di belakang. Juga karena para pemain MU itu sendiri tidak suka pada gaya bermain defensif ala Mourinho ini.

Ketika Solksjaer menjadi pelatih sementara MU, ia kemudian mencoba mengembalikan gaya permainan MU ini kembali seperti semula, dan berhasil!

Namun peruntungan Solksjaer kemudian berubah sejak musim ini, dimana MU kemudian terpuruk ke posisi 14 klasemen sementara. Akibatnya posisi Solksjaer pun dalam bahaya.

Terancam pemecatan, Solksjaer pun berpikir keras untuk meramu gaya yang pas bagi timnya agar posisinya bisa aman. Ia pun kemudian memakai pendekatan ala Mourinho. 

Apalagi dari segi kualitas pemain dan kedalaman skuad, MU sebenarnya sangat mumpuni dan menjadi yang terbaik di liga primer. Selain itu, pembelian pemain baru pada musim panas lalu ternyata tidak keliru, dan mereka kini sudah bisa beradaptasi dengan gaya permainan MU. Kini Maguire, James dan Bikassa bahkan menjadi tulang punggung permainan MU.

***

Untuk menghadapi City yang mengandalkan gaya menyerang, Solksjaer juga menerapkan gaya yang sama seperti ketika menghadapi Spurs. Polanya 4-2-3-1. Perubahan hanya pada posisi bek kiri, dimana Luke Young digantikan oleh Luke Shaw yang lebih bertenaga.

Lini belakang menjadi kunci kemenangan MU kali ini. Rashford kemudian didaulat menjadi Player of the match berkat gol pembukanya. Namun bintang lapangan permainan MU sebenarnya adalah Wan Bissaka.

Bissaka sukses mematikan pergerakan Raheem Sterling sehingga ia tak mampu mencetak gol. Bissaka "nempel seperti perangko" membuat Sterling susah bergerak. Akibatnya Sterling tak bisa mengkreasi serangan atau memberi umpan matang kepada rekan-rekannya.

Sterling kemudian mencoba memancing Bissaka keluar, dengan harapan agar David Silva atau Rodri bisa menusuk lewat posisi Bissaka yang terlanjur naik.

Akan tetapi Bissaka cukup cerdik dan tidak mau terpancing, karena ia hanya menempel Sterling di zona berbahaya saja. Di luar wilayah itu Sterling kemudian dikuntit oleh Scott Mc Tominay!

Kekalahan City ini memang salah satunya karena Sterling tidak bisa mencetak gol ataupun memberi asis. Padahal Sterling adalah mesin gol City selain Aguero yang sedang cedera.

Kedua pelatih menerapkan gaya bermain yang kontras, dan memang hanya ini cara untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pep dengan gaya menyerangnya sementara Solksjaer dengan gaya bertahan sambil mengandalkan daya kejut lewat serangan balik cepat, lewat kedua sayap.

Statistik kemudian mencatatkan penguasaan bola city mencapai 72% sementara MU hanya menguasai bola 28% saja!

City melepaskan 23 tembakan, tetapi hanya 5 saja yang on target dan membuahkan sebiji gol. Sisanya 4 peluang berhasil diamankan oleh kiper ganteng, David de Gea.

Sebaliknya, sekalipun hanya memiliki 11 tembakan, tetapi MU berhasil membuat 7 on target yang membuahkan 2 gol. Sisanya 5 peluang diamankan oleh kiper penuh tato, Ederson Moraes.

Jadi laga ini sebenarnya bukan hanya sekedar adu gaya, teknik, filosofi, teologi tapi juga adu sabar, nyali dan keberuntungan...

MU memang sengaja membiarkan City menguasai bola. Namun mereka membentengi area sepertiga lapangan dengan pertahanan ketat dan berlapis.

Lindgard menjadi tokoh sentral dalam mengendalikan lini tengah MU. Bersama Rashford di kiri dan James di kanan, trio ini berfungsi menjadi lapisan pertama pertahanan Mu ketika ditekan.

Fred dan McTominay bekerja sangat keras untuk melindungi Maguire dan Lindelof di jantung pertahanan MU. Fred-McTominay sukses mematahkan serangan yang dibangun oleh David Silva, de Bruyne, Rodri maupun Jesus dari sisi tengah.

Dibelakang mereka kwartet Shaw, Maguire, Lindelof dan Bissaka bermain displin dan tenang untuk membentuk tembok kokoh di depan kiper de Gea.

Di depan, trio Rashford, Martial dan James juga bermain taktis bak cheetah Serengeti yang menunggu mangsanya dengan sabar, untuk kemudian menyerang dengan cepat ketika lawan lengah. Gol pertama dan kedua MU telah membuktikannya.

Pada gol pertama, Rashford menusuk dengan tajam ke kotak penalti. Tidak ada jalan lain bagi Bernardo Silva selain melanggarnya. Wasit kemudian memberikan penalti bagi MU.

Pada gol kedua, Martial mendapat umpan dari james. Sebenarnya Martial tidak dalam posisi yang begitu bagus untuk mengeksekusinya secara langsung. Selain sudutnya sangat sempit, Martial juga tidak punya ancang-ancang untuk menendang keras, tetapi ia memaksakannya juga.

Sekilas berbau spekulasi. Akan tetapi Edison Moraes menganggapnya remeh. Ternyata bola itu meluncur deras masuk ke sudut kiri gawangnya! City pun ketinggalan dua gol cepat!

***
Sekalipun kalah, tapi tidak ada yang salah dengan cara permainan City. Mereka hanya kurang beruntung saja. Pada babak pertama sebenarnya City bisa saja mendapat penalti.

Dari tengah, David Silva mengirim crossing ke Bernardo yang berada di sayap kanan. Bernardo lalu mengirim crossing balik ke tengah, yang langsung disambar Jesus. Namun, Lindelof sambil menjatuhkan badan berusaha memotong bola tersebut.

Malangnya, bola kemudian mengenai sikunya. Setelah memantul ke rumput, bola sekali lagi mengenai telapak tangan kanannya. Bola kemudian dibuang Maguire jauh ke depan.

Jesus dan Bernardo kemudian memprotes wasit dan meminta pemeriksaan lewat VAR (Video Assistan Referee) tapi sang pengadil mengabaikannya.

Sialnya dalam gol pertama MU, wasit awalnya membiarkan saja Rashford terjatuh. Namun ketika pemain-pemain MU meminta VAR, wasit mengabulkannya dan terjadilah gol MU!

Secara umum penampilan City musim ini memang menurun. Dua tahun lalu adalah puncak kejayaan City. Tahun lalu pun penampilan City sebenarnya sudah menurun. Mereka hanya beruntung gegara Liverpool tergelincir pada bulan Januari.

Kini keberuntungan tampak mulai menjauhi mereka. Pep memang terlambat melakukan peremajaan, dan tidak menyadari perubahan yang terjadi di sekitarnya.

Kini City tertinggal 14 angka dari Liverpool yang belum pernah kalah. Kini City bukan lagi mengejar Liverpool, melainkan Leicester City yang berada 6 angka di depan mereka.

City juga harus waspada dari kejaran Chelsea dan MU yang kini berada pada posisi 5 klasemen.

Banyak yang mengatakan bahwa cederanya bek Aymeric Laporte menjadi penyebab utama mundurnya prestasi City.

Dalam pandangan penulis (yang terbatas) sebenarnya lini tengah yang menjadi penyebabnya. Yang pertama tentu saja untuk posisi gelandang serang yang diisi oleh David Silva yang kini berusia 33 tahun dan sudah mulai melambat.

Pelapisnya adalah Phill Foden. Tetapi ia jarang dimainkan pep sehingga kurang jam terbang, walaupun punya prospek yang sangat bagus.

Kalau Pep jarang memberi kesempatan kepada pemain-pemain muda produk City sendiri, maka nasib Foden bisa saja akan seperti Jadon Sancho yang dibuang City, tapi malah kemudian menjadi bintang di Borussia Dortmund, dan kini menjadi rebutan klub-klub besar Eropa!

Fernandinho, sumber : https://cdns.klimg.com/bola.net/library/upload/21/2017/11/fernandinho_d4d6212.jpg
Fernandinho, sumber : https://cdns.klimg.com/bola.net/library/upload/21/2017/11/fernandinho_d4d6212.jpg
Yang paling krusial adalah pada posisi gelandang bertahan yang kini ditempati oleh Rodri bergantian dengan Ilkay Gundogan. Keduanya adalah gelandang bertahan jempolan, tetapi tidak bisa menggantikan peran yang sudah dimainkan oleh Fernandinho selama ini.

Ketika Laporte cedera, Pep kemudian menggeser Fernandinho yang sudah berusia 34 tahun ini ke posisi bek tengah. Tampaknya Fernandinho juga tak akan pernah kembali lagi ke posisinya semula.

Tak banyak yang tahu betapa besar peran Fernandinho selama ini. Di lapangan penampilannya tampak seperti biasa-biasa saja. Namun kalau kita melihat statistik, maka kita akan terkedjoet! 

Fernandinho adalah jantung dari permainan City. Ia menghubungkan area belakang, tengah dan depan City. Ia orang pertama yang memulai serangan, dan ia pula orang pertama yang memutus serangan lawan. Peran Fernandinho ini mirip seperti peran Ngolo Kante di timnas Perancis, Leicester dulu, maupun ketika ia pertama kali datang ke Chelsea.

Peran yang dimainkan Fernandinho memang membuatnya tak nampak menonjol, tertutup oleh penampilan bintang-bintang City lainnya. Sulit memang menilai penampilan Fernandinho secara kasat mata. Tapi statistik mencatatkan kalau ia berlari hampir dua kali lipat dari pemain lainnya. Melakukan lebih banyak tekel, bloking daripada pemain belakang, dan melakukan lebih banyak umpan kunci dan terobosan daripada gelandang serang seperti David Silva atau de Bruyne.

Akan tetapi Fernandinho tidak dapat melawan alam. Dia semakin menua, dan musim ini akan menjadi penampilan terakhirnya bersama City.

Pep memang sangat merindukan sosok Fernandinho yang dulu...

Salam sepak bola


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun