Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikmati Jakarta Sepanjang Sabtu nan Indah

4 November 2019   11:58 Diperbarui: 4 November 2019   12:21 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama sang juragan, Butet Kertaredjasa (dok pri)

Sabtu dini hari itu aku dikejutkan oleh sebuah notifikasi di layar gawai yang mengabarkan kalau Menkeu Sri Mulyani dan para petinggi Depkeu beramai-ramai menonton pertunjukan Indonesia Kita ke-34 di TIM (Taman Ismail Marzuki) pada Jumat malam, 1 Nopember 2019 kemarin.

Aku terkejut. Pastilah pertunjukan ini sangat spesial, sehingga membuat para petinggi Depkeu yang "sangat serius" itu rela menyambangi "tempat santai" seperti TIM ini.

Pergelaran Indonesia Kita ke-34 ini sendiri digelar pada tanggal 1 dan 2 Nopember 2019 pukul 20.00 malam hari, dengan ekstra pertunjukan sekali pada pukul 14.00 siang, pada hari terakhir, 2 Nopember 2019.

Berkat kemajuan teknologi, transaksi gelap pada dini hari itu pun berlangsung mulus.

Dua lembar tiket (lebih tepatnya dua bentuk bar-code) kemudian masuk ke layar gawai, untuk kemudian berpindah tempat dengan saldo rekening yang terdebet!

Sebelum tidur, aku sempat kepikiran. Sejak kapan ya ibu Sri Mulyani mulai menyukai pentas pertunjukan seni? Aha, aku kemudian menemukan jawabannya.

Judul pertunjukan ini memang sangat mengundang selera, yakni "Pemburu Utang"

Mungkin ibu Sri Mulyani berpikir kalau Butet Kartaredjasa ini akan memberi sedikit bocoran mengenai horang-horang kaya Indonesia yang ngemplang pajak lalu menyembunyikan harta mereka itu di teater milik Butet Kartaredjasa sendiri, hahahaha...

Sebelum menutup mata dalam tidur, aku hakul yakin kalau ibu Sri Mulyani pasti akan kecewa karena tidak mendapat apa yang diharapkannya itu. Tapi setidaknya beliau akan dapat menikmati bagaimana orang seni mengekspresikan kegundahan hati mereka itu. Bukan dengan cara berdemo ke jalan atau aksi anarki dan vandalisme, tetapi justru dengan cara mentertawakan kegundahan, bahkan nasib mereka itu sendiri dengan cara yang unik.

Pergelaran lakon Pemburu Utang, sumber : https://img-o.okeinfo.net/content/2019/11/02/33/2124904/ada-menkeu-sri-mulyani-di-pentas-indonesia-kita-kGemkEit7o.jpg
Pergelaran lakon Pemburu Utang, sumber : https://img-o.okeinfo.net/content/2019/11/02/33/2124904/ada-menkeu-sri-mulyani-di-pentas-indonesia-kita-kGemkEit7o.jpg
Sebuah notifikasi dari panitia pertunjukan lewat email menjelaskan bahwa situasi di seputaran jalan Cikini Raya kurang kondusif akibat "pornoaksi" gabener yang mengobrak-abrik trotoar dan jalan Raya Cikini. Jadi penonton dianjurkan naik angkutan umum saja, atau datang lebih awal.

Agustus lalu, saya mendapat pengalaman buruk ketika berkunjung kemari. Apalagi ketika itu Jakarta dilanda blackout akibat listrik padam. Jadi solusinya, saya akan datang lebih awal saja.

Sabtu pagi itu lalu lintas Jakarta ternyata lancar jaya, berpadu dengan terik mentari dan udara yang sumuk. Arloji di tangan menunjukkan pukul 11.10 ketika berada di Kawasan Gondangdia. "Waduh kecepatan nih" bisikku dalam hati. Padahal pertunjukan dimulai pukul 14.00. Itu pun kalau tidak delay, yang sepertinya sudah menjadi tradisi wajib di negeri tercinta ini.

Tiba-tiba kepikiran untuk menikmati bakmi Gondangdia yang tersohor itu. Ketika sidjantoeng hati setuju, maka kamipun singgah sejenak.

Entah sudah berapa tahun aku tidak berkunjung kemari. Kini tempatnya lebih rapi dengan berpendingin udara. Bagi sebagian warga Jakarta, pastilah punya memori dengan bakmi Gondangdia ini. Bakminya memang lumayan enak dan terutama daging ayam jamurnya. Apalagi lidahku selama ini sudah terbiasa dengan rasa bakmi GM.

Menu Mie Ayam Gondangdia, sumber : https://b.zmtcdn.com/data/menus/555/7423555/dbccbf48548eb0d05262f599f5ed740.jpg
Menu Mie Ayam Gondangdia, sumber : https://b.zmtcdn.com/data/menus/555/7423555/dbccbf48548eb0d05262f599f5ed740.jpg
Waktu menunjukkan pukul 12.00 ketika memasuki TIM, dan ternyata cukup susah juga untuk mencari tempat parkir. Tempat pertunjukan sendiri masih sepi dari pengunjung, sehingga kami lebih leluasa untuk melihat-lihat, dan tentu saja berswafoto.

Tiba-tiba terlihat om Butet melengos sambil menarik sigaretnya. Daripada bengong, akhirnya aku berbasa-basi sejenak dengan beliau, sambil tak lupa berswafoto tentunya.

Penulis bersama sang juragan, Butet Kertaredjasa (dok pri)
Penulis bersama sang juragan, Butet Kertaredjasa (dok pri)
Pukul 14.20 waktu TIM, Butet Kartaredjasa kemudian membuka "Ibadah Kebudayaan" ini dengan kata sambutan lewat ciri khasnya yang penuh satire itu. "Umat Kebudayaan" lalu bertepuk tangan. Lampu dimatikan, ruangan menjadi gelap. Saya lalu meremas jemari tangan sidjantoeng hati dan pertunjukan pun dimulai.

Inti ceritanya sendiri berkisah tentang suatu negara yang mempunyai utang sangat banyak hingga nyaris bangkrut. Rakyat lalu diwajibkan menanggung beban utang tersebut dengan cara memberikan harta mereka kepada petugas negara.

Walhasil seluruh rakyat memilih untuk menjadi miskin bahkan menjadi pengemis agar tidak ditagih kewajiban membayar utang negara.

Karena semua ingin terlihat miskin, maka barang-barang mewah yang sebelumnya menjadi status sosial orang kaya, menjadi tidak berarti. Yang dicari justru barang-barang yang buruk, jelek dan rombeng. Akhirnya kemiskinan pun menjadi trend, mode dan lifestyle. Kepura-puraan dan kemunafikan pun mendominasi kehidupan masyarakat. Rakyat pun menyusul status negaranya menjadi bangkroet pula.

Tapi petugas negara tidak mau kalah. Kewajiban tetaplah kewajiban. Kalau mereka sekarang tidak punya uang, maka mereka dianggap berutang kepada negara, dan utang tersebut kelak harus dibayar dengan cara apapun.

Oleh karena itu, dibentuklah "Densus" Pemburu Utang yang bertugas untuk menyita apapun barang berharga milik rakyat yang masih tersisa.

Lazimnya di negeri ini, justru petugas Pemburu Utang itulah yang kemudian melakukan korupsi untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi tampaknya sudah menjadi menjadi ketrampilan umat manusia lintas zaman, lintas generasi, lintas etnis dan seterusnya.

Tahun 2017 lalu, di Riau, ada kasus korupsi dana "Pembuatan Patung Anti Korupsi."

Sebelumnya ada juga kasus korupsi "Pengadaan Al-Quran" dan "Dana Haji" di Kementerian Agama, yang melibatkan Menteri Agama waktu itu.

Bangsa kita ternyata tidak hanya fasih merayakan kemunafikan, tetapi telah menjadikan kemunafikan sebagai "falsafah hidup"- lahir ke dunia hanya untuk menjadi kaum munafik.

01 dan 02 yang dulu berseteru, kini bisa bergandengan tangan, Cinta pun bisa datang dan pergi, tapi korupsi senantiasa abadi. Keserakahan adalah akar dari korupsi. Selama keserakahan masih ada, maka korupsi akan tetap merajalela.

Dari mana datangnya lintah? Dari sawah turun ke kali

Dari mana datangnya aibon? Gara-gara dipakai James Bon

Lho koq gak nyambung?

Yup, korupsi itu memang gak perlu harus nyambung, yang penting jangan ketahuan!

kalau tidak ketahuan maka akan disebut kebijakan, kalau ketahuan barulah disebut korupsi!

***

Lakon Pemburu Utang ini menjadi lakon penutup tahun 2019 bagi Indonesia kita yang digawangi oleh trio Butet Kartaredjasa, Agus Noor dan Djaduk Ferianto ini.

Kehadiran Cak Lontong yang selalu menjadi superstar di setiap pertunjukannya menjadi hiburan tersendiri bagi penonton.

Ada juga Inaya Wahid putri Presiden RI ke-4 ini yang bermain apik dengan humor segarnya yang berkualitas. Ibu Sinta Nuriyah juga hadir bersama penonton lain untuk mendukung penampilan putri bungsunya tersebut.

Bintang lainnya adalah Akbar, Marwoto, Wisben Antoro, Joned, Mucle Katulistiwa, Sruti Respati, Endah Laras, Encik Khrisna, Yu Ningsih, Kiki Narendra, Odon Saridon dan Heny Janawati.

Para pemain-pemain ini bermain apik sekali, lancar tanpa tersendat. Padahal ini adalah pertunjukan langsung yang tidak bisa diulang kalau terjadi kesalahan, seperti di film misalnya.

Salut buat mereka ini karena mereka harus bisa menghapal dialog sebegitu banyaknya. Fisik juga pasti terkuras mengingat pada Sabtu ini ada dua pertunjukan.

Tapi yang jelas penonton sangat puas dengan pertunjukan ini. Saya juga. Rasanya sudah lama sekali tidak tertawa selepas ini. Tertawa itu memang bisa membuat bahagia.

Gak percaya? Tanya saja sama Cak Lontong...

Waktu menunjukkan pukul 18.00 ketika melintasi Kawasan Sudirman. Seketika teringat akan nama M Bloc space, sebuah tempat kuliner baru di kawasan blok M, tepatnya di bekas perumahan Peruri. Beberapa kali mendengar nama ini dari teman, tapi belum pernah kesana. Inilah waktunya untuk menjajal tempat kuliner baru ini.

Tempat parkir memang rada susah. Lumayan jauh berjalan kaki, karena saya parkir tak jauh dari terminal transjakarta Blok M. Gak kebayang kalau hujan turun, tempat ini pasti akan sepi.

Paling enak itu memang naik grab atau taksi, gak perlu repot mikirin parkir.

Malam minggu tempat ini ramai sekali dikunjungi anak muda yang berswafoto pada spot-spot yang memang instagramable.

Setelah puas berkeliling, kami akhirnya memutuskan untuk menjajal resto yang paling ujung, karena cuma disitu yang masih ada meja kosong. Kalau tak salah namanya Rumah Lestari.

Tempatnya memang sempit, tapi makanannya lumayan enak dan cepat datangnya. Tapi suasananya lumayan berisik, khas anak muda.

Waktu menunjukkan pukul 20.15 ketika sesosok anak muda datang sambil menenteng sebuah gitar listrik, lalu meletakkannya di pojokan di samping drum. Resto kecil ini memang dilengkapi dengan seperangkat alat band yang menayangkan live music.

Kami lalu buru-buru pergi. Saya tidak bisa membayangkan kalau anak-anak muda itu akan memainkan lagu Heavy metal di tempat sesempit ini. Gitar akustik atau sebuah piano rasanya lebih pas untuk tempat sekecil ini. Tapi saya sangat suka dengan makanannya, terutama dengkul dombanya.

m bloc space di Kawasan Blok M, sumber : https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/wEAzeE2P4zIL1IPCEn326Ag2M7Q=/1231x710/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2938981/original/079677900_1571055073-20191014-Blok-M-1.jpg
m bloc space di Kawasan Blok M, sumber : https://cdn0-production-images-kly.akamaized.net/wEAzeE2P4zIL1IPCEn326Ag2M7Q=/1231x710/smart/filters:quality(75):strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2938981/original/079677900_1571055073-20191014-Blok-M-1.jpg
Sehabis mandi, badan yang tadinya lelah kini segar kembali. Waktu menunjukkan pukul 22.15 ketika saya kemudian tersadar kalau masih ada sebuah "Ibadah budaya" lagi yang harus saya lakoni "sendirian."

Tapi aku sedikit malu untuk melakukannya, mengingat ini adalah saat we-time, untuk me-review kegiatan sepanjang hari ini. Apalagi ada tiga momen penting untuk diriview. Mie Ayam Gondangdia, Cak Lontong dan M Bloc space.

"Liverpool atau Lear Madrid?" kata sidjantoeng hati menggodaku.

Liverpool kataku lirih.

"Ok, nite sayang, ada kopi dan cemilan tuh diatas meja."

"Horeee....hidup Liverpool! Hidup Persela Lamongan, Hidup penikmat sepakbola!"

YNWA! (You Never Walk Alone)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun