Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikmati Jakarta Sepanjang Sabtu nan Indah

4 November 2019   11:58 Diperbarui: 4 November 2019   12:21 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu pagi itu lalu lintas Jakarta ternyata lancar jaya, berpadu dengan terik mentari dan udara yang sumuk. Arloji di tangan menunjukkan pukul 11.10 ketika berada di Kawasan Gondangdia. "Waduh kecepatan nih" bisikku dalam hati. Padahal pertunjukan dimulai pukul 14.00. Itu pun kalau tidak delay, yang sepertinya sudah menjadi tradisi wajib di negeri tercinta ini.

Tiba-tiba kepikiran untuk menikmati bakmi Gondangdia yang tersohor itu. Ketika sidjantoeng hati setuju, maka kamipun singgah sejenak.

Entah sudah berapa tahun aku tidak berkunjung kemari. Kini tempatnya lebih rapi dengan berpendingin udara. Bagi sebagian warga Jakarta, pastilah punya memori dengan bakmi Gondangdia ini. Bakminya memang lumayan enak dan terutama daging ayam jamurnya. Apalagi lidahku selama ini sudah terbiasa dengan rasa bakmi GM.

Menu Mie Ayam Gondangdia, sumber : https://b.zmtcdn.com/data/menus/555/7423555/dbccbf48548eb0d05262f599f5ed740.jpg
Menu Mie Ayam Gondangdia, sumber : https://b.zmtcdn.com/data/menus/555/7423555/dbccbf48548eb0d05262f599f5ed740.jpg
Waktu menunjukkan pukul 12.00 ketika memasuki TIM, dan ternyata cukup susah juga untuk mencari tempat parkir. Tempat pertunjukan sendiri masih sepi dari pengunjung, sehingga kami lebih leluasa untuk melihat-lihat, dan tentu saja berswafoto.

Tiba-tiba terlihat om Butet melengos sambil menarik sigaretnya. Daripada bengong, akhirnya aku berbasa-basi sejenak dengan beliau, sambil tak lupa berswafoto tentunya.

Penulis bersama sang juragan, Butet Kertaredjasa (dok pri)
Penulis bersama sang juragan, Butet Kertaredjasa (dok pri)
Pukul 14.20 waktu TIM, Butet Kartaredjasa kemudian membuka "Ibadah Kebudayaan" ini dengan kata sambutan lewat ciri khasnya yang penuh satire itu. "Umat Kebudayaan" lalu bertepuk tangan. Lampu dimatikan, ruangan menjadi gelap. Saya lalu meremas jemari tangan sidjantoeng hati dan pertunjukan pun dimulai.

Inti ceritanya sendiri berkisah tentang suatu negara yang mempunyai utang sangat banyak hingga nyaris bangkrut. Rakyat lalu diwajibkan menanggung beban utang tersebut dengan cara memberikan harta mereka kepada petugas negara.

Walhasil seluruh rakyat memilih untuk menjadi miskin bahkan menjadi pengemis agar tidak ditagih kewajiban membayar utang negara.

Karena semua ingin terlihat miskin, maka barang-barang mewah yang sebelumnya menjadi status sosial orang kaya, menjadi tidak berarti. Yang dicari justru barang-barang yang buruk, jelek dan rombeng. Akhirnya kemiskinan pun menjadi trend, mode dan lifestyle. Kepura-puraan dan kemunafikan pun mendominasi kehidupan masyarakat. Rakyat pun menyusul status negaranya menjadi bangkroet pula.

Tapi petugas negara tidak mau kalah. Kewajiban tetaplah kewajiban. Kalau mereka sekarang tidak punya uang, maka mereka dianggap berutang kepada negara, dan utang tersebut kelak harus dibayar dengan cara apapun.

Oleh karena itu, dibentuklah "Densus" Pemburu Utang yang bertugas untuk menyita apapun barang berharga milik rakyat yang masih tersisa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun