Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kabinet Jilid II Jokowi dan Tantangan di Masa Depan

16 Agustus 2019   18:30 Diperbarui: 16 Agustus 2019   18:40 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jokowi dalam pidato kenegaraan, sumber : Liputan6.com

Bertempat di Istana Presiden, Jakarta, Presiden Jokowi memberi sediit bocoran mengenai susunan kabinet Jilid II nanti. Akan ada kementerian baru, bernama Kementerian Investasi, dimana BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) akan menjadi salah satu portofolio dalam kementerian tersebut. Menurut Jokowi, penyusunan nomenklatur kementerian yang berjumlah 34 kementerian ini sudah selesai dilakukan, dan siap untuk diumumkan.

Selain itu, Jokowi juga mengabarkan bahwa pada periode kedua pemerintahannya nanti, Kementerian Luar Negeri akan mendapat tugas tambahan untuk mengurusi perdagangan luar negeri. Sebagai tambahan, menurut Jokowi komposisi kementerian ini 55 persen akan diisi oleh kalangan profesional dan 45 persen sisanya diisi oleh kader partai politik. Secara implisit Jokowi juga memberitahukan bahwa porsi 45 persen jatah parpol itu hanya berasal dari koalisi 10 parpol pendukung pasangan Jokowi-Ma'ruf selama ini.

Artinya kader dari PAN, Demokrat, PKS dan Gerindra akan absen dalam kabinet jilid II Jokowi-Ma'ruf. Sekalipun begitu, Demokrat dan PAN menegaskan bahwa mereka akan tetap berkomitmen mendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf

Melihat komposisi kabinet ini, walaupun masih terlalu dini (karena nama-nama menteri belum diumumkan) tetapi dalam opini penulis, jatah parpol sebesar 45 persen itu terlalu besar proporsinya. Apalagi kalau kita melihat ke belakang (pada kabinet jilid I Jokowi-JK) banyak dari menteri titipan itu harus "ditendang" karena tidak cakap.

Belum lagi kalau belajar dari kabinet SBY-Budiono, SBY-JK, hingga era Gus Dur-Megawati, dimana sebagian dari menteri titipan itu ternyata adalah koruptor.

Berkaca dari pengalaman buruk tersebut, sebenarnya jatah menteri dari parpol itu cukup hanya 30 persen saja. Dan sebaiknya mereka ini jangan ditempatkan pada departemen "basah" agar tidak terpeleset nantinya.

Walaupun presiden itu dipilih secara langsung oleh rakyat lewat mekanisme pemilu yang sah, tetapi kuatnya belenggu sistim politik nasional, benar-benar membuat presiden tak berdaya untuk membentuk zaken kabinet (kabinet yang benar-benar 100 persen murni diisi kalangan profesional yang sesuai dengan keinginan presiden)

Akibatnya kebijakan presiden tidak bisa diimplementasikan dengan baik oleh para menterinya sendiri. Sebagian dari menteri itu bahkan gagal paham untuk memahami apa yang dikatakan bapak presiden dibalik senyum khasnya itu.

Misalnya saja, sering terjadi, Jokowi mengeluarkan sebuah deskresi (kebijakan) untuk memperpendek rantai birokrasi, terutama dalam hal perizinan. Si investor tadinya sudah senang karena merasa urusannya kini akan lebih cepat. 

Eh, tidak tahunya urusannya tetap saja panjang dan lama, karena bawahan Jokowi tadi tetap saja mengikuti prosedur yang ada. Ternyata si bawahan gagal paham dengan arti sebuah "deskresi" karena merasa birokrasi itu diciptakan agar urusan yang seharusnya cepat bisa lamaan selesainya...

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun