Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Misteri Perebutan Kursi Ketua MPR

14 Agustus 2019   19:35 Diperbarui: 14 Agustus 2019   20:01 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilpres dan Pileg yang begitu melelahkan itu usai sudah, dan aktivitas masyarakat pun sudah kembali normal seperti biasanya. Akan tetapi hal itu ternyata tidak berlaku bagi para politisi. Sepertinya para politisi ini tidak pernah bosan ataupun lelah untuk "bertempur" atas nama demokrasi demi syahwat politik mereka itu.

Pertempuran terkini bagi parpol tentu saja dalam hal perebutan kursi Ketua MPR. Kalau di DPR, jabatan ketua otomatis akan menjadi milik partai pemenang Pemilu.

Namun hal itu tidak berlaku di MPR. Di sini tidak ada istilah parpol gede ataupun parpol gurem seperti PPP misalnya, sebab hampir semua parpol tidak sungkan menunjukkan syahwat untuk menduduki kursi ketua MPR yang sangat empuk tersebut!

Golkar menjadi parpol pertama yang menunjukkan keseriusannya untuk menduduki kursi ketua MPR ini. Sejak awal Golkar pun sudah melakukan pendekatan kepada parpol-parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. 

Hal ini terasa wajar, sebab Golkar adalah parpol dengan suara terbesar kedua setelah PDIP. Apalagi PDIP sebagai parpol pemenang sudah mengambil jatah kursi Ketua DPR, yang sepertinya akan diduduki oleh Puan Maharani. Bahkan bagi Golkar sendiri, posisi ketua MPR ini lebih penting daripada jatah kursi menteri.

Awalnya, langkah Golkar ini sepertinya akan berjalan mulus. Namun semuanya berubah ketika Kongres PDIP V berlangsung di Bali, dimana sebuah kode keras dari Megawati perihal PDIP minta jatah tambahan kursi menteri membuat ketum parpol-parpol ini berubah pikiran.

Apalagi Gerindra juga tampaknya akan masuk koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin. Otomatis jatah menteri akan berkurang, ataupun sirna sama sekali, terutama bagi partai-partai gurem.

"Tak ada rotan akar pun jadi", demikianlah mungkin dalam pikiran para politisi itu. Sudah terbayang dalam pikiran betapa enaknya fasilitas yang didapat oleh pimpinan MPR itu. Mobil mewah berpelat "RI" sama seperti yang dinaiki presiden. 

Rumah mewah plus fasilitas kelas satu lainnya. Naik pesawat duduknya di kelas bisnis, gak pake bayar pula! Posisi pimpinan MPR itu memang sangat enak, apalagi kerjanya minimalis alias makan gaji buta saja!

Pimpinan MPR sendiri terdiri dari lima orang, satu ketua dan empat wakil ketua. Satu wakil ketua berasal dari DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dan tiga wakil ketua dari DPR.

Saat ini jabatan ketua MPR diduduki oleh Zulkifli Hasan (Ketum PAN) Beliau ini pun tampaknya masih belum bosan juga menjadi salah satu pimpinan MPR periode mendatang.

Pada Pileg kemarin PAN hanya memperoleh 44 kursi (urutan ke-7) Mengingat jatah pimpinan MPR itu hanya untuk 4 parpol saja, maka bisa dipastikan kalau Ketum PAN itu tidak akan bisa mencicipi enaknya kursi empuk pimpinan MPR periode mendatang. 

Akan tetapi mereka ini tidak kehilangan akal. PAN kemudian mengusulkan penambahan kursi pimpinan MPR menjadi sepuluh kursi! Dengan demikian semua parpol akan terwakili. Artinya sama seperti sekarang ini, Ketum Parpol itu merangkap pimpinan MPR juga, kan aseeek...

Sebelumnya Demokrat pun sudah melakukan lobi khusus, sembari mengingatkan PDIP akan jasa SBY dulu ketika berkuasa.

Ketika itu Demokrat memberikan jabatan Ketua MPR kepada PDIP (Taufik Kiemas) Jadi Demokrat berharap agar PDIP tidak melupakan hal tersebut.

Ditempat terpisah Ketum PKB, Cak Imin (Muhaimin Iskandar) sejak awal juga sudah mengincar posisi Ketua MPR.

PKB sendiri optimis Cak Imin ini bisa menjembatani kepentingan semua kelompok dan golongan masyarakat tanah air.

Cak Imin juga sudah bergerak cepat untuk memperoleh dukungan dari berbagai pihak.

Walaupun kalah dalam perhelatan Pilpres kemarin, tapi hal itu tidak mengurangi hasrat Gerindra untuk mengincar posisi Ketua MPR.

Apalagi Gerindra cukup cerdik dengan mengaitkan hal tersebut sebagai bagian dari rekonsiliasi Jokowi-Prabowo. Tampaknya PDIP juga berdiri di belakang Gerindra.

Ramainya minat dari petinggi parpol untuk memperebutkan posisi Ketua MPR ini tak ayal membuat Golkar kelimpungan, karena sedari awal mereka sudah yakin kalau jatah kursi Ketua MPR ini akan jatuh ketangan mereka. Kini Golkar terpaksa melakukan lobi-lobi khusus agar PDIP dan Gerindra mau mendukung Golkar untuk menjadi Ketua MPR.

Lalu bagaimana sikap PDIP sendiri?

Tampaknya Megawati memang sengaja membiarkan perebutan posisi pimpinan MPR ini menjadi bola liar, karena ia membiarkan parpol oposisi seperti Gerindra, Demokrat dan PAN ikut meramaikan bursa pemilihan pimpinan MPR ini.

Namun pada saat yang tepat nantinya, ia pasti akan langsung mengunci posisi Ketua MPR ini sesuai dengan kebutuhan politiknya.

Hal ini terkait dengan wacana amandemen secara terbatas terhadap UUD terkait GBHN (Garis Besar Haluan Negara) yang akan dihidupkan kembali. Artinya GBHN akan dipakai sebagai Masterplan pembangunan nasional sama seperti era Suharto dulu, walaupun mungkin dengan beberapa modifikasi. Artinya walaupun pemerintahan berganti, kebijakan pembangunan nasional tetap akan berjalan sesuai dengan GBHN.

Sekilas tampaknya seperti wacana biasa saja, akan tetapi keseriusan wacana ini akan dapat kita lihat nanti pada saat sidang umum MPR untuk menentukan pimpinan MPR.

Ketika nantinya Ketua MPR berasal dari PDIP, apalagi Megawati sendiri, maka yakinlah bahwa Megawati memang berencana untuk menyatukan seluruh kekuatan politik seperti Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR dalam satu paket utuh, tentu untuk memudahkan jalannya pemerintahan.

Sepintas Jokowi pasti akan senang dengan konsolidasi kekuatan ini, tetapi sebenarnya tidak! Dengan bangkitnya kembali kekuatan MPR ini, maka kontrol kekuasaan presiden kini berada ditangan MPR, sebab hanya MPR saja yang bisa mengangkat dan memberhentikan seorang presiden. 

Bukan itu saja, jabatan seorang presiden pun bisa diperpendek atau diperpanjang MPR (tentunya lewat amandemen UUD) Pantesan Jokowi tidak suka dengan wacana pengembalian kekuatan MPR ini...

Jadi kita tunggu saja nanti tanggal mainnya.

Kalau posisi Ketua MPR nantinya berasal dari PDIP, maka wacana itu besar kemungkinan akan menjadi kenyataan.

Akan tetapi kalau Ketua MPR nantinya berasal dari partai gurem, maka nyatalah bahwa wacana revisi UUD itu hanya sebatas wacana saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun