Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Hadiah Natal buat Ester (Bagian 1)

23 Desember 2017   17:25 Diperbarui: 24 Desember 2017   02:16 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rintik hujan turun menemani dinginnya malam di bulan Desember. Sesosok tubuh berjalan dengan terburu-buru lalu mendekati sebuah rumah tua dengan halaman yang cukup luas. Sejenak dia ragu, lalu dengan perlahan dia membuka pintu gerbang rumah itu. Sosok tubuh itu memakai kerudung hitam yang menutupi wajahnya, dengan menggendong seorang bayi. 

Sejenak dia menatap kedalam rumah melalui kaca yang terdapat pada pintu depan. Tidak ada seorang pun yang terlihat. Oh, ternyata ada seorang bocah kecil yang berdiri terpaku menatap gemerlap lampu kelap-kelip dari sebuah pohon natal.

Tiba-tiba mata mereka beradu pandang. Bocah itu terkejut lalu menjerit. Sosok tubuh dibalik pintu kaca itu juga terkejut. Sosok itu segera meletakkan keranjang yang berada ditangan kirinya itu persis di depan pintu depan rumah, lalu meloloskan kain gendongnya. Dengan berurai air mata, dia lalu mencium bayi yang digendongnya tadi, dan meletakkannya diatas keranjang itu. Dengan air mata yang terus bercucuran dipipinya, sosok tubuh tadi segera menghilang dikegelapan malam dibarengi jeritan tangisan bayi yang kedinginan itu...

***

Hari minggu sore itu tampak banyak anak-anak berbaris rapi di dalam rumah. Mereka tampak bersih dibalik baju terbaik yang mereka kenakan. Bayi yang dulu ditinggal didepan pintu rumah itu kini mulai beranjak remaja, bernama Ester. Rumah tua itu juga masih tetap seperti dulu, adalah sebuah panti asuhan bernama Makhpela. Lebih dari separuh anak-anak itu mempunyai perjalanan hidup yang sama, ditinggal orangtuanya di depan pintu panti asuhan, di pinggiran kota kecil itu.

Tamu yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Mereka adalah para orangtua asuh yang akan mengadopsi anak-anak itu untuk menjadi anak mereka. Tiga jam kemudian, tamu-tamu itu akhirnya meninggalkan panti asuhan Makhpela dengan membawa enam orang anak. Ester kemudian duduk termangu sambil memegang permen yang diberikan tamu tadi. Sudah puluhan kali orang datang ke panti asuhan, tetapi tidak ada yang mau mengadopsinya. Kini dia pasrah. Kaki kirinya memang cacat bawaan lahir. Anak-anak suka memanggilnya, si pengkor...

Tapi Ester tidak sendirian yang cacat. Ada Maria yang penglihatannya hanya sebelah. Ada Lukas yang pengkor juga. Ada juga Petrus yang hidungnya pesek sekali, sehingga kalau dia tidur, anak-anak yang lain suka meletakkan jari mereka di depan lubang hidung Petrus, untuk memastikan bahwa Petrus memang masih bernafas...

Ada juga ibu Sulastri, pemimpin panti, yang katanya diletakkan orangtuanya lima puluh tahun yang lalu di depan pintu panti. Selain "belum mendapatkan orang tua," ibu Sulastri juga belum mendapat jodoh. Padahal selain fisiknya sempurna, ibu Sulastri ini juga tergolong cantik...

Tapi perjalanan hidup manusia memang diatur oleh Tuhan. Setahun kemudian Ester mendapatkan orang tua yang sangat mengasihinya. Kaki kirinya kemudian dioperasi. Setelah sembuh, Ester kemudian menemukan sebuah hobby baru, jogging dan berlari sprint! Dua tahun kemudian Ester pindah ke Belanda mengikuti orangtuanya yang bertugas disana. Sejak itu Ester kehilangan komunikasi dengan warga panti asuhan Makhpela.

***

Dua puluh tujuh tahun kemudian berlalu sejak bayi kecil bernama Ester itu ditinggal di depan pintu panti asuhan. Kini bayi kecil tadi sudah menjelma menjadi seorang perempuan cantik, pintar dan sukses. Setahun lalu Ester dan mamanya kembali ke Jakarta setelah papanya meninggal dalam sebuah kecelakaan di Amsterdam, Belanda. Mamanya juga sudah lama menderita kanker Leukemia dan ingin menghabiskan masa hidupnya di Jakarta. Tak lama kemudian mamanya pergi menyusul papanya. Kepergian kedua orang tuanya itu sangat memukul perasaan Ester.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun