Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Heart of The E-KTP"

20 November 2017   17:22 Diperbarui: 20 November 2017   17:26 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : ShowBiz - Liputan6.com

Sepandai-pandainya tupai melompat pasti jatuh juga...

 

Setelah melalui drama yang menegangkan, perburuan Papa kemudian terhenti di sebuah tiang listrik di kawasan Permata Hijau. Ternyata "sinetron bakpao mencuri infus" garapan sang sutradara itu belum cukup sakti untuk membuat Papa bisa berleha-leha di rumah sakit. Setelah melalui pemeriksaan kesehatan yang akurat di RSCM (Rumah Sakit Cipto mangunkusumo) Papa akhirnya dinyatakan cukup sehat untuk menginap di Rutan (Rumah tahanan) KPK...

Urusan tiang listrik dan bakpao ini memang banyak mendapat perhatian dari netizen yang begitu kreatif membuat meme-meme lucu. Berkaca pada urusan bakpao ini, kita akhirnya menjadi sadar. Kalau sakit ya katakan sakit, kalau sehat jangan katakan sakit! Ternyata Papa tidak sakit, dan juga bukan penggemar berat bakpao! Yang "sakit" itu ternyata orang lain yang tidak bisa membedakan bakpao dengan kacang tojin....

Kini Papa sudah mendekam di rutan KPK tanpa "sibakpao" mampu berbuat apa-apa. Lantas untuk apa usaha sia-sia selama ini? Selain mubazir dan menghinakan diri sendiri, juga hanya menambah persoalan saja! Seandainya Papa kooperatif dengan KPK sejak dari semula, tentu persoalannya akan menjadi lain. Yang salah tentu saja tidak akan menjadi benar, dan sebaliknya yang benar tentu saja tidak akan dipersalahkan. Tetapi, memberitahukan yang salah adalah satu tindakan yang benar...

***

"Perseteruan" antara Papa dengan KPK ini memang sudah berlangsung lama, dimana Papa sudah beberapa kali diperiksa KPK sebagai saksi. Secara tersirat banyak masyarakat yang menilai bahwa hanya masalah waktu saja bagi Papa untuk mengenakan rompi oranye KPK. Namun KPK sepertinya belum mampu untuk membawa Papa ke Rutan KPK. Lalu rumor beredar, orang sakti tersebut memang benar-benar imun dari hukum.... kecuali hukum karma!

Kasus e-KTP menjadi momen yang tepat bagi KPK untuk mengejar Papa. Kali ini target sudah dipatok dan tak boleh gagal lagi. Biasanya Papa itu selalu kooperatif terhadap panggilan KPK. Namun kali ini situasinya berbeda. e-KTP adalah "korupsi mega proyek berjamaah." Kali ini "anak-anak sangat bergantung kepada Papa!" Kalau Papa tergelincir, maka dia akan menyeret banyak anak-anak yang lain. Mulai dari yang "kecipratan sedikit, hingga yang basah beneran diguyur blangko e-KTP!" Lalu Hak angket KPK pun digelindingkan...

Kini posisi KPK yang terjepit! Kalau biasanya KPK yang memanggil orang, kini gantian KPK yang dipanggil ke Senayan. Mereka bahkan diancam bekerja tanpa digaji, karena anggarannya mau disunat atau tidak disetujui. Belum selesai dengan Pansus, kini Densus Tipikor (tandingan KPK) kabarnya sudah "hamil" pula. Lalu si-Brisik berteriak dari kandang onta, "Siapa bidannya...?" Ternyata Pakde tidak setuju! Lalu Densus Tipikor bersama bidannya itu pun raib tak tahu rimbanya lagi...

Seperti halnya pertarungan gaya bebas UFC (Ultimate Fighting Championship) KPK yang tadinya sudah terjepit itu, kini berbalik menjepit lawannya. Anak-anak nakal yang biasanya gaduh dan banyak bacot itu, kini berubah menjadi anak pendiam dan pemalu. Sebaliknya, Papa yang biasanya pendiam itu kini berbalik, dan mulai membuat kegaduhan pula. Namun, "sebuah hook keras ke rahang, membuat Papa menabrak tiang listrik, lalu terjungkal sambil memakan bakpao..."

***

Nasi sudah menjadi bubur, sementara Cak Lontong tidak akan sudi kalau bubur dibuatkan menjadi lontong! Tak ada gading yang tak retak dan tak ada gundul yang tak botak. Ini saat yang tepat bagi Papa untuk merenung dan introspeksi, karena hanya dia sendirilah yang bisa menolong dirinya saat ini. Kasus ini memang tidak hanya mengandung aspek hukum saja, tetapi juga kepentingan politik, sebab Papa juga adalah produk politik.

Sedari awal KPK memang tidak mau mundur untuk kasus ini, hal terkait kepada dua hal

Pertama, menyangkut citra KPK.

Walaupun berkali-kali diperiksa KPK, namun Papa ini selalu bisa lolos dari jeratan hukum. Sepertinya KPK tidak berdaya menghadapi orang yang disebut Trump sebagai orang kuat Indonesia itu. Lalu anggota DPR juga melecehkan, dengan menyebut OTT KPK hanya menyasar kelas recehan saja. Rencana pembentukan Densus Tipikor oleh Polisi juga semakin menyudutkan citra KPK. Bahkan waktu itu ada yang berniat mengumpulkan koin untuk membeli jamu kuat lelaki yang akan disumbangkan ke KPK...

Kini keadaan sudah berbalik. Hal ini berkat dukungan Presiden, Wakil Presiden dan tentu saja masyarakat luas dengan tagar #SaveKPK-nya. Bahkan papa sendiri pun tidak pernah menyangka kalau dia akan langsung mengenakan rompi oranye di malam yang gaduh itu. Apakah kini citra KPK sudah membaik? Tentu saja! Kini KPK sudah bisa bernafas lega. Mereka kini semakin ditakuti oleh PKI (Perhimpunan Koruptor Indonesia)

Kedua, untuk memaksimalkan pekerjaan KPK.

Tugas "anak-anak" hanyalah sebatas menggolkan proyek saja, dimulai dari proses penganggaran hingga ketuk palu. Dengan tetap menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah, peran Papa dalam e-KTP ini memang cukup spesifik. Ibarat "Yin dan Yang," Papa terlihat disemua lini, ada di dalam, ada juga di luar! Papa terlihat di parlemen, mengurus vendor, supplier dan juga di pemerintahan! Papa berperan seperti jantung, tempat awal dan akhiran dari seluruh kehidupan berada...

Kini Papa "sudah dalam dekapan." Dari sanalah cerita awal e-KTP ini dimulai, dan disitu pulalah akan berakhir. Situasi ini mirip-mirip dengan adegan film Titanic. Ketika itu Brock Lovett, seorang pemburu harta karun sedang berbincang dengan Rose, saksi hidup dari tenggelamnya Titanic. Lovett ingin mengetahui keberadaan kalung Heart of the Ocean yang dipakai Rose, yang konon katanya tenggelam bersama Titanic...

Brock Lovett adalah representasi dari penyidik KPK yang ingin mengetahui seutuhnya cerita dari Heart of thee-KTP ini. Dalam film Titanic penonton terkecoh, karena menyangka Heart of the Ocean memang tenggelam bersama Titanic. Bertahun-tahun Heart of the Ocean menghantui Rose, dan dia ingin menghapus kenangan itu. Kehadiran Rose di kapal ekspedisi itu justru untuk membuang Heart of the Ocean itu ketempat seharusnya dia berada. Ternyata selama ini kalung itu berada dalam tangan Rose....

Sama halnya seperti Rose, hanya Papa sendirilah yang tahu kisah lengkap Heart of thee-KTP ini. Akankah Papa bersikap seperti Rose? Nobody knows....

Salam hangat

Reinhard Freddy Hutabarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun