Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Gogon "Pressing" ala Klopp

14 September 2017   12:10 Diperbarui: 17 September 2017   17:42 4104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : KapanLagi.com

Seperti kita ketahui bersama, pada lanjutan EPL kemarin Manchester City akhirnya melumat Liverpool dengan skor amat telak 5-0!!! Kalah menang adalah hal biasa, karena sejak dari kecil saya juga sering menonton Liverpool kalah. Tapi inilah untuk pertama kalinya saya "menikmati The Reds dipermalukan" sampai 5-0!!!

Ketika babak kedua dimulai, saya berharap agar The Reds cukup kalah 2-0 saja. Karena jelas terlihat The Reds kalah segalanya, terutama dalam semangat juang dan organisasi permainan. Tetapi saya kemudian malu melihat permainan The Reds dan berharap agar skor menjadi 3-0 saja, karena skor itu terasa pas menjadi bahan evaluasi secara total. Akan tetapi Tuhan itu "sangat baik" dengan memberikan skor 5-0! Makjleb!!!

Artinya konsep gegen pressing ala Klopp selama ini memang harus dievaluasi ulang, lalu dibandingkan dengan gogon pressing ala Srimulat. Hal ini sangat diperlukan untuk mengetahui mana dari keduanya yang lebih menghibur fans/penonton...

***

Saya sudah menyukai Juergen Klopp ketika beliau ini masih melatih Dortmund yang bermain sangat energik untuk mengimbangi dominasi Munich di Bundesliga. Ketika Dortmund kalah di final Piala Champion 2013 dari Munich dan kemudian prestasi Dortmund melorot hebat di Bundesliga, saya tetap yakin Klopp adalah pelatih hebat. Akan tetapi untuk urusan adu taktik, saya membuat catatan khusus. Kelas Klopp ternyata masih di bawah Mou (pelatih hebat yang bisanya hanya meramu pemain-pemain hebat juga...)

Klopp kemudian datang ke Anfiled pada 8 Oktober 2015 dengan membawa "gegen pressing" semangat khas Nordrhein-Westfalen yang tak kalah dengan semangat Bavaria yang pantang meyerah. Saya suka Klopp datang pada Oktober bukan pada Juli, agar dia tidak terbeban pada masa awal kerjanya di Anfield. 9 bulan itu pasti sudah cukup untuk mengenalkan gegen pressing dan Klopp bisa memahami karakter dan respons anak asuhnya terhadap skema permainannya.

Musim 2015-2016 berlalu. Saya menyukai gaya permainan The Reds yang baru. Determinasi tinggi dengan pressing ketat lebih memikat dari gaya semi tiki-taka ala Brendan Rogers. Tapi ada satu hal penting. Sepak bola adalah permainan 90 menit plus, bukan 60 menit! Ternyata tidak ada pemain yang bisa memainkan gegen pressing secara konstan selama 90 menit tanpa terkena kram! Bukan itu saja, kini para pemain rawan cedera harmstring atau cedera lainnya bak pemain Arsenal arahan monsieur Wenger..

Gaya bermain Klopp sepertinya tidak ingin memanfaatkan jasa pemain bernomor 9 (striker murni) Klopp lebih suka memakai 3 gelandang serang/penyerang sayap. Atau seorang "striker false9" pada Coutinho/Firmino. Pertimbangannya adalah, ketika kehilangan bola dalam posisi menyerang, 3 gelandang ini bisa langsung menekan lewat gegen pressing justru di garis pertahanan lawan sendiri. 3 gelandang serang ini ditopang 3 gelandang bertahan yang berdiri sejajar plus 2 wingback yang rajin naik. Bermain dengan gaya begini, otomatis penguasaan bola mutlak ditangan anak asuh Klopp.

Beginilah pakem permainan The Reds ketika berhadapan dengan Chelsea, The Citizens, MU, Watford, Fullham maupun Persib Bandung! Satu lagi catatan saya, sepertinya Klopp tidak suka akan "plan A atau plan B!" padahal di lapangan semuanya bisa terjadi tanpa dapat diprediksi. Dan satu lagi, agama The Reds cuma satu, gegen pressing! Tidak perduli jumlah pemain tinggal 10 orang dan pemain lawan itu ternyata "ada 12" orang, gaya bermain The Reds akan tetap gegen pressing... Akhirnya kalau Klopp ketemu dengan pelatih-pelatih "licik" seperti Mou, maka dia kan menjadi makanan empuk mereka itu...

Tetapi bukan karena "licik" Pep "memakan" Klopp! Pep belajar banyak hal dari musim pertamanya yang babak belur itu. Tidak ada yang salah dengan The Citizens tahun lalu, kecuali lini belakangnya. Lalu Pep membelanjakan triliunan rupiah untuk lini belakangnya, dan kini hasilnya terlihat sangat nyata! Lini tengah dan depan tidak banyak berubah, tetapi kini semakin trengginas karena lini belakang yang justru dengan 3 orang bek tengah itu sangat solid. Pergerakan menggila Benjamin Mendy dan Kyle Walker dari sisi kiri dan kanan lapangan, juga membuat de Bruyne leluasa menggedor pertahanan The Reds.

***

Terlepas dari faktor bad-luck ataupun kesalahan para pemain, 3 pergantian pemain yang dilakukan Klopp telah menunjukkan kapasitasnya sebagai pelatih yang memang bukan peramu strategi jitu. Ini bukan terkait hasil, melainkan filosofi dan psikis pemain dan skema permainan itu sendiri. Saya tidak ingin mengomentari susunan pemain pada babak pertama, melainkan apa yang harus dilakukan setelah "musibah Mane" terjadi.

Milner, Chamberlain dan Solanke kemudian masuk menggantikan Wijnaldum, Salah dan Firmino, hanya untuk memperburuk keadaan! Mari kita cermati situasinya (tentu saja dalam perspektif pengamat kelas kampung...)

Chamberlain dan Solanke adalah pemain baru. Bersama The Reds mereka belum pernah menghadapi situasi sulit dalam skema 10 melawan 11 pemain tuan rumah yang terus menekan. Selain terlalu beresiko karena "tidak nyetel", tekanan psikologis juga bisa membuat kedua pemain ini bermain keras yang justru akan merugikan tim. Pengalaman buruk di awal musim, juga bisa membuat mereka kurang pede dan menderita tekanan psikis (terutama buat Solanke).

Hampir semua pemain bermain buruk. Musim lalu Moreno jarang bermain karena tidak mampu bermain baik. Tempatnya lalu digantikan Milner. Moreno sepertinya akan kehilangan tempatnya lagi. Walaupun kapten tim, saya tidak pernah menyukai Henderson (subjektif) karena teknik dan semangat juangnya rendah. Secara teknik dan kemampuan membaca permainan, Milner ini tidak ada apa-apanya. Akan tetapi Milner selalu bermain ngotot dan berusaha memberikan yang terbaik bagi timnya. Milner memang cocok menjadi supersub bagi The Reds.

Dalam pandangan hemat saya sebagai pengamat kelas kampung (tapi pecinta berat The Reds) saya mengajukan alternatif pergantian pemain dan alasannya.

Liverpool sudah tertinggal dua gol, kehilangan seorang pemain, dan terus mendapat tekanan lawan yang bermain dikandangnya sendiri. Jangankan mengharapkan kemenangan, bermain imbangpun hanyalah impian semata (walaupun tetap diusahakan) Dengan kondisi begini tugas utama adalah mencegah agar gawang tidak kebobolan lagi. Artinya pertahanan harus diperkuat sekaligus juga memasukkan penyerang berpengalaman yang sanggup bertarung solo!

Untuk itu skema permainan harus diganti menjadi 3-5-1. Pemain masuk adalah Milner, LovrendanSturridge untuk menggantikan Moreno, Henderson dan Firmino. 3 center back adalah Matip, Klavan dan Lovren. Milner bertugas untuk menghambat Walker, Arnold menjaga Mendy. Keduanya sedikit naik untuk menekan pergerakan wingback lawan. Ditengah, duet Wijnaldum-Emre plus Salah yang bergerak bebas bertugas menghambat lini tengah The Citizens. Sedangkan Sturridge bertugas untuk mencuri bola di garis pertahanan The Citizens sembari membuka ruang untuk pergerakan Salah.

Sturridge dan Salah harus rajin bergerak, dengan atau tanpa bola agar center back dan kedua wing back The Citizens tidak doyan naik membantu menyerang. Pertahanan The Citizens memang sulit ditembus. Jadi pergerakan Sturridge dan Salah adalah untuk membuka ruang tembak dari luar kotak penalti bagi Emre Can dan Wijnaldum (keduanya juga piawai melakukan hal ini)

Sekali lagi, pergantian strategi ini bukanlah untuk mendapatkan hasil seri atau kemenangan, tetapi adalah untuk menjaga marwah, harga diri sebagai warga The Reds. Kalah menang adalah hal biasa dalam sepak bola. Akan tetapi gaya bermain, semangat dan harga diri jangan sampai kalah di lapangan, apalagi di mata fans....

***

The Reds adalah klub terhebat di EPL dan Eropa. Prestasi hebat itu bahkan diraih puluhan tahun lalu. Sudah terlalu lama The Reds berpuasa gelar di kandang sendiri. Kini sudah 2 tahun Klopp melatih di Melwood, dan gaya permainan anak asuhnya masih inkonsisten. Terkadang bermain baik, terkadang bermain sangat buruk. Apapun itu The Reds adalah klub besar yang namanya melebihi gabungan nama besar seluruh pemain dan pelatihnya sekaligus. 3 tahun di Melwood, Klopp harus memberi gelar kampiun EPL. Kalau tidak, sebaiknya dia pergi saja....

Salam hangat

Reinhard Hutabarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun