Terbongkarnya jaringan penyebar hoaks dan ujaran kebencian Saracen membuat heboh netizen tanah air, karena menyeret beberapa nama tokoh penting yang "kebetulan" dianggap kontroversial. Beberapa dari tokoh tersebut tampak berusaha "membersihkan diri" dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan cara berumrah ke tanah suci mengikuti jejak brisik sang legenda...
Akan tetapi Saracen itu tampak seperti "bongkahan kecil es dipermukaan air di kutub utara saja" sementara dibawah permukaan airnya tersembunyi puluhan bahkan ratusan situs sejenis. Polisi kemudian berhasil menangkap pengurus Saracen. Akan tetapi situs-situs sejenis dan pihak tertentu tetap saja terus menerus menebarkan berita hoaks, ujaran kebencian, hasutan dan adu domba dengan tujuan untuk memecah belah keutuhan NKRI!
Yang terbaru dari segala kekacauan tersebut adalah rencana demo ratusan ormas dari berbagai wilayah untuk menggelar aksi damai peduli Rohingya pada Jumat, 8 September 2017 lusa, bertempat di candi Borobudur. Entah "setan" apa yang merasuki kepala panitia untuk menghelat acara di tempat itu. Candi Borobudur adalah tempat sakral agama yang sekaligus juga cagar budaya dan merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia! Candi Borobudur bukan hanya milik Indonesia saja, tetapi juga milik dunia!
Kalau sampai ada warga yang mau melakukan aksi (terutama aksi berbau politik) di candi Borobudur tersebut, bolehlah mereka dikatakan "kudet," bodoh atau goblok, karena memang demikianlah adanya! Itulah sebabnya Kumpeni yang sebesar kutu itu bisa menjajah negeri ini selama 350 tahun dengan bermodalkan ilmu devide et impera!
Akan tetapi penggagas aksi ini, jelaslah bukan orang bodoh nan guoblok karena mereka ini adalah orang-orang yang sangat pintar, smart dan profesional, bagaikan kumpeni yang bisa mendapat jalan gratis dari Anyer sampai Panarukan dari kaum inlanderguoblok!
Aksi di candi Borobudur tersebut akhirnya gagal dilaksanakan karena polisi tidak memberikan izin. Sebagai gantinya, aksi kemudian berpindah ke Masjid An Nur, Kabupaten Magelang. Rencananya, ada tiga kegiatan yang akan dilaksanakan dalam aksi ini. Yang pertama adalah Sholat Jumat bersama di Masjid An Nur. Kemudian dilanjutkan dengan doa bersama untuk Rohingya. Acara pamungkas kemudian adalah penggalangan dana untuk "disalurkan" kepada warga Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar.
Terkait penggalangan dana ini memang cukup menarik. Siapa kira-kira yang akan berangkat untuk menyampaikan dana bantuan tersebut ke Rakhine, sebab penduduk aslinya saja sudah kabur mengungsi ke daerah Bangladesh dan India gegara diserbu tentara Myanmar!
Penggagas ide aksi ini memang sangat cerdik dan cerdas untuk memanfaatkan momentum yang terjadi di negeri tetangga, Myanmar, yang timnas U-19 nya itu baru saja dikalahkan 2-1 oleh Timnas U-19 Indonesia di kandang Myanmar sendiri!
Belajar dari sukses besar meraup dana dalam berbagai aksi berkode togel dengan jargon "Penista Agama," kali ini jargon impor "pengungsi Rohingya" hendak dijual untuk meraup miliaran rupiah dana segar dari masyarakat. Disinilah "kewarasan" warga dipertaruhkan.
Tentulah warga sipil Rohingya kini menderita akibat konflik berkepanjangan diantara gerilyawan Rohingya yang bertempur dengan militer Myanmar. Mereka membutuhkan uluran tangan dari sesama untuk kebutuhan hidup mereka di pengungsian.
Akan tetapi kita harus bijaksana dan waspada terhadap pihak-pihak yang sering "mengambil kesempatan dalam kesempitan!" Bantuan sebaiknya disalurkan melalui badan-badan resmi atau lewat badan pemerintah saja agar bantuan tersebut tepat ke sasaran yang semestinya.
Beberapa waktu yang lalu tersiar kabar dari Suriah melalui banyak media internasional, bahwa bantuan kemanusiaan dari Indonesia yang katanya ditujukan kepada pengungsi di Suriah, ternyata malah ditujukan kepada militan ISIS yang merupakan pembunuh kejam terhadap kaum pengungsi Suriah tersebut!
Betapa malunya harga diri bangsa ini ketika ternyata sebagian dari penduduknya justru adalah simpatisan ISIS! Jadi sebaiknya kita harus waspada terhadap bantuan-bantuan kemanusiaan untuk ke luar negeri yang katanya ditujukan kepada pengungsi Rohingya ini, agar kekeliruan seperti yang terjadi di Suriah kemarin itu tidak terulang kembali.
***
Konflik Rohingya ini memang sudah lama berlangsung. Bahkan sejak beberapa tahun yang lalu, Indonesia juga menampung warga Rohingya yang mengungsi ke Indonesia. Konflik Rohingya terakhir ini dipicu oleh serangan gerilyawan Rohingya pada 25 Agustus 2017 lalu. Ketika itu gerilyawan Rohingya menyerang sekitar 20 pos polisi yang kemudian menewaskan 12 orang polisi di negara bagian Rakhine, Myanmar. Akibatnya pemerintah Myanmar melakukan operasi militer besar-besaran untuk menumpas gerilyawan Rohingya yang bersembunyi diantara warga ini. Operasi militer tersebut membuat ribuan warga mengungsi ke Bangladesh.
Beberapa waktu yang lalu peristiwa yang hampir sama juga menimpa negeri jiran, Filipina. Filipina juga melakukan operasi militer terhadap gerombolan separatis Abu Sayyaf yang menyerang aparat keamanan dan warga sipil di Marawi, Filipina Selatan. Tak pelak operasi militer tersebut membuat puluhan ribu warga Marawi muslim harus mengungsi. Â Â
Indonesia juga sebenarnya sama seperti Myanmar ataupun Filipina. Bahkan jauh lebih sadis! Sejak awal kemerdekaan puluhan tahun yang lalu, Operasi militer untuk penumpasan DI/TII, PRRI/Permesta dan teranyar Genosida G30S/PKI, berhasil "mengurangi jutaan warga pemakan beras" di negeri ini! Belum terhitung jutaan warga yang harus mengungsi meninggalkan kampung halamannya. Ada ribuan warga Indonesia yang berada di luar negeri karena bertugas atau sekolah, tidak dapat pulang ke tanah air karena paspornya dibatalkan Soeharto! Akhirnya mereka menjadi stateless, warga tanpa negara! Mereka hidup dengan menumpang pada negara-negara yang berbelas kasihan kepada mereka...
Jangan lupakan juga Peristiwa Mei 1998! "Milisi Pribumi" meluluhlantakkan tatanan hidup sosial bermasyarakat. Puluhan ribu warga Tionghoa harus mengungsi meninggalkan rumah mereka. Bagi tukang mie, pengrajin tahu, dan jutaan warga Tionghoa miskin lainnya, mereka hanya bisa memasrahkan diri saja. Tiket pesawat untuk seluruh anggota keluarga ke Singapura plus biaya hidup di hotel selama beberapa bulan, jauh lebih mahal daripada harga nyawa mereka sendiri!
Lantas, adakah sesuatu hal yang dilakukan negara bagi mereka? Adakah warga yang melakukan aksi damai dan mengumpulkan dana untuk mereka yang tertindas itu...?
Ketika ada warga yang pergi berjihad ke Suriah dan Irak, lalu ke Marawi dan kini ada wacana ke Myanmar, mereka sebaiknya berkaca dulu. Sejak 50 tahun yang lalu, banyak WNI tidak diizinkan untuk pulang ke negeri nenek moyangnya sendiri. Lalu kemudian puluhan ribu WNI terpaksa mengungsi dari rumahnya sendiri. Setiap hari di negeri ini, ada WNI homeless yang mati kedinginan di pinggir jalan atau di dalam parit. Para pejabat dan anggota Dewan bergelimang dengan korupsi dan skandal. Artinya masih sangat banyak PR kita di dalam negeri.
Dan ingat, sebelum berteriak-teriak untuk mengecam negara lain, kita sebaiknya merenung dulu, karena kita sebenarnya jauh lebih sadis daripada negera-negara tetangga kita itu...
Salam hangat,
Reinhard Freddy Hutabarat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H