Lalu bagaimana dengan Gayus Tambunan, Samadikun Hartono dan para koruptor yang merampok uang rakyat hingga triliunan rupiah? Berapa rupiah kah yang berhasil dikembalikan kepada negara? Fakta yang terjadi di lapangan, seringkali penegak hukum gagal menyelamatkan kerugian negara karena aset terlanjur dialihkan dengan berbagai cara. Akhirnya usaha asset recovery (pengembalian aset hasil kejahatan) tidak sebanding dengan uang negara yang berhasil dikembalikan.
Kalaupun PPATK tidak diberi wewenang untuk melakukan penyelidikan, tetapi masih diberi kewenangan untuk melakukan pemblokiran terhadap rekening yang mencurigakan, maka uang negara dan juga uang jemaah yang gagal berangkat umroh itu (First Travel) tentulah masih bisa diselamatkan!
Selain kewenangan pemblokiran rekening, kewajiban pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan yang selama ini hanya dilakukan oleh lembaga penyedia jasa keuangan, juga harus diperluas. Penyedia Barang/Jasa dan juga Profesi tertentu seperti Advokat, Notaris dan Akuntan wajib untuk melaporkan setiap transaksi keuangan yang mencurigakan, sebagai bagian dari early warning system (sistim peringatan dini) pencegahan tindak kejahatan pencucian uang.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaku kejahatan pencucian uang sangat piawai mencari celah untuk menyamarkan, menyembunyikan dan mengalihkan hasil tindak pidana kejahatan dengan memakai jasa dan rekening para advokat, notaris maupun akuntan publik! Tanpa bantuan para profesional itu dan juga para oknum aparat hukum, pencucian uang itu akan sulit untuk dilakukan.
Kini kita sadar betapa beratnya perjuangan untuk memaksimalkan peran PPATK ini sebagai bagian dari early warning system (sistim peringatan dini) pencegahan tindak kejahatan pencucian uang di negeri ini. DPR, Polisi, Kejaksaan, Hakim, Kalapas, Akuntan, Notaris, Pengusaha properti, Showroom mobil, dan Advokat yang mulutnya berbau busuk itu, tentu saja tidak akan mau PPATK ini diperkuat, karena PPATK akan jauh lebih berbahaya daripada KPK yang juragan OTT itu....
Salam hangat
 Reinhard Freddy Hutabarat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H