Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Puluh Lima

12 Agustus 2017   00:40 Diperbarui: 15 Agustus 2017   07:39 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : 123rf.com

"Seorang lelaki meminum secangkir kopi hitam. Dia kemudian menghilang, dimangsa gelapnya kopi tersebut. Polisi, istri dan kekasih yang mencarinya, tak kunjung jua menemukan jasad lelaki malang itu..."

Clara baru saja meninggalkan pekuburan tempat peristirahatan terakhir Tommy, suaminya  yang baru saja meninggal sebulan yang lalu. Entah apa yang dirasakannya kini. Sedih, marah, kecewa dan sakit hati bercampur aduk menjadi satu. Usia perkawinannya baru berumur setahun, tetapi dia harus berpisah dengan Tommy. Enam bulan sebelumnya, Clara diperkenalkan oleh Rita, teman sekampusnya dulu kepada Tommy. Rita memang berusaha untuk menjodohkan Tommy dengan Clara. Usia Tommy dan Clara memang tidak muda lagi. Tommy berumur 38 tahun, sedangkan Clara 35 tahun.

Entahlah. Waktu sepertinya berlari terlalu cepat. Tanpa terasa usia Clara sudah 35, dan dia masih tetap sendiri. Mungkin pacaran terahirnya sekitar 6 tahun yang lalu. Kini rasa gelisah mulai mengganggunya. Apakah selama ini dia terlalu pemilih? Entah lah. Kata orang, kalau dalam kategori "usia senja" begini, bila sang calon bisa meraup angka 5 dari skala 1-10, itu sudah cukup bagus. Yang penting sang calon itu bukan penggemar "LGBT, KDRT maupun OKE-OCE!"

Tetapi nilai Tommy lebih dari sekedar 5! Kalau diukur dari tingkat kepuasan, skornya jelas 9! Tetapi, kenapa lelaki bernilai 9 masih sendirian pada usia 38, membuat nilai minus baginya. Akhirnya Clara memberi nilai 7 pada Tommy. Enam bulan berpacaran dengan pria yang tingkat kepuasannya bernilai 9 dan nilai elektabilitasnya 7 itu, mereka akhirnya menikah dalam sebuah resepsi yang sederhana tetapi sangat berkesan.

Masa bulan madu mereka hanya seumuran jagung. Suatu ketika Tommy terjatuh di kantor dan pingsan, lalu dibawa ke rumah sakit. Hasil pemeriksaan laboratorium dan pemindaian menunjukkan adanya gejala kanker. Hasil biopsi kemudian memastikan Tommy menderita kanker paru stadium akhir. Bagi Clara, kabar itu bagaikan petir di siang bolong. Kedua orang tuanya juga meninggal karena kanker dalam usia yang relatif muda. Sudah lama dia menantikan seseorang untuk berbagi suka dan duka. kini ketika dia baru saja mendapatkannya, Tuhan lalu merenggutnya kembali....

Hidup sungguh tidak adil. Mujizat itu hanyalah "candu bagi orang lemah yang terperangkap dalam satu keniskalaan!" Clara sudah lama tidak percaya lagi kepada Tuhan. Setelah tiga hari tiga malam berteriak dan menumpahkan segala amarahnya, Clara lalu pasrah... "Jadilah apa yang seharusnya terjadi..." Kini dia akan fokus sepenuhnya untuk mendampingi dan merawat Tommy sampai maut memisahkan mereka. Clara lalu resign dari kantornya.

Rita dan suaminya, Rudy sangat baik kepada Clara. Hampir setiap hari Rita datang ke rumah sakit menemani Clara. Sesekali Rudy datang bersama anak-anak mereka sekedar membawakan makanan ringan buat Clara. Akhirnya, "time to say goodbye" pun tiba. Dini hari sebelum cakrawala terlihat di ufuk fajar, Tommy pergi menghadap penciptanya. Tinggallah Clara termangu seorang diri menanti fajar tiba...

***

Sebulan berlalu begitu cepat. Clara mulai move-on menata hidupnya. Tadinya dia akan melamar pekerjaan pada suatu bank yang direkomendasikan temannya. Tetapi pak Chandra, bos lama tempat bekerjanya dulu, memintanya untuk bekerja kembali. Undangan pekerjaan itu tentu saja sangat menghibur hati Clara.

Rintik hujan menemani Minggu pagi ketika Clara membereskan barang-barang Tommy kedalam kardus. Clara sudah mengiklaskan kepergian Tommy. Nanti dia akan menelfon Rudy, barangkali ada barang-barang Tommy yang bisa berguna baginya. Lalu Clara menemukan ponsel Tommy yang sepertinya sudah lama tidak dipakainya lagi. Clara masih ingat betul ponsel itu ketika mereka pertama kali bertemu. Entah mengapa Tommy tidak mau memakainya lagi. Iseng, Clara lalu menghidupkan ponsel tersebut, dan misteri pun terungkap.....

Astaga..!!! Ternyata selama ini Tommy berpacaran dengan Rita! Tommy adalah cinta pertama Rita. Sejatinya hubungan mereka itu tidak pernah putus, walaupun Rita telah menikah tujuh tahun yang lalu dan memiliki sepasang anak! Pernikahan Clara dan Tommy juga mungkin hanya sekedar kamuflase saja untuk menghindar dari kecurigaan Rudy yang kerap ribut dengan Rita karena kedekatan hubungan Rita dengan Tommy. Clara masih ingat betul wajah Rudy yang begitu bahagia pada resepsi pernikahan Clara dengan Tommy tahun lalu. Memang Rudy selalu menganggap Clara seperti adik kandungnya sendiri.

Kini semuanya menjadi jelas! Sesungguhnya banyak keanehan yang terjadi selama di rumah sakit, termasuk kehadiran Rita yang hampir setiap hari di rumah sakit. Rita selalu lebih tahu apa kebutuhan dan apa yang Tommy mau. Rita bahkan selalu terlihat lebih sedih daripada Clara sendiri! Sebenarnya ketika itu, Clara sudah ingin mengusir Rita. Tetapi kondisi Tommy yang sering tidak stabil, membuat Clara mengabaikan kebenciannya terhadap Rita.

Kini Clara tidak dapat menahan amarahnya lagi. Betapa jahatnya Tommy dan Rita kepadanya dan bahkan juga kepada Rudy! Cangkir kopi yang berada di atas meja makan dilemparnya. Ponsel Tommy itu dibantingnya sampai remuk berantakan. Kardus tempat barang-barang Tommy ditendangnya sampai isinya berhamburan diatas lantai. Lalu Clara berteriak sekuat-kuatnya melawan suara hujan yang kini jatuh semakin deras membasahi bumi...

Hujan sudah reda ketika Clara berdiri sambil termangu memegang cangkir kopinya. Suara ponsel yang berdering segera mengusir lamunannya. Ternyata yang menelfon adalah Rudy. Dengan suara terbata-bata diselingi isakan tangis tertahan, Rudy mengabarkan bahwa Rita baru saja bunuh diri dengan memotong nadi di pergelangan tangannya. Rudy sudah membawanya ke rumah sakit, tetapi nyawa Rita tidak tertolong lagi...

Clara hanya terdiam saja, tidak tahu apa yang harus dikatakannya kepada Rudy..... 

 

"Seorang perempuan berurai air mata terlihat meminum secangkir kopi hitam. Ia lalu melompat kedalam cangkir, dan tenggelam dalam gelapnya kopi tersebut. Polisi yang mencarinya, tak mampu  menemukan jasad perempuan malang tersebut..."

Reinhard Freddy Hutabarat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun