Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Shifting dan Inovasi Disrutif pada Bisnis Masa Kini

1 Agustus 2017   12:47 Diperbarui: 2 Agustus 2017   09:41 11664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : kantipur.ekantipur.com

Saat ini kita mengalami kelesuan ekonomi di beberapa sektor riil seperti misalnya pada sektor retail, properti, perlengkapan rumah tangga, tekstil dan konstruksi. Kelesuan ini salah satunya disebabkan oleh menurunnya daya beli masyarakat. Akan tetapi ada sebagian orang yang berbeda pendapat mengenai hal ini. Ekonomi tidak mengalami penurunan, karena yang terjadi sebenarnya adalah shifting (pergeseran pola konsumsi masyarakat) yang salah satunya diakibatkan oleh perubahan konsumsi dari sistim konvensional ke sistim e-commerce  (online)

Disrutive innovation (Inovasi Disrutif) seperti pada taksi online (Uber, Grab, Gocar) kemudian bertumbuh pesat menghajar habis perusahan taksi konvensional. Apakah jumlah penumpang pengguna transportasi taksi berkurang? Tentu saja tidak! Justru semakin bertambah yang diakibatkan oleh shifting dari sebagian penumpang ojek pangkalan ke taksi online, sementara penumpang taksi konvensional juga otomatis "bergeser" ke taksi online. Armada Uber bertambah, armada Bluebird menyusut. Akhirnya ojek pangkalan punah gegara penumpangnya hijrah ke ojek online dan taksi online. Pergeseran inilah yang disebut dengan istilah shifting.

Akan tetapi "Lain padang lain belalangnya." Menggeneralisasi situasi perekonomian nasional dengan mengatakan hanya terjadi shiftingsaja tentulah sangat tidak tepat pada anomali perekonomian kita. Anomali? Ya! Kondisi makro ekonomi kita bagus, cadangan devisa baik, rating dari Lembaga pemeringkat Moody's Investors Service terhadap Indonesia juga naik, Tax Amnesty sukses. Artinya perekonomian Indonesia kini semakin maju! Tetapi pada sektor riil, terutama pada sektor ritel yang sering dipakai untuk meneropong kondisi "dompet warga"  sebenarnya, perekonomian Indonesia cenderung menurun.

Selain faktor shifting dari sistim konvensional ke sistim online tadi (tidak mengubah volume pasar, tetapi hanya pada polanya saja) ada juga perubahan pola konsumsi (mengubah pola dan volume pasar) yang dapat kita amati pada berbagai jenis industri ritel. Pada hipermarket besar, pendapatan mereka berkontraksi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara pada mini market pendapatan mereka cenderung stabil. Penjualan barang-barang dengan kemasan besar (family size) cenderung menurun, sementara barang dengan kemasan kecil, stabil dan cenderung naik (berlaku pada semua ritel)

Bagi saya, fenomena ini adalah wujud dari perubahan pola berbelanja konsumen. Konsumen kini semakin bijaksana dan selektif dengan membeli apa yang mereka butuhkan, dan bukan pada apa yang mereka inginkan!Memang betul, supermarket juga dapat dipakai sebagai cermin "psikologi berbelanja" masyarakat.

Sangat menarik mencermati penurunan pendapatan hipermarket besar terkait dengan pola berbelanja konsumen ini. Biasanya di hipermarket yang luas, konsumen cenderung "mengusung" troli yang besar untuk diisi barang belanjaan. Display raksasa, troli dan rayuan para SPG sering "memaksa" konsumen untuk berbelanja lebih daripada kebutuhan mereka yang sebenarnya. Antrian di kasir yang lama, macet di jalan dan susahnya mencari parkir, kini juga menjadi pertimbangan konsumen untuk berbelanja di hipermarket yang banyak terdapat di mall.

Kini konsumen yang berbelanja ke hipermarket biasanya sudah mempunyai gambaran produk yang akan dibelinya. Setelah mendapatkannya, mereka akan segeri pergi ke kasir. Tentu saja kekecualian berlaku bagi para "window shoppers" yang ingin "berdarmawisata" menghabiskan waktu memeriksa daftar harga barang yang terpajang pada rak display.

Hal sebaliknya justru terjadi bagi minimarket yang banyak bertebaran sampai ke segala penjuru! Gerai Alfamidi dan Indomaret bahkan sering "berbagi tembok" merayu konsumen untuk berbelanja. Di gerai minimarket juga ada ATM. Bisa membeli voucher pulsa, PLN, tiket Kereta Api, BPJS dan semuanya itu memberi kemudahan bagi warga. Sebagian minimarket juga menyediakan tempat duduk buat nongkrong ala Sevel, lengkap dengan kopi panas dan aneka roti. Sepertinya harga barang sedikit lebih mahal di minimarket. Akan tetapi perbedaan Rp 100 pada harga sebungkus permen karet tidak akan membuat konsumen menjadi murka...

Kemudahan yang ditawarkan oleh minimarket (praktis, cepat, ada dimana-mana, dan sebagian buka 24 jam) jelas mempengaruhi pola berbelanja konsumen. Konsumen cenderung terlebih dahulu berbelanja ke minimarket. Ketika produk yang mereka butuhkan tidak ada disitu, barulah mereka pergi ke hipermarket. Toko online juga menawarkan beragam kebutuhan sehari-hari, yang semakin menambah derita bagi industri retail seperti hipermarket.

Data dari Aprindo jelas dapat dipakai sebagai rujukan untuk mencermati perubahan pola berbelanja konsumen ini. Pada April 2017 pertumbuhan ritel (minimarket, super market, hipermarket, department store dan wholesale atau kulakan) berkisar pada angka 4,1%-4,2% lalu menurun ke level 3,5%-3,6% pada Mei. Pada Juni (bulan puasa) menurun drastis, dimana untuk minimarket minus 1%-1,5% sedangkan untuk supermarket dan hipermarket minus 11%-12%!  Artinya saat ini konsumen memang lebih nyaman memegang keranjang belanjaan daripada mendorong troli....

***

Industri fashion konvensional maupun retail fashion sekarang ini juga mendapat serangan bertubi-tubi dari bisnis toko online. Perbedaan harga jual yang diakibatkan oleh putusnya mata rantai pemasaran adalah salah satu kunci pokok hancurnya bisnis retail konvensional. Ketika satu mata rantai perdagangan putus, maka itu akan selalu membawa konsekwensi penurunan harga! Kini harga produk online jauh lebih murah daripada toko retail, karena produk mereka dapatkan langsung dari konveksi, atau industri konveksi kemudian menjadi toko online juga !

Toko online tidak terikat kepada jarak, ruang dan waktu. Salah satu kelebihan toko online bagi konsumen adalah, konsumen tidak perlu berkunjung ke outlet. Konsumen cukup klik, dan produk yang diinginkan akan dikirim kemudian ke tempat konsumen. Kini semakin banyak konsumen males pergi ke outlet karena takut tergoda untuk membeli produk yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Ditengah galaunya bisnis produk fashion konvensional pada saat sekarang ini, bisnis online ini menjadi penyejuk bagi industri konveksi. Nilai bisnis ini memang masih kecil, tetapi pasti akan terus berkembang.

Perubahan cara berbisnis akibat era digital ini ternyata membawa perubahan besar bagi dunia bisnis secara keseluruhan. Tergerusnya pendapatan para pengusaha retail fashion konvensional ternyata juga menyeret sektor properti dan keuangan. Ketika usaha tutup, maka ruangan di mall dan ruko-ruko tempat usaha juga akan menganggur. Dunia usaha selalu di dukung oleh sektor perbankan untuk mendukung bisnis mereka. Ketika dunia usaha terguncang maka industri perbankan juga akan terganggu.

Alam selalu menawarkan keseimbangan. Ketika ada yang berduka, pasti akan ada yang bersuka!

Industri online ini ternyata membawa rezeki yang berlimpah bagi jasa kurir! Industri jasa kurir kini bertumbuh sangat pesat! Akan tetapi di satu sisi, industri online ini membawa dampak negatif juga bagi pemerintah cq Dirjen Pajak. Pendapatan pajak dari sektor retail konvensional jelas tergerus, sementara pengusaha online tidak memungut pajak dari konsumen untuk kemudian disetor ke kas negara. Ini tentu saja akan menjadi PR besar bagi pemerintah....

***

Dari tiga contoh bisnis diatas kita dapat menilai pengaruh Inovasi Disrutif yang membuat shifting dalam dunia bisnis nasional. Pada taksi jelas hanya shifting! Akan tetapi gejolak yang terjadi pada hipermarket dan minimarket lebih disebabkan oleh perubahan pola berbelanja konsumen, bukan shifting! Pada sektor retail fashion, yang terjadi adalah kombinasi keduanya. Perubahan pola berbelanja konsumen plus Inovasi Disrutif toko online yang kemudian berhasil memangkas harga, membuat retail fashion konvensional terkapar...

Salam hangat

Reinhard Freddy Hutabarat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun