Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik

AAR (Apesnya Amien Rais...)

7 Juni 2017   12:53 Diperbarui: 8 Juni 2017   05:57 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Tempo Nasional - Tempo.co

Amien Rais tengah berduka! Beliau gundah karena ketahuan menerima uang sebesar Rp 600 juta rupiah dalam enam kali transfer, yang diduga berasal dari uang haram eks korupsi mantan Menkes Siti Fadilah pada proyek pengadaan Alkes beberapa tahun yang lalu. Lalu Amien Rais lewat konferensi persnya di kediamannya kemarin mengatakan bahwa uang tersebut bukan dari hasil korupsi proyek Alkes, melainkan berasal dari “bantuan” Soetrisno Bachir yang rutin memberikan bantuan bulanan kepadanya.

Dengan tetap menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah, saya mencoba memahami kasus ini jauh kebelakang, dan mencoba merangkainya satu persatu. Tidak ada yang kebetulan, dan tidak ada satupun peristiwa yang terjadi tanpa keterkaitan dengan peristiwa lainnya! Dari sinilah pencarian jawaban itu dimulai....

Pertama, Menteri Kesehatan, Siti Fadilah

Siti Fadilah adalah Menteri Kesehatan periode 2004-2009. Pengangkatan Siti sebagai Menkes merupakan hasil rekomendasi Muhammadiyah. Siti didakwa menyalahgunakan jabatannya sebagai Menkes dengan menunjuk langsung PT Indofarma sebagai rekanan dan PT Mitra Medidua sebagai supplier pada proyek di Departemen Kesehatan tanpa melalui proses tender. Hal tersebut diduga menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 6,1 miliar. Sejumlah uang hasil keuntungan dari PT Mitra Medidua tersebut, disebut mengalir ke rekening pengurus Dewan Pimpinan Pusat PAN, termasuk ke rekening Amien Rais.

Disini jelas kelihatan korelasi “Ada ubi ada talas, ada budi ada balas!” Tokoh-tokoh Muhammadiyah membantu Siti menjadi Menkes, Siti lalu membalas budi tersebut dengan menerobos aturan Kepres, dengan menunjuk langsung PT Indofarma tanpa melalui proses tender. Mungkin masyarakat akan bertanya, PT Indofarma adalah BUMN dan perusahaan publik yang tidak ada kaitannya dengan Amien Rais. Lalu dimana korelasinya?

Kedua, PT Mitra Medidua danPT Indofarma

Memang Menkes menunjuk PT Indofarma sebagai pemenang proyek. Akan tetapi secara implisit, Menkes bersama Nuki (adik ipar Soetrisno Bachir, Ketua PAN ketika itu) menunjuk PT Mitra Medidua menjadi supplier PT Indofarma. Pada September 2005, Siti beberapa kali bertemu dengan Dirut PT Indofarma dan Nuki selaku Ketua Sutrisno Bachir Foundation (SBF) untuk menggodok proyek ini.

Ini adalah strategi jitu dan lazim digunakan untuk mengelabui semua pihak. PT Indofarma adalah Perusahaan Terbuka yang laporan keuangannya harus transparan, dan tak mungkin ada aliran dana tak wajar dalam pembukuan mereka. Itulah sebabnya mereka mencantolkan PT Mitra Medidua menjadi mitra kerja, sebagai “Perusahaan di dalam perusahaan” Sebenarnya ada beberapa opsi untuk pola kerjasama seperti ini. Tetapi dalam proyek kali ini, PT Indofarma “hanya pinjam nama saja!” yang bekerja adalah PT Mitra Medidua.

Pada tanggal 4 April 2006 Depkes melunasi pembayaran kontrak pekerjaan PT Indofarma senilai Rp 15,54 miliar (Rp 13,9 miliar setelah dipotong pajak) Selanjutnya PT Indofarma melunasi pembayaran kontrak pekerjaan PT Mitra Medidua senilai Rp 13,5 miliar. Artinya yang bekerja adalah PT Mitra Medidua, sedangkan PT Indofarma mendapat kompensasi senilai Rp 400 juta atas jerih payahnya tersebut. Menurut jaksa KPK, kerugian negara sekitar Rp 6,1 miliar akibat perselingkuhan ini.

Ini memang sangat keterlaluan! Bagaimana mungkin sebuah BUMN, Perusahaan Terbuka yang sudah tercatat di lantai Bursa masih mau melakukan tindakan tidak etis begini. Depkes memberikan kontrak pekerjaan kepada PT Indofarma dengan nilai Rp 15,54 miliar. Lalu PT Indofarma memberikan kontrak pekerjaan yang sama kepada PT Mitra Medidua dengan nilai Rp 13,5 miliar. Artinya, pertama, PT Indofarma adalah calo, makelar proyek! Kedua, PT Indofarma memang ikut terlibat atau turut serta dalam konspirasi kejahatan ini. Ada baiknya KPK juga memeriksa aliran dana ke pengurus PT Indofarma saat itu.

Ketiga, Sutrisno Bachir Foundation (SBF)

Sepertinya Sutrisno Bachir Foundation (SBF) adalah “kenderaan” Nuki untuk bertemu dengan Siti Fadila dan PT Indofarma. Jangan pernah membandingkan SBF ini dengan Djarum Foundation, Putera Sampoerna Foundation ataupun Tahir Foundation misalnya, walaupun mereka sama-sama memakai nama Foundation! Menurut SB sendiri, SBF bukan lembaga berbadan hukum. “SBF itu bukan yayasan, itu hanya nama saja. Kalau saya melakukan kegiatan-kegiatan membantu yatim piatu, daerah banjir itu menggunakan nama SBF itu, jadi ada kertasnya segala, tapi tidak ada berbadan hukum” Dana keluar melalui Nuki atau Yurida. (sumber)

Djarum Foundation, Putera Sampoerna Foundation ataupun Tahir Foundation adalah yayasan sosial yang tujuannya adalah untuk memajukan anak bangsa. Yayasan-yayasan yang wujud dan tujuannya sangat jelas ini menghabiskan puluhan miliar rupiah setiap tahunnya untuk kegiatan amal. Hal sebaliknya dengan SBF! SBF tidak berwujud! Bagaimana mungkin yang tak berwujud membantu yang berwujud! Karena itu adalah sebuah “Hil yang mustahal!”

Jadi dari keterangan SB sendiri, kita mengetahui bahwa SBF itu adalah “Tuyul” atau seperti maaf, kentut! Berbau tapi tak berwujud! Dimana-mana Foundation (yayasan) itu pastilah berbadan hukum, karena yayasan merupakan salah satu dari bentuk badan hukum, sama seperti koperasi misalnya. Menariknya lagi, SBF mempunyai kop surat dan alamat, tetapi tidak memiliki Akte pendirian, AD/RT, dan syarat-syarat admistratif lainnya. Bahkan tidak memiliki rekening bank! Padahal SBF adalah “Badan amal” dengan perputaran uang besar yang banyak membantu yatim piatu, termasuk Amien Rais...

Tentulah ada maksud dan tujuan dari pembentukan SBF yang “berbau tapi tak berwujud” ini. Karakter yayasan seperti SBF yang unik ini akan memudahkannya untuk “bergerilya” di departemen/instansi pemerintahan untuk memburu rente dan praktek percaloan lainnya, atas segala “restu, dukungan dan doa” yang diberikan parpol pendukung kepada pejabat di departemen/instansi pemerintahan terkait tersebut. SBF tentu saja dekat dengan PAN dan Muhammadiyah karena orangnya sama! PAN dan Muhammadiyah memberi restu, lalu SBF nah...

Keempat, Rekening Yurida Adlaini.

Rekening ini merupakan rekening escrow untuk penampungan dan pendistribusian dana yang berhubungan dengan aktifitas SBF yang tak berwujud tersebut. Hasil keuntungan dari PT Mitra Medidua masuk ke rekening escrow Yurida. Dari situ, dana lalu ditransfer ke rekening SB, Nuki, Amien Rais, dan lain sebagainya. Ini memang strategi yang terkesan jitu untuk mengelabui, karena di rekening tersebut pastilah bercampur dengan uang pribadi Yurida sendiri. Tetapi ini adalah pemahaman yang keliru. PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan) akan mudah melacak asal usul semua uang yang berada di rekening tersebut.

Dari uraian diatas saya lalu menarik kesimpulan. Clue-nya dimulai dari pengurus SBF, dalam relasi untuk menerima reward atas jerih payah dukungan kepada pejabat terkait. Beberapa kali pertemuan antara pejabat terkait dengan pengurus SBF, adalah untuk menggodok dan mematangkan rencana tersebut. Akhirnya diputuskan lewat proyek Alkes, dengan penunjukan secara langsung PT Indofarma, walaupun yang bekerja adalah PT Mitra Medidua.

“Pencatutan” nama PT Indofarma (BUMN, dan Perusahaan Terbuka yang berpengalaman) ini sangat penting untuk menghindari investigasi dari pihak-pihak terkait. Kalau Menkes menunjuk PT Mitra Medidua (perusahaan abal-abal) secara langsung, pasti akan menimbulkan pertanyaan besar. Atas jasa baiknya ini, rekening PT Indofarma diguyur sebesar Rp 400 juta. Nilai kontrak Depkes setelah dipotong milik PT Indofarma dan PT Mitra Medidua, kemudian “diserahkan” kepada pengurus SBF lewat rekening Yurida (karena SBF tidak mempunyai rekening)

Dari rekening Yurida inilah uang tersebut di distribusikan kepada pengurus dan pemilik SBF, Amien Rais, dan konon kembali lagi kepada si empunya proyek (lewat anaknya) dan beberapa orang lain. Konon, bukan hanya Amien Rais seorang diri saja dari Muhammadiyah yang mendukung pencalonan Siti Fadilah untuk menjadi Menkes.... Meminjam istilah Bang Ruhut, sekarang banyak orang yang “ngeri-ngeri sedap...”

Apapun itu, bukan hanya mereka yang disebut-sebut namanya itu saja yang menjadi “terdakwa pelaku kemesuman” di negeri ini. Ada banyak lagi “Drama, Sandiwara maupun Sinetron dengan ribuan aktor, artis, sutradara, dan kru pendukung lainnya” yang namanya tidak disebut karena belum ketahuan. Maklumlah mereka itu semuanya adalah “pelaku seni.” Dalam bahasa gaul sekarang, orang-orang seperti pengurus SBF itu, Siti Fadilah maupun Amien Rais, disebut “Apes........”

Seorang teman, mantan pejabat proyek yang pernah meringkuk di bui gegara kasus korupsi memberi defenisi apes. Apes itu adalah, “...korupsi sepuluh tahun yang lalu, duitnya sudah habis bis bis... Lalu polisi dan kejaksaan datang. Lha bayarnya pake apa...?”

Salam hangat

Reinhard Hutabarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun