Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menyingkap Rahasia Tax Amnesty

1 Juni 2017   12:41 Diperbarui: 1 Juni 2017   13:13 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, Validitas data targettax amnesty 

Ketika target program ini dicanangkan, tentulah tim Depkeu sudah memiliki data-data yang valid terkait sasaran yang hendak dituju. Target deklarasi dan repatriasi sebesar Rp 3.250 triliun itu tentulah bukan berdasarkan “wangsit dari gunung Kawi”, melainkan berdasarkan data-data akurat dan sahih dari perusahaan/perusahaan cangkang maupun wajib pajak WNI di luar negeri, yang transaksi keuangannya terkadang masih terintegrasi dengan perusahaan induk di dalam negeri.

LHA (Laporan Hasil Analisa) dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan) yang rutin meneliti transaksi-transaksi keuangan di perbankan, tentulah dapat dipakai sebagai bahan acuan awal untuk mencermati keterhubungan perusahaan-perusahaan terkait. Sepertinya target yang disusun kurang valid, terkait kurangnya waktu untuk menyusun data lengkap wajib pajak WNI di luar negeri. Memang ada kesan terburu-buru dalam pelaksanaantax amnestyini. Pengesahan RUU oleh DPR dan pelaksanaan tax amnestysangat mepet waktunya. Tapi pemerintah tidak punya pilihan lain untuk menambal APBN...

Kedua, Aspek Hukum

Setelah mengikuti tax amnesty,simpanan yang ada di perbankan bisa dibilang sudah clear. Namun berdasarkan UU tax amnesty,dosa yang terhapus hanyalah pelanggaran atau pidana yang terkait perpajakan saja. Artinya, jika memang berasal dari hasil ilegal, maka harta-harta yang di deklarasikan tersebut masih bisa dijerat dengan pidana lain atau pidana khusus seperti korupsi atau pencucian uang! Kalau harta tersebut legal, dan selama ini parkir di luar negeri hanya untuk menghindari pajak saja, tentulah tidak ada masalah. Dengan membayar biaya tebusan, harta tersebut seketika menjadi “halal!”

Kalau ternyata harta tersebut berasal dari korupsi, narkoba, penipuan, penggelapan pajak, hasil menadah, pencurian atau gabungan dari kesemuanya itu, lalu orang tersebut mengikuti program tax amnesty, tentu itu adalah sebuah “Hil yang mustahal” kecuali nasionalisme orang tersebut kemudian berhasil mengalahkan pikiran warasnya...

Ketiga, Uang itu sudah lama pulang kampung.

Fenomena “Jauh dimata dekat dihati” ini memang sudah lama terjadi. “Namanya masih terpatri di luar negeri tetapi wujudnya sudah tertanam di dalam negeri” dalam bentuk aset properti, industri PMA (biasanya perusahaan Singapura/Malaysia) saham maupun deposito lewat yayasan maupun LSM/NGO. Surplus deklarasi dalam negeri sebesar Rp 865,77 triliun itu bisa saja berasal dari harta luar negeri yang ternyata selama ini telah “direpatriasi” lewat jalur belakang (bukan lewat tax amnesty)

Apapun itu kita layak memberi apresiasi kepada semua pihak. Bukan hanya kepada Dirjen Pajak dan para staf yang telah bekerja keras, tetapi juga kepada semua Wajib pajak yang telah mengikuti program tax amnesty ini. Tidak ada gading yang tak retak. Tidak ada satupun manusia normal yang rela memberikan “hasil keringatnya” kepada orang lain. Negara dan semua rakyat layak mensyukuri pemasukan dari tax amnesty yang akan dipakai untuk menambal APBN ini....

Salam hangat

Reinhard Hutabarat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun