Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tokoh 'Hero to Zero' di Tahun Monyet Api

25 Oktober 2016   17:50 Diperbarui: 26 Oktober 2016   17:13 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kehidupan itu seperti roda, kadang bisa diatas kadang bisa juga di bawah. Tapi kalau di bawah aku takut kelindes, jadi rodanya aku ganjal supaya aku bisa tetap di atas...”

Tahun ini adalah tahun monyet api menurut penanggalan kalender Tiongkok. Api membawa energi yang besar untuk mengejar keinginan dan prestasi. Akan tetapi api juga rawan 'membakar emosi' sehingga membuat orang mengambil jalan pintas yang penuh risiko demi menggapai ambisinya tersebut.

Ada pepatah Tiongkok yang mengatakan, “Semakin ke atas monyet memanjat pohon, maka Anda akan semakin jelas melihat pantatnya”. Pepatah ini memang mengandung banyak makna, terutama bagi penggemar pantat! Akan tetapi saya ingin melihatnya dari makna, bahwa semakin tinggi prestasi seseorang, maka akan semakin mudah bagi kita untuk melihat orang tersebut dari perspektif yang lebih luas, baik sisi baik maupun sisi buruknya.

***

Setelah lama menikmati dan mengagumi sisi baik para tokoh ini, akhirnya tibalah saatnya bagi para 'fans' untuk memaki dan menghujat 'pantat' (sisi buruk) para tokoh ini. Rupanya para tokoh ini lupa menambah 'ganjal pada rodanya', sehingga roda itu malah melindas ganjal dan ahirnya menggelinding menghajar Si Pemilik Roda!

Daftar tokoh From Hero to Zero tahun ini cukup banyak. Ada Mario Teguh, Irman Gusman, Gatot Brajamusti, Dimas Kanjeng Taat Pribadi plus Marwah Daud dan beberapa tokoh lainnya yang mengisi top ten para tokoh 'Indonesian classic From Hero to Zero'.

Di antara semua tokoh tersebut, yang paling menarik bagi saya 'pribadi', tentu saja adalah Dimas Kanjeng Taat Pribadi plus Marwah Daud.

Pasangan ini sangat unik dan menarik. Kombinasi antara 'Tuyul dan Mbak Yul', pertemuan 'Yin dan Yang', duet 'Madu dan Racun'. Yang satu memberi madu, yang satu mengoleskan racun!

Ketika 'mazhab logika' (Marwah Daud) berpadu dengan 'mazhab gaib' (Dimas Kanjeng) maka persekutuan itu akan menggandakan kejahatan, penipuan dan kemusyrikan!

Kekuatan gaib saja tidak akan bisa menghasilkan 'eskalasi kejahatan dan pembodohan yang begitu besar!', gaib kelas teri hanya bisa memberi nilai ekonomis Pahe (paket hemat) yang hanya bisa merayu uang receh kaum marjinal di pasar, terminal maupun arisan ibu-ibu RT.

Akan tetapi ketika gaib itu diracik dalam satu 'full integrated package' dengan metode 'What They Don’t Teach You at Harvard Business School' maka hasilnya akan sangat menakjubkan.

Siapakah Dimas Kanjeng Taat Pribadi tanpa seorang Marwah Daud? Apakah Anda pernah melihat senyum manis Dimas di balik 'celak dan dandanan' khasnya itu?

Sangat banyak orang-orang seperti Dimas Kanjeng ini. Mereka beredar dari satu kota ke kota yang lain. Menebar madu dan mengoleskan racun untuk memperdaya mangsanya. Mereka sengaja berpindah-pindah tempat untuk menghindari amukan mangsanya yang tersadar.

Berita tertangkapnya orang-orang seperti ini pun, biasanya hanya mengisi halaman tengah kolom ketujuh pada sebuah harian abal-abal.

Akan tetapi lihatlah kalau 'keganjilan' dikemas secara profesional. Dimas Kanjeng Taat pun dinobatkan sebagai maharaja di dalam kerajaan mininya lengkap dengan para sultan (menterinya) dan para penduduknya (santri) Dimas Kanjeng Taat pun merangkap tugas sebagai raja dan pemimpin spritual tertinggi. Tanpa trik itu, Dimas hanyalah seorang 'musafir' yang harus berkelana ke banyak tempat untuk mencari mangsanya.

Kini pemberitaan Dimas Kanjeng Taat menjadi viral dan headline di mana-mana. Rating pemberitaannya 'beti' (beda tipis) dengan sinetron kopi bersianida Jessica, bahkan kini mengalahkan berita perihal Mario Teguh, Irman Gusman dan Gatot Brajamusti!

***

Ada sesuatu yang menarik dari kasus Dimas Kanjeng Taat ini. Bukan pada dirinya, tetapi pada diri kita sendiri. Kita melihat bayangan diri kita sendiri pada kedua bola mata Dimas Kanjeng.

Tidak ada asap tanpa api! Produk lahir karena memang ada permintaan pasar!

Masyarakat kita ternyata masih banyak yang terjebak dalam ruang mimpi cepat kaya, hal-hal klenik, musyrik dan jauh dari nalar sehat!

Selama masyarakat kita tidak diedukasi dengan tepat, maka persoalan-persoalan seperti Dimas Kanjeng Taat ini akan selalu berulang. Di satu sisi, mungkin ada yang kurang tepat pula dalam tatanan kehidupan masyarakat kita yang membuat belasan ribu santri dari kerajaan Dimas Kanjeng dari seluruh pelosok negeri ini, akhirnya bisa disesatkannya.

Mungkin sudah saatnya kita mulai memperhatikan sekeliling kita. Maraknya gejolak sosial akhir-akhir ini sebagian besar juga akibat karena warga tidak perduli kepada lingkungannya sendiri. Di sekeliling kita bayak terjadi hal-hal yang tidak benar dan kurang pantas. Tetapi kita membiarkannya saja karena tidak merugikan kita secara langsung. Percayalah, cepat atau lambat pada akhirnya akibat dari lingkungan buruk itu akan mendera kita juga!

***

Dulu ada seorang petani sukses. Dia lalu ditanya apa resep di balik keberhasilannya. Dia lalu menjawab, dengan cara membagikan benih terbaik secara gratis kepada para tetangganya.

Lho apa hubungannya? Bukankah dia harus mengeluarkan biaya untuk membeli benih tambahan buat para tetangganya?

Menurut Si Petani Sukses, karena benih diseluruh tempat mereka adalah benih terbaik, maka penyerbukan yang terjadi pun akan seragam menghasilkan hasil panen yang terbaik.

Sekiranya benih tetangganya buruk, maka penyerbukan benih buruk dan baik akan terjadi pada kebunnya, dan bisa dipastikan hasil panennya tidak mungkin akan baik pula!

Tentu saja resep Si Petani pasti akan manjur juga kalau diterapkan dalam kehidupan masyarakat kita. Mungkin dalam skala kecil dapat dimulai pada blog ini, dengan mulai berkata-kata baik dan tidak rasis ketika memberi komen pada tulisan sesama penulis.

Pada ahirnya seuntai kata yang manis pasti akan mampu menyejukkan derita dalam kemacetan....

***

Masih menurut nasehat tahun monyet api dari Tiongkok tadi, tahun ini adalah tahun yang baik bagi kita semua untuk menunjukkan bakat dan ketrampilan. Jangan malu-malu ataupun rendah diri karena kesuksesan telah siap menanti. Itulah salah satu sebabnya saya mulai rajin menulis di blog ini. Bukan karena petunjuk dari monyet api tadi, akan tetapi karena saya telah mampu mengenyahkan rasa malu untuk memulai menulis itu sendiri....

Akan tetapi api selalu tidak bisa diprediksi, sehingga kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi pada penghujung tahun ini. Sebaiknya kita menghindari gerakan kelompok yang bersifat pergolakan politik, diskriminatif, militan, anarkis maupun provokatif karena akan merugikan diri kita sendiri.

Pada tahun monyet api, seluruh kegiatan seperti diatas, apalagi gerakan yang bersifat radikal akan mengalami kegagalan total, karena monyet api itu pecinta damai dan tidak suka kekerasan.

Kalau yang ini, resmi menurut siaran pers dari monyet api!

Reinhard Freddy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun