Sudah lama sekali kita tidak merasakan kebanggaan sebagai kampiun dalam dunia bulutangkis. Dijaman kejayaan Rudy Hartono dan Liem Swie King, hampir tidak ada masyarakat yang tidak keranjingan bermain bulutangkis. Di kantor perusahaan swasta maupun pemerintahan hampir selalu ada lapangan bulutangkis. Mulai dari boss sampai karyawan bermain bulutangkis sampai tengah malam sehabis jam kantor.
Bahkan di gang sempit RT sekalipun, para anak-anak dan “simboke” sibuk bermain bulutangkis tanpa net dengan shuttlecock yang sudah gundul! Tapi itu semua cerita masa lalu. Kini sudah jarang orang bermain bulu tangkis. Hal itu berkaitan erat dengan prestasi bulutangkis kita yang semakin menurun di dunia internasional.
Menarik dicermati penurunan prestasi ini, bukan saja karena berkurangnya bakat-bakat baru di dalam negeri, tetapi juga karena perkembangan teknik pelatihan terintegrasi yang dikembangkan oleh pelatih-pelatih di luar negeri (sialnya kebanyakan adalah mantan pemain/pelatih berkelas Indonesia)
Untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis nasional ini, yang diperlukan antara lain adalah :
1. Turnamen
Turnamen/pertandingan adalah satu-satunya cara terbaik untuk melatih kemampuan pebulutangkis. Dengan bertanding menghadapi banyak pemain yang berbeda, seorang pebulutangkis tentu akan belajar beradaptasi menghadapi gaya permainan lawan yang berbeda-beda pula.
Kita bisa belajar mengelola turnamen seperti pada tenis, mulai dari tingkat Grandslam, ATP Master maupun sampai kelas satelite misalnya. Kalau misalnya dalam setahun ada 50 (Limapuluh) turnamen berbagai kelas kategori dari Sabang sampai Merauke, tentu seorang pebulutangkis bisa memilih turnamen mana saja (dianggap paling menguntungkan baginya) yang akan diikutinya selama setahun.
Dari hadiah turnamen yang diikutinya selama setahun plus bantuan sponsor, besar kemungkinan turnamen bulutangkis ini bisa juga menjadi lahan “mencari makan” selain hobi dan ajang mencari prestasi (biasanya mencari jodoh juga lebih gampang, dan juga ada peluang bermain disinetron, talkshow atau bintang iklan!)
Dengan banyaknya turnamen, maka otomatis akan banyak bermunculan bakat-bakat muda pebulutangkis. Turnamen-turnamen itu akan menggairahkan orang-orang untuk bermain bulutangkis kembali. Siapatahu kelak akan ada juara dunia bulutangkis yang lahir dari pebulutangkis kelas gang sempit RT itu....
2. Kompetisi Liga Bulutangkis
Sejak dulu sudah ada pertandingan antar klub di Indonesia. Siapa tidak kenal klub Djarum Kudus, Bimantara atau Jayaraya. Akan tetapi kalau kompetisi itu dikemas secara profesional seperti mengelola EPL (English Premiere League) pasti akan sangat menarik hati penonton, pemain maupun sponsor besar!
Harus diingat, Indonesia adalah gudang bakat pebulutangkis kelas dunia dan sekaligus juga penonton fanatik bulutangkis kelas dunia! Kita saja yang tidak mampu mengelolanya. Kalau ditata secara profesional, pebulutangkis profesional dunia akan berdatangan ke Indonesia. Otomatis sponsor kelas dunia dan liputan TV berbayar akan mengikut juga!
Misalnya di kompetisi liga utama ada 20 klub yang bertanding dengan sistim “Home-away” dengan format 3 tunggal plus 2 ganda. Umur pemain maksimal adalah 23 tahun. Pemain asing yang boleh bermain diizinkan 1 orang. Pemain senior tanpa batas umur yang boleh bermain diizinkan 1 orang juga, karena liga ini tujuannya adalah mencari bakat-bakat muda Indonesia, walaupun mereka digaji oleh klub!
Saya percaya kalau semuanya dikelola secara profesional dengan konsep “Sport Entertain” maka kita akan mendapat tontonan yang sangat menghibur sekaligus juga prestasi emas dibidang olahraga bulutangkis dan juga prospek bisnis besar, dan satu lagi, Gengsi dimata dunia internasional!
3.Kembalikan semua Pelatih Indonesia!
Inilah biang kerok merosotnya prestasi bulutangkis Indonesia didunia internasional! Putra-putri terbaik dari bangsa ini harus pergi melatih dan mempersiapkan juara-juara dunia, tetapi milik negeri asing! Para pelatih ini bukan hanya mempersiapkan fisik pemain, tetapi juga mental, sebuah “Pembeda besar” dalam sebuah pertandingan!
Mental adalah momok terbesar bagi pemain kita, bahkan sejak dari jaman Liem Swie King!
Tanpa disadari, pelatih kita itu dengan segala keterbatasannya di negeri orang dan “perasaan malu/risih” akan tatapan orang sebangsanya ketika mendampingi pemain asing, hanya mempunyai satu motivasi saja dalam “mencari makan” dinegeri orang yaitu, melatih secara profesional untuk melahirkan juara-juara baru ditempat mereka bekerja.
Mental baja itulah yang ditularkan kepada murid-muridnya, dan mereka berhasil! Walaupun fisik dan skill/kemampuan tenik sedikit dibawah pemain Indonesia, akan tetapi sering dalam situasi sulit, pemain asing yang dilatih pelatih Indonesia itu akan cepat mengungguli pemain Indonesia yang kerap melakukan “Unforced error” dalam keadaan genting!
***
Turnamen dan kompetisi membutuhkan pelatih yang banyak. Para pelatih Indonesia itu akan dengan senang hati melatih di Indonesia lagi. Bahkan bila perlu kita memakai pelatih asing terbaik, mantan juara-juara dunia eks Korea, Tiongkok atau Eropa. Pada ahirnya semua pelatih terbaik akan berada di Indonesia.
Apakah artinya kalau pelatih-pelatih terbaik ada di Indonesia? Memang dalam dua atau tiga tahun, Indonesia belum akan merajai dunia. Akan tetapi dalam lima atau sepuluh tahun kedepan, Indonesia akan kembali seperti kejaman kejayaan Rudy Hartono! Hal itu bukan saja karena di Indonesia banyak bakat-bakat baru yang bermunculan, tetapi juga karena diseluruh dunia “terjadi stagnan akan kehadiran bintang baru”, karena tidak ada pelatih kelas dunia yang membimbing mereka!
Reinhard Freddy
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI