***
Koin selalu mempunyai dua sisi. Perkebunan kelapa sawit ini memang mendatangkan berkah bagi masyarakat dan negara. Tetapi disatu sisi lain, pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit ini juga mendatangkan bencana dan malapetaka. Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, sebagian besar diakibatkan oleh pembukaan lahan atau replanting perkebunan kelapa sawit. Selain mengakibatkan korban jiwa dan bencana asap, kebakaran ini secara ekonomi juga mengakibatkan kerugian milyaran rupiah setiap tahunnya.
Ketika hutan pegunungan kemudian ditanami masyarakat dengan kelapa sawit, maka kita hanya tinggal menunggu waktu saja untuk menuai longsor dan banjir bandang. Apalagi dengan teknik pembukaan hutan yang sederhana, “Tumbang, cincang kemudian bakar” Lalu bibit sawit kemudian ditanam tanpa tanaman penutup tanah. Akibatnya lapisan tanah akan tergerus ketika hujan, dan semakin lama semakin tergerus.
Delapan tahun kemudian pelepah pohon kelapa sawit tersebut sudah saling menutup rapat diatas. Akan tetapi dipermukaan, tanah hanya ditutupi oleh sedikit lalang atau pakis-pakisan. Ketika terjadi hujan deras yang berkepanjangan, maka permukaan tanah yang sudah jenuh itu, tidak akan mampu lagi untuk menahan tekanan air. Ahirnya tinggal menunggu waktu untuk “memanen” bencana bagi penduduk yang bermukim dibawah!
Ahirnya, Kebijakan Moratorium Kebun Kelapa sawit ini terasa pas bagi kita untuk merenung dan mencari solusi terbaik untuk mengatasi semua persoalan ini. Mengejar produksi tidak harus dengan menambah lahan. Pemilihan bibit unggul, pemupukan yang tepat dan pemeliharaan tanaman yang berkesinambungan akan meningkatkan produktifitas buah bahkan sampai dua kali lipat!
Reinhard Freddy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H