Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Belajar Waras dari Orang Gila...

9 Agustus 2016   19:02 Diperbarui: 10 Agustus 2016   20:43 1981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah membayar kwetiau goreng telur plus es jeruk dingin di teras terbuka gerai bakmi itu, aku segera beranjak menuju tempat parkir. Ketika hendak menyalakan mobil, aku terkejut melihat bayangan seorang lelaki dengan sebuah buntalan di tangannya, bergerak dengan cepat lalu dalam sekejap melahap semua sisa makanan yang ada di piring dari dua meja kosong yang baru saja ditinggalkan orangnya. Gerakan orang tersebut sangat cepat, taktis dan efisien karena dilakukan hanya dalam hitungan detik.

Tak lama kemudian terdengar teriakan seorang lelaki sambil mengancungkan tangan dari dalam gerai bakmi tersebut. Lelaki pemangsa maksi (makanan sisa) itu hanya tertawa sambil berlari kecil meninggalkan tempat itu. Lima detik kemudian, Lelaki pemangsa maksi itu menghentikan langkahnya, lalu berjoged-joged dengan riang, diakhiri dengan sebuah tawa lebar. Setelah merapikan celananya, dia kemudian meneruskan perjalanannya seperti tidak ada suatu peristiwa apapun yang terjadi.

***

Di dalam dunia waras yang penuh “kewarasan” pun sering terjadi “aksi gila-gilaan”. Yang paling gress adalah ketika Ahok mengajukan “Judicial Review” ke MK perihal keharusan cuti bagi Petahana ketika masa kampanye. Menurut Ahok, dirinya tidak ingin berkampanye. Maka dari itu ia tidak perlu cuti, apalagi masa cuti tersebut bersamaan dengan masa pembahasan APBD DKI.

Pada Undang-undang No.10 Tahun 2016 Tentang Pilkada menyatakan, Bahwa calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang menjabat harus mengambil cuti selama masa kampanye. Untuk Pilkada serentak 2017, masa cuti dimulai sejak 26-10-2016 hingga 11-02-2017 (4 bulan).

Ahok tidak keberatan dengan Undang-undang tersebut, akan tetapi dia menginginkan ada pilihan lain bagi calon petahana yang tidak ingin melakukan kampanye.

Kali ini Ahok tidak sendirian. Wakil Gubernur, Djarot mendukung langkah Ahok. Dia berpendapat sebaiknya kepala daerah petahana tidak mengambil cuti dan tetap bekerja seperti biasa. Menurutnya akan bagus kalau sekiranya mereka diperbolehkan tidak mengambil cuti, agar supaya mereka bisa tetap fokus bekerja.

Akan tetapi bagi yang tidak sependapat dan tidak suka pada Ahok, aksinya ini dianggap sebagai sebuah “kegilaan” seperti beberapa aksi kegilaan Ahok lainnya. Banyak aksi kegilaan Ahok seperti pada Relokasi Kampung Pulo, Kalijodoh, Kampung Luar Batang, Reklamasi Teluk Jakarta hingga Rumah Sakit Sumber Waras. Akan tetapi pada ahirnya, Aksi Kegilaan Ahok itu berahir dengan sebuah Kewarasan.

Ada yang mengatakan aksi gila Ahok ini menunjukkan sisi arogansinya, seolah-olah ingin mengangkangi ketentuan hukum yang sudah ditetapkan oleh undang-undang tersebut.

Akan tetapi menurut ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno, KPU tetap menghormati langkah Ahok mengajukan Judicial Review karena memang dimungkinkan oleh undang-undang.

***

Kalau dipikir-pikir, tindakan Ahok ini memang gila, bukan karena judicial reviewnya, akan tetapi karena cuti kampanyenya. Sudah barang tentu semua partisipan akan memanfaatkan masa kampanye untuk “menjual kecap nomor satu” agar bisa merebut hati masyarakat. Melihat gaya Ahok yang tidak mau kampanye, berarti Ahok sudah yakin benar bahwa masyarakat DKI akan tetap memilih dia menjadi gubernur, walaupun dia tidak berkampanye.

Tindakan gila Ahok ini benar-benar “menggilakan” hati penantang yang waras itu! Sudah barang tentu nanti ketika mereka berkampanye, sebagian dari para penonton akan tertawa melihat “kampanye monolog” itu. Lazimnya Adu debat para cagub di televisi, para penantang petahana akan berdebat dengan angin. Petahana tidak bisa membela dirinya karena tidak ikut berkampanye. Bukankah ini nanti akan menjadi sebuah tontonan yang menggilakan?

Kalau sudah begini, para penantang ini akan kelihatan “seperti orang gila” yang bertinju “shadow boxing” Hal ini tidak boleh dibiarkan. Orang waras tidak boleh kelihatan seperti orang gila. Kalau Orang gila itu tidak mau diajak waras, biarkan saja dia gila sendirian. Jadi Ahok harus ikut kampanye, agar segala sesuatunya kelihatan waras.

Akan tetapi saya penasaran ingin mencoba memahami kegilaan Ahok ini untuk tidak mengikuti kampanye. Saya akhirnya membuat beberapa kesimpulan yang kurang waras.

Pertama, Ahok Itu Pelit dan Kurang Modal

Kampanye membutuhkan biaya yang sangat besar. Di beberapa acara di televisi swasta, penontonnya harus dibayari dan diberi nasi bungkus, agar acara tersebut kelihatan ada penontonnya. Demikian pula dengan kampanye. Uang kantong, kaos, nasi bungkus plus transportasi, artis dangdut dan lain-lainnya membutuhkan biaya yang sangat besar.

Kali ini, Ahok tidak mendapat dukungan dana kampanye dari parpol seperti pilkada sebelumnya. Jadi dia harus mengeluarkan biaya dari kantong sendiri. Jadi kalau tidak kampanye, ya tidak keluar duit. Ini adalah “ide yang sangat waras!”

Kedua, Ahok itu Jagoan Strategi

Sebagai seorang petahana Ahok tentu mempunyai keuntungan tersendiri yang tidak dimiliki pesaingnya. Hasil kerjanya cukup memuaskan warga, membuat dia tidak memerlukan kampanye

Setiap pagi ketika dia akan memulai pekerjaanya, dia sudah berkampanye. Kampanye Ahok bahkan terus diliput dan dibroadcast oleh pembencinya, terutama ketika dia berkata keras, atau ada sesuatu dari katanya yang bisa untuk diplintir. Nama Ahok bahkan semakin populer ketika dia “berantem” dengan FPI dan Haji Lulung.

Ketiga, Ahok itu Genit dan Caper

Slogan Tiada hari tanpa Ahok itu ternyata sangat digilai oleh Ahok sendiri. Ahok adalah fenomena. Adakah yang lebih ahok daripada Ahok? Ahok adalah sensasi. Ahok adalah Narsis. Tindakan Ahok selalu mengundang kontroversi dan berita. Awalnya terasa gila atau agak gila atau gila banget, lalu berangsur-angsur terasa waras, agak waras lalu waras banget.

Ahok adalah penggila popularitas. Popularitasnya melebihi “seluruh penduduk DKI” kalau digabung. Jadi Publikasi dari dirinya selama ini adalah sebuah kampanye terselubung!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun