Kalau dipikir-pikir, tindakan Ahok ini memang gila, bukan karena judicial reviewnya, akan tetapi karena cuti kampanyenya. Sudah barang tentu semua partisipan akan memanfaatkan masa kampanye untuk “menjual kecap nomor satu” agar bisa merebut hati masyarakat. Melihat gaya Ahok yang tidak mau kampanye, berarti Ahok sudah yakin benar bahwa masyarakat DKI akan tetap memilih dia menjadi gubernur, walaupun dia tidak berkampanye.
Tindakan gila Ahok ini benar-benar “menggilakan” hati penantang yang waras itu! Sudah barang tentu nanti ketika mereka berkampanye, sebagian dari para penonton akan tertawa melihat “kampanye monolog” itu. Lazimnya Adu debat para cagub di televisi, para penantang petahana akan berdebat dengan angin. Petahana tidak bisa membela dirinya karena tidak ikut berkampanye. Bukankah ini nanti akan menjadi sebuah tontonan yang menggilakan?
Kalau sudah begini, para penantang ini akan kelihatan “seperti orang gila” yang bertinju “shadow boxing” Hal ini tidak boleh dibiarkan. Orang waras tidak boleh kelihatan seperti orang gila. Kalau Orang gila itu tidak mau diajak waras, biarkan saja dia gila sendirian. Jadi Ahok harus ikut kampanye, agar segala sesuatunya kelihatan waras.
Akan tetapi saya penasaran ingin mencoba memahami kegilaan Ahok ini untuk tidak mengikuti kampanye. Saya akhirnya membuat beberapa kesimpulan yang kurang waras.
Pertama, Ahok Itu Pelit dan Kurang Modal
Kampanye membutuhkan biaya yang sangat besar. Di beberapa acara di televisi swasta, penontonnya harus dibayari dan diberi nasi bungkus, agar acara tersebut kelihatan ada penontonnya. Demikian pula dengan kampanye. Uang kantong, kaos, nasi bungkus plus transportasi, artis dangdut dan lain-lainnya membutuhkan biaya yang sangat besar.
Kali ini, Ahok tidak mendapat dukungan dana kampanye dari parpol seperti pilkada sebelumnya. Jadi dia harus mengeluarkan biaya dari kantong sendiri. Jadi kalau tidak kampanye, ya tidak keluar duit. Ini adalah “ide yang sangat waras!”
Kedua, Ahok itu Jagoan Strategi
Sebagai seorang petahana Ahok tentu mempunyai keuntungan tersendiri yang tidak dimiliki pesaingnya. Hasil kerjanya cukup memuaskan warga, membuat dia tidak memerlukan kampanye
Setiap pagi ketika dia akan memulai pekerjaanya, dia sudah berkampanye. Kampanye Ahok bahkan terus diliput dan dibroadcast oleh pembencinya, terutama ketika dia berkata keras, atau ada sesuatu dari katanya yang bisa untuk diplintir. Nama Ahok bahkan semakin populer ketika dia “berantem” dengan FPI dan Haji Lulung.
Ketiga, Ahok itu Genit dan Caper