Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengurai Konflik SARA di Indonesia Masalah Impotensi dari Gedung KPK hingga ke Tanjung Balai

1 Agustus 2016   19:18 Diperbarui: 1 Agustus 2016   19:27 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak anak pribumi yang tidak mau membantu orangtuanya berjualan di pasar karena malu dilihat temannya. Tetapi tidak bagi anak Tionghoa. Mereka selalu membantu orangtuanya sepulang sekolah atau ketika libur sekolah. Jadi kesuksesan bukan ditentukan oleh warna kulit, tetapi lebih kepada Filosofi cara untuk meraih sukses itu.

Ahirnya seluruh ketidak mampuan itu “ditumpahkan” kepada orang-orang mampu. Akan tetapi tentu saja tidak semua orang mampu “sudi” ditimpakan malapetaka oleh orang-orang impoten itu. Mengganggu orang mampu yang seagama dan sama warna kulitnya itu akan seperti menabur angin yang akan menuai badai bencana. Ahirnya dipilihlah objek yang “rasional” dengan “efek samping” yang rendah.

Saya jadi teringat ketika kanak-kanak. Dulu ketika main layangan ditanah lapang, orang dewasa suka memprovokasi anak kecil supaya berantem. Misalnya ada dua anak kecil yang bernama Anto dan Budi. Anto diprovokasi dengan mengatakan, bahwa Budi mengatakan Anto jelek dan sebaliknya. Biasanya kedua anak itu hanya nyengir saja.

Lalu Anto diprovokasi kembali dengan mengatakan, bahwa Budi mengatakan Bapak dan Agama Anto jelek dan sebaliknya. Hasilnya bisa ditebak. Pertempuran seru berdarah-darah ahirnya terjadi diiringi tawa dan sorak sorai “Penonton Dewasa” tersebut. Kaum impoten bodoh yang membakar Vihara dan Klenteng di Tanjung Balai itu adalah representatif dari anak-anak kecil yang berantem itu. Kalau mereka tidak impoten, tentu saja tidak akan mau diprovokasi untuk diperalat orang lain!

***

Lain lubuk lain ikannya. Lain padang lain belalangnya. Kalau di Tanjung Balai kaum impotennya adalah rakyat jelata bodoh, maka yang menyerbu gedung KPK adalah kaum impoten berpendidikan. Muda, berpendidikan tapi impoten! Secara inteligensia seharusnya mereka itu jauh dari hal-hal bodoh. Akan tetapi karena nalarnya impoten, maka mereka bangga didepan televisi merusak gedung “Simbol supremasi rakyat!”

Tidak ada satu alasan apapun didunia ini yang layak diterima untuk membenarkan satu perbuatan vandalisme dan anarkis, apalagi terhadap aset/kepentingan rakyat!

Bagaimana penanganan atas masalah-masalah kekerasan ini selama ini?

Seharusnya kita mengevaluasi kembali cara-cara kita menangani masalah ini. Tindakan aparat keamanan biasanya adalah mencari dan menangkap provokator. Lalu tokoh-tokoh lintas agama dan tokoh masyarakat akan bertemu, berbicara bla-bla, lalu semuanya diharapkan dengan doa akan mereda sendiri. Ini adalah penyelesaian yang impoten juga, padahal kita punya undang-undang untuk mengatur kasus-kasus seperti ini.

Kita harus bersikap tegas dan konsisten agar peristiwa seperti ini tidak terulang lagi, dengan mengambil sikap, “Setiap upaya maupun perbuatan vandalisme dan anarkis, apalagi terhadap aset/kepentingan rakyat adalah perbuatan subversif. Jadi sebaiknya Hukum subversif diaktifkan kembali, khusus BAB I. Pasal 1. Ayat (1) 3 “Barangsiapa melakukan pengrusakan atau penghancuran bangunan yang mempunyai fungsi untuk kepentingan umum atau milik perseorangan atau badan yang dilakukan secara luas”

Hukuman atas perbuatan tersebut diatas dapat dilihat pada, Bab IV. Ancaman Pidana. Pasal 13.(1) “Barangsiapa melakukan tindak pidana subversi yang dimaksudkan dalam pasal 1 ayat (1) angaka 1, 2, 3, 4 dan ayat (2) dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 (dua puluh) tahun”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun