Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kenalan dengan Satelit Perbankan Pertama di Dunia Milik BRI

19 Juli 2016   18:27 Diperbarui: 21 Juli 2016   01:49 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : www.beritasatu.com

Walaupun tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui, ahirnya satelit perbankan pertama di dunia, BRIsat milik BRI (PT Bank Rakyat Indonesia) diluncurkan pada pukul 04.39 WIB pagi dari Kourou, French Guyana, Amerika Selatan. Satelit BRI 54 transporder itu akan mengorbit di atas Papua dengan titik koordinat 150.5 derajat bujur timur. Setelah BRIsat menemukan orbit Geostationary, barulah serah terima satelit dari Space System/Local (SSL) Amerika Serikat ke BRI dilaksanakan.

Menurut BRI, satelit berbanderol Rp 3,375 T dengan umur pakai 17 tahun itu akan memangkas biaya operasional satelit mengingat biaya sewa satelit BRI mencapai Rp 500 milyar per tahun.

BRI merupakan satu-satunya perbankan di dunia yang memiliki dan mengoperasikan sendiri satelitnya. Hal ini kemudian menimbulkan keheranan bagi industri perbankan didunia.

Akan tetapi BRI mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan perbankan lain. Di Indonesia, BRI selalu hadir di mana perbankan lain tidak mau atau tidak mampu berada!

BRI memiliki 10.350 kantor unit kerja dengan 130.000 pegawai. Pangsa pasar mereka adalah rakyat menengah bawah di kota sampai rakyat jelata di pedesaan! Itulah sebabnya mereka menyewa 40 transponder satelit untuk operasional bank dan ATM di seluruh Indonesia.

***

Bankir kelas atas tentu tidak akan mau melirik BRI. BRI dianggap tidak efisien. Karena melayani kredit kecil, tentulah dibutuhkan banyak pegawai, kantor unit dan biaya operasional yang tinggi sehingga tidak akan mampu bersaing dengan bank lain. Apalagi kebanyakan nasabah BRI adalah nasabah bercelana pendek dengan sendal jepit! Akan tetapi musim berganti dan industri perbankan pun berubah total! Resesi gobal adalah penyebab utamanya.

Kini industri perbankan mengalami anomali. Dulu pertumbuhan kredit tinggi, tetapi uang susah didapat. Kalaupun ada, cost-nya tinggi. Kini uang tidak susah, akan tetapi resiko kredit sangat tinggi. Ini seperti buah simalakama, mengingat biaya operasional harus ditutupi. Akan tetapi hal ini tidak berlaku bagi bank Mandiri, BCA dan BRI. Bagi bank ini, pendapatan lain-lainnya sudah cukup untuk menutup biaya operasional, tanpa perlu menjual kredit yang berisiko! Dan kuncinya cuma satu. Mereka itu memiliki kantor cabang dan ATM yang banyak!

Contohnya begini. Misal, Bank Mandiri memiliki 10 juta nasabah. Bank Mandiri memiliki kebijaksanaan, saldo minimal Rp 100 ribu/tabungan. Kalau rata-rata saldo tabungan Rp 200.000,- maka jumlah uang yang “tidur” adalah 10 juta dikali Rp 200.000,- alias Rp 2 Triliun. Kalau dijual dengan spread margin 8%/tahun, pendapatan dari uang tidur = Rp 160 milyar/tahun.

Kalau biaya administrasi kartu ATM Rp 5.000/bulan plus biaya fee transaksi via ATM rata-rata Rp 5.000/bulan, jumlah Rp 10.000/bln, maka pendapatan = Rp 10.000/bulan x 10 juta nasabah = Rp 100 milyar/bulan atau Rp 1,2 triliun/tahun. Ini bisa dicapai, karena bank ini memiliki kantor cabang dan ATM yang banyak, sehingga otomatis memiliki nasabah yang banyak. Jadi kunci utama industri perbankan modern masa kini adalah memiliki nasabah yang banyak!

Kini adalah jaman online. Seluruh transaksi perbankan bisa memakai mobile banking, dan real time! Kadang timbul juga pertanyaan yang agak mengherankan, sudah berapa lama ya tidak ke bank? BRI basis utama nasabahnya adalah di perdesaan. Transaksi utama di perdesaan adalah transfer dana sekolah untuk anak ke kota atau transfer dari anak di kota kepada orang tua di desa, dan transaksi bisnis komoditi pertanian. Walaupun nilainya kecil, tapi volume transaksinya besar. Pendapatan utama dari BRI jelas dari biaya transfer ini!

Sumber foto : www.beritasatu.com
Sumber foto : www.beritasatu.com
Ketika para gembala di desa kini bermain Pokemon Go sambil mengangon kambing, maka tinggal menunggu waktu bagi para gembala itu untuk membeli pulsa dan kuota data melalui mobile banking mereka. Mobile banking mereka itu pastilah BRI, bukan yang lain! Kini dengan BRIsat, BRI sudah mulai berani mengusik pangsa pasar BCA dan Mandiri di segmen mobile banking. Apalagi mereka didukung oleh jaringan 10.350 kantor unit kerja di seluruh tanah air

***

Di luar masalah jaringan operasional dan pertimbangan bisnis yang memang masih reasonable, ada satu faktor penting lainnya yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan perbankan yang mendasari peluncuran BRIsat ini. Tidak banyak yang memperhatikan, tapi aspek ini menyangkut kehormatan dan keamanan negara Indonesia!

Dulu Indosat mengelola dua satelit di slot 113 BT yang ditempati oleh Satelit Palapa D dan slot 150,5 BT ditempati Satelit Palapa C, tetapi kemudian diambil alih BRIsat. Pada 2002, Pemerintah melepas 40% sahamnya di Indosat ke Singapore Technologies Telemedia. Pada 2009 65% saham Indosat dimiliki oleh Qatar Telecom, kini bernama Ooredoo. Jadi Indosat yang melayani seluruh jaringan satelit nasional, termasuk pertahanan dan keamanan Indonesia itu merupakan perusahaan asing!

Pada tahun 2007 Indonesia hampir kehilangan slot orbit 150,5 BT karena Satelit Palapa C sudah habis masa edarnya dan banyak negara lain terutama Jepang yang berminat pada slot tersebut. Ahirnya pemerintah berhasil memperjuangkan slot tersebut kembali. Akan tetapi Indosat tak kunjung meluncurkan satelit baru karena kesulitan dana. Pada 2014 pemerintah akhirnya memutuskan slot orbit 150,5 BT ditarik dari Indosat dan diberikan kepada BRI.

Dulu sebelum Jokowi menjadi presiden, beliau mempunyai perhatian khusus perihal Indosat ini. Apalagi kemudian timbul desas-desus penyadapan satelit oleh pihak asing, sehingga Jokowi bertekad kalau sekiranya terpilih menjadi presiden akan membeli kembali saham Indosat. Selain itu, Satelit Indosat bisa dimanfaatkan secara maksimal didalam mengoperasikan pesawat tanpa awak (drone) yang bisa digunakan untuk mengawasi kepulauan dan perairan Indonesia.

Kini semuanya kelihatan lebih jelas. Cicilan satelit BRIsat berkisar Rp 300-400 Milyar/tahun selama 8 tahun, jelas lebih murah dibanding sewa satelit Rp 500 Milyar/tahun. BRIsat memiliki 54 transponder, sementara yang dipakai hanya 40. Ijin satelit BRI adalah ijin khusus yang tidak bisa disewakan pada pihak lain, karena menyangkut aspek keamanan. Ahirnya BRI menghibahkan sisa 14 transponder kepada negara, yang akan dipakai untuk kebutuhan pertahanan dan keamanan.

Kini semuanya kelihatan lebih jelas lagi! Departemen Hankam atau Pemerintah tidak perlu merogoh gocek APBN untuk membeli satelit baru lagi karena sudah dihibahkan BRI, yang juga tidak terbeban gara-gara hibah tersebut.

Big boss BIN yang dulu mengeluh, “Tidak ada lagi yang rahasia di negara ini!” Penyebabnya sederhana. Walaupun anak buahnya sudah memakai overcoat tetapi mereka itu selalu terlihat 'telanjang' oleh pihak asing. Kini dengan beroperasinya BRIsat/HANKAMsat dijamin anak buah yang 'telanjang' itu akan terlihat memakai overcoat!

Reinhard Freddy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun