Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilema Datangnya Pekerja Asing di Indonesia

18 Juli 2016   17:04 Diperbarui: 19 Juli 2016   11:34 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seberapa besar para expatriat Tiongkok ini, Legal maupun ilegal “merampok” lahan pekerja lokal, belum pernah diteliti dengan seksama. Akan tetapi layaknya nelayan asing yang mencuri ikan diwilayah kita, sudah seharusnya kita mengatasi persoalan ini. Tapi disisi lain, hati terasa trenyuh melihat pekerja asing ini. Sebahagian dari mereka itu didukung dan mendapat kemudahan dari pemerintahnya. Perlakuan tersebut berbanding terbalik dengan pekerja Indonesia.

Entah sudah suratan nasib, ketika hendak bekerja ke luar negeri, TKI diperas dan dipersulit oleh oknum negara. Bekerja di luar negeri juga, resiko ditanggung sendiri tanpa bantuan dan perlindungan dari KBRI. Tidak jarang hanya jasad yang pulang ke kampung halaman, itupun terkadang karena ada orang yang berbaik hati membantu pembiayaan, kalau tidak jenazah tersebut dimasukkan incinerator untuk dibakar seperti sampah.

Ketika pulang ke tanah air, sebagian TKI itu sudah dicegat oknum-oknum dan preman yang siap memangsa hasil jerih payah mereka selama “menyabung nyawa” di negeri orang. Kita harus segera mengubah paradigma tersebut. Para TKI itu adalah pahlawan devisa dan juga pahlawan keluarga. Mereka itu seperti nelayan yang melaut jauh ke negeri seberang untuk membawa ikan bagi keluarganya. Jadi sudah seharusnya kita menghormati mereka, seperti negara lain yang menghormati nelayan mereka yang “mencuri ikan” di negeri orang!

***

Ahirnya, kalau kita tidak menghormati rumah kita, lantas siapa lagi yang akan menghormatinya? Kita tentulah menghargai expatriat legal yang bekerja disini. Akan tetapi sedapat mungkin kita harus berusaha mengurangi jumlah mereka untuk digantikan oleh tenaga lokal. Tentulah akan lebih arif memakai pendekatan diplomatis melalui lobi-lobi Deplu daripada demo-demo anarkis berbau rasis!

Untuk tenaga expatriat ilegal, jelas tidak ada ampun, dan itu berlaku standar diseluruh dunia. Selain mencuri lahan pekerja lokal, mereka juga tidak membayar pajak bagi negara, dan rawan melakukan kegiatan-kegiatan terorisme dan kegiatan ilegal lainnya karena bisa diperalat oleh orang-orang tertentu, karena status legalitas mereka.

Sebenarnya bukan dari Tiongkok saja, sejak dahulu banyak orang asing keturunan Arab, India dan Pakistan berkeliaran di Indonesia selama puluhan tahun tanpa terdeteksi masyarakat. Hanya Tuhan, oknum Imigrasi dan mereka sendirilah yang tahu status kewarganegaraan mereka.

Dulu ada “tauke Benggali” yang memiliki kebun sawit dan ratusan ekor sapi. Ada anggota keluarganya yang memiliki KITAS. Ada yang memiliki paspor Malaysia, paspor Inggris dan paspor kanada, tetapi ada pula yang memiliki KTP dan KK, bahkan ikut nyoblos dalam pilkada! Tetapi tidak ada yang memperdulikannya.

Terkadang kita memang berlaku tidak adil. Kita gampang berkomentar miring terhadap ras Asia Timur, tetapi toleran terhadap ras Asia Barat dan Timur Tengah. Seharusnya kita berlaku adil terhadap semua, termasuk juga ras Kaukasian dan Afrika! Kalau kita tidak adil memperlakukan orang lain, maka orang lain pun pasti akan memperlakukan kita dengan semena-mena!

Reinhard Freddy

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun