Masalah outsourcing ini memang masalah yang sangat pelik bagi semua dunia usaha maupun bagi para pekerja sendiri. Apalagi pada saat sekarang ini dunia usaha tidak dapat diprediksi dengan tepat karena terlalu banyak faktor-faktor psikologis yang mempengaruhinya.
Tidak ada satu dunia usaha manapun yang ingin mengurangi atau mem-PHK-kan karyawannya. PHK selalu merupakan langkah terahir ketika kesulitan datang menyergap.
Dalam dunia usaha, apalagi yang berbasis digital/elektronika, “bumi terasa sangat cepat berputar pada porosnya” Entah sudah berapa tahun orang tidak lagi menulis surat, karena digantikan oleh Email atau media lain. Anak muda tidak lagi menulis surat cinta pada “kertas wangi ber amplop tanda hati” Apakah perusahaan kartu ucapan seperti “Hallmark” masih ada?
Dulu home-industri wartel menjamur dimana-mana. Menjelang pukul sembilan malam, wartel itu dipenuhi pelanggan yang ingin bertelepon. Ketika telepon seluler menjamur, wartel itupun raib entah kemana. Adakah yang pernah menyadari bahwa telepon rumahnya sudah tiga bulan tidak berbunyi? Kini banyak orang yang terkejut sambil memegang dada ketika telepon rumahnya berdering!
Kini bisnis online menjamur mengancam tatanan kehidupan dunia bisnis konvensional. Mulai dari ojek motor, taksi, sepatu, pakaian, gadget bahkan lontong sate, kini “dalam genggaman”
Mungkin sebentar lagi panti pijat konvensional akan tutup. Kalau dulu orang datang ke panti pijat untuk dipijat, kini tukang pijatnya yang datang menjumpai klien, dimanapun kliennya berada. Kalau dulu orang harus pergi ke toko/mall untuk berbelanja, kini toko/mall “datang” ke konsumen menawarkan dagangannya.
Akibat dari cepatnya perubahan yang terjadi ini, tidak ada satupun dunia usaha yang bisa memperkirakan apa yang akan terjadi tiga tahun kedepan! Kalau tidak bisa diprediksi, tentulah investasi dan juga SDM tidak bisa diestimasi juga. Akibatnya, hampir semua dunia usaha “berpikir dalam jangka pendek” Sewa lahan lebih dipilih daripada membeli sendiri. Kenderaan operasional dirental daripada membeli. SDM juga memakai outsourcing daripada merekut pegawai.
***
Ternyata banyak sekali Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memakai tenaga outsorcing ini.
Pada 2014 lalu, ada 144 BUMN dengan 250.000 orang tenaga outsourcing yang dianggap melanggar peraturan ketenakerjaan tentang tenaga outsourcing. Kalau perusahaan BUMN begitu, bagaiman dengan perusahaan swasta?
Di dalam Pasal 59-66 Undang-Undang Ketenagakerjaan, secara jelas diatur tentang tenaga kerja kontrak dan outsourcing. Keberadaan tenaga kerja outsourcing hanya dibolehkan untuk lima jenis pekerjaan, yaitu security, cleaning service, transportasi, katering dan jasa penunjang di pertambangan. Itu pun bukan di “core business” perusahaan dan juga bukan pekerjaan yang terus-menerus.
Disatu sisi angkatan kerja terus bertambah setiap tahun. Mereka ini terpaksa berebut tempat dengan para angkatan kerja yang masih menganggur, untuk mengisi sektor pekerjaan yang terbatas. Akibatnya banyak pekerja yang terpaksa menerima kerja sistim kontrak ini, dengan pertimbangan daripada menganggur.
Dulu banyak perusahaan yang nakal terutama di perusahaan jasa, berusaha berkelit dari tanggung jawab, dengan merekrut tenaga muda untuk menjadi pegawai “trainee”
Setelah enam bulan (masa percobaan), mereka kemudian dilepas. Kemudian mereka yang dilepas itu, mengajukan lamaran bekerja lagi diperusahaan itu, lalu kemudian akan dilepas lagi. Begitulah seterusnya.
Bagi perusahaan, ini langkah yang sangat menguntungkan karena mereka terbebas dari kewajiban untuk mengurus karyawan. Mereka juga tidak perlu menaikkan gaji karyawan secara berkala, sebab mereka hanya mempekerjakan tenaga trainee! Ketika terjadi sesuatu dengan karyawan, perusahaan juga dapat seenaknya memecat karyawan.
Bagi sebagian pekerja, bekerja di perusahaan seperti ini dianggap hanya sebagai batu loncatan atau referensi untuk melangkah ke perusahaan yang lebih baik. Tapi bagi kebanyakan pekerja yang lain, hal ini sangat tidak mengenakkan. Mereka hidup dalam kecemasan. Ketika terjadi sesuatu kepada perusahaan atau kepada mereka, maka mereka akan ditimpa bencana karena tidak akan mendapat kompensasi atau perlindungan dari perusahaan.
Disinilah peran pemerintah melalui Kemenaker sebagai regulator memainkan peranannya. Ketika terjadi masalah atau perselisihan, tak jarang pihak-pihak penyusup masuk untuk memanfaatkannya menjadi isu politik murahan demi menguntungkan pihak-pihak tertentu. Akibatnya persoalan menjadi bias dan timbul kerusuhan yang merugikan pihak perusahaan dan karyawan yang dideskreditkan! Karyawan hidup dari perusahaan, dan Perusahaan tidak bisa berjalan tanpa karyawan! Keduanya saling membutuhkan. Agar harmonis, mereka harus berjalan berdampingan dengan sikap saling menghormati.
Reinhard Freddy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H