Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Babak Baru Penanganan Teroris Abu Sayyaf!

4 Juli 2016   18:11 Diperbarui: 4 Juli 2016   18:34 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Abu Sayyaf kembali menyandera anak buah kapal (ABK) Indonesia. Setelah sebelumnya pada Maret lalu, 10 ABK disandera, dan pada April berikutnya nasib yang sama dialami 4 ABK Pula. Berkat diplomasi pemerintah dan berbagai pihak, ke-14 ABK itu ahirnya dibebaskan. Akan tetapi kemudian timbul pertanyaan. Apakah mereka dibebaskan dengan membayar tebusan?

Ahirnya semua sepakat, “Tidak semua pertanyaan harus mempunyai jawaban?” Yang penting para saudara kita itu bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Ahirnya semua melupakan “pertanyaan yang tak berjawab itu” karena disibukkan dengan kenaikan harga daging sapi!

7 dari 13 orang ABK tug boat Charles 001 dan tongkang Roby 152 diculik pada tanggal 20 Juni 2016 di Laut Sulu, Filipina ketika dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Namun, yang mengejutkan, penyanderaan itu dilakukan dalam 2 tahap oleh 2 kelompok bersenjata yang berbeda. Pukul 11.30 ada satu kelompok bersenjata menculik 3 orang. Setelah itu mereka membiarkan kapal dan sisa ABK lepas. Namun, pada pukul 12.45 kelompok bersenjata yang berbeda menculik 4 orang di lokasi yang berbeda. Jadi total penculikan ada 7 orang.

Dian Megawati, istri ABK tug boat Charles 001 bernama Ismail, mengaku dihubungi suaminya dan juga pembajak Abu Sayyaf. Suaminya itu memerintahkan Dian agar berkoordinasi dengan pihak perusahaan karena Abu Sayyaf meminta tebusan sebesar 20 juta ringgit serta meminta kasus penculikan ini agar dipublikasikan ke media. 

Ahirnya “pertanyaan yang tak berjawab dulu itu” mulai “mencari jawaban yang sebenarnya!” Tidaklah mungkin para teroris itu iseng “ngabisin bensin”, menguber-uber duet tugboat-tongkang, lalu “menjamu” para ABK dengan “hospitality Mindanao” selama sebulan, lalu mengantar tamu mereka ke perbatasan...

***

Kemarin itu ada tiga “kutub kekuatan” yang “bergerilya” untuk menangani kasus penculikan ini. Mari kita bahas ketiganya. Yang pertama tentu Pemerintah yang diwakili Kemenlu. Menlu patut diancungi jempol atas segala atensinya guna menangani persoalan ini dengan pendekatan jalur  diplomasi. Yang kedua, masih Pemerintah juga yang diwakili TNI. Sikap TNI jelas, tidak mau kompromi dengan membayar tebusan, dan buru-buru “beberes” mempersiapkan operasi militer.

Operasi militer itu agaknya dikondisikan untuk dua opsi. Opsi pertama pembebasan sandera, sedangkan opsi kedua pembebasan disertai pemusnahan sarang terorisnya!

TNI tentu akan dengan senang hati melaksanakan operasi tersebut, setelah presiden memutuskan opsi yang akan dipakai. Untuk opsi pertama, TNI kelihatan tidak terlalu antusias, mengingat didunia internasional, pasukan Komando TNI sudah harum namanya dalam pembebasan sandera. Opsi kedua mempunyai “multiplier effect” yang kuat bagi para teroris lokal dan teroris asing yang mengganggu kepentingan Indonesia, meskipun di perairan internasional!  Selain itu dampaknya juga besar bagi regional dan internasional, terutama bagi Malaysia dan China!

Kemarin itu operasi militer urung dilaksanakan karena tidak mendapat ijin dari Filipina. Ijin itu sebenarnya hanya karena Filipina akan mengadakan pemilu, dimana isu ini sangat sensitif.

Akan tetapi pemilu telah selesai dengan mulus. Pemerintah yang baru kelihatannya sudah memberikan lampu hijau kepada TNI untuk masuk ke Filipina. Akan tetapi hal itu kemudian diralat TNI dengan mengatakan belum ada hitam diatas putih untuk ijin tersebut. Baguslah kalau begitu. Agaknya TNI sudah belajar dari “pengalaman buruk” ketika “grasa-grusu” di Tarakan kemarin. Operasi militer memang sebaiknya “adem-ayem” aja....

Kutub ketiga yang bergerilya kemarin, inilah kekuatan yang sebenarnya “membebaskan” para sandera. Ketika Kemenlu dan TNI setiap saat diliput media, kutub ketiga ini lolos dari pengamatan! Dan tiba-tiba mereka sudah melakukan gerilya “negosiasi dengan teroris” di Filipina selatan. Tentulah proses negosiasi itu memerlukan waktu yang panjang, dan teknik pendekatan yang tepat. Oleh sebab itu, tim negosiator ini memiliki tiga kunci utama, yaitu agama, kemampuan militer dan uang!

Walaupun para gerombolan ini adalah perompak dan bajak laut, payung organisasi mereka adalah agama. Mereka ini bukan kaum sufi, tetapi pendekatan kepada mereka harus dimulai dengan pendekatan agamis sebagai “pembuka pembicaraan” 

Setelah “basa-basi agamis” selesai, lalu dilanjutkan dengan “pencarian data terkini” dan diikuti negosiasi cara pembayaran dan pengembalian sandera. Teknik pencarian data dan negosiasi ini, hanya dimiliki oleh Perwira Militer terlatih.

Abu Sayyaf bukanlah satu organisasi yang terstruktur rapi, tetapi merupakan kumpulan beberapa faksi yang berbeda kepentingan dan platformnya, akan tetapi memerlukan satu “payung organisasi” agar gampang diketahui dan diakui oleh dunia internasional. Faksi-faksi ini juga terdiri dari beberapa kelompok/gerombolan yang berbeda kepentingan dan ideologinya dengan kelompok lain. Jadi Kelompok Abu Sayyaf Filipina ini mirip dengan Kelompok teroris Teluk Aden Somalia.

Banyak orang yang terkecoh, karena bernegosiasi dengan kelompok teroris yang salah, karena mereka memang tidak “memegang” sandera yang dinegosiasikan itu! Itulah sebabnya saya katakan diperlukan seorang Perwira militer yang terlatih agar dapat menganalisa segala sesuatu dengan cepat dan tepat, lalu bisa mengambil keputusan dengan tepat pula. Saya yakin seyakinnya, Kutub ketiga itu telah beberapakali bernegosiasi dengan beberapa kelompok sebelum menjumpai kelompok yang tepat, lalu membayar uang tebusan!

Siapakah kutub ketiga itu? Itulah orang yang berebut menjadi “pahlawan kesiangan” dengan salah satu stasiun tv kemarin. Mereka memang memiliki ketiga hal yang diperlukan untuk bernegosiasi dengan teroris Abu Sayyaf, yaitu pendekatan agamis, kemampuan militer untuk menganalisa segala sesuatu, dan kemampuan finansial! “Ada gula ada semut” ketika kita mau menebar gula, maka akan banyak semut yang berdatangan!

Beberapa hari lagi lebaran menjelang, dan sungguh tak elok “bercerita perang”

Ketika Lebaran usai, elok kita tunggu apa yang akan terjadi. Tidak mungkin para perompak itu harus selalu diberi “gula dan madu” 

Kita adalah negara berdaulat dan tidak boleh kita membiarkan siapapun menggangu kedeaulatan NKRI termasuk warganya.

Reinhard Freddy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun