Kita semua sudah mengetahui bahwa Inggris ahirnya keluar dari Uni Eropa setelah melalui referendum. Melihat dampak yang ditimbulkannya, seluruh dunia sontak kaget bahkan termasuk juga rakyat yang menyetujui Brexit. Poundsterling juga melemah, bahkan yang terbesar dalam dua dekade terahir. Menurut tren di Google, banyak orang-orang di Inggris baru mencari tahu tentang Uni Eropa setelah hasil referendum keluar, dan sebagian dari mereka menyesalinya. Kini ada wacana baru untuk membuat referendum kembali.
Alasan utama untuk memilih brexit sebenarnya sederhana dan lebih bersifat psiko-sosial, yaitu semakin membanjirnya imigran dari Asia dan Afrika menuju Eropa. Dua dekade terahir Eropa memang semakin tidak nyaman. Di Paris, Milan dan kota-kota besar Eropa lainnya semakin banyak copet dan kriminal, yang maaf memang kaum Imigran!
Bahkan di Belgia yang relatif konservatifpun, banyak penduduk lokal yang merasa seperti “menumpang” di negeri orang. Lepas maghrib, tidak banyak lagi orang berani keluyuran sendirian!
Di Uni Eropa, imigran bisa masuk dari Yunani atau Potugal, lalu tinggal di Paris, Berlin atau Milan tanpa harus ada pemeriksaan paspor lagi disetiap perbatasan negara. Akan tetapi mereka tidak bisa masuk Inggris tanpa visa dan pemeriksaan paspor! Kejadian bom di Brussel, Paris, kegiatan teroris di Turki, dan arus pengungsi dari Suria menuju Eropa adalah alasan utama rakyat Inggris menyetujui Brexit, karena mereka tidak ingin Imigran itu memasuki Inggris!
Apakah Inggris negeri rasis? Sama sekali tidak! Walikota London adalah seorang Imigran muslim. Di Inggris banyak masjid dan kaum Imigran Asia dan Afrika. Walaupun mereka berbeda keyakinan dan tradisi, akan tetapi para Imigran itu hidup dan berbicara seperti orang Inggris. Logat British Inggris sangat khas, dan hampir semua penduduknya berbicara dengan logat begitu, sekalipun dia keturunan Arab, China, Pakistan, Zimbabwe ataupun Jamaika! Kalau mendengar mereka berbicara tanpa melihat orangnya, kita bisa tertipu karena menyangka yang berbicara adalah bule, padahal orang kulit hitam!
Hal itulah yang tidak banyak dijumpai di Eropa. Sekalipun imigran Alzajair sudah seratusan tahun tinggal di Paris, mereka tetap eksklusif dengan kelompoknya sendiri. Demikian juga imigran Turki yang banyak di Jerman, hidup eksklusif dalam kelompoknya sendiri. Walaupun ada Chinatown di beberapa negara Eropa, mereka tidak dibenci penduduk asli seperti imigran Afrika atau Arab. Tetapi Inggris juga butuh puluhan tahun untuk mencapai homogenitas bagi penduduknya yang berasal dari negara-negara persemakmuran itu.
***
Trump sudah lama memantau Brexit ini. Pamornya sudah mulai menurun beberapa minggu terahir. Akan tetapi ketika Brexit diumumkan, ia seperti mendapat “hasrat” baru. Trump yang kontroversial dan rasis ini, segera mendukung rakyat Inggris lalu berpidato berapi-api mengingatkan warga Amerika agar menolak kaum imigran terutama dari Arab! Akan tetapi rakyat Inggris balik mengecam Trump yang rasis dan mengingatkan betapa Trump kemarin menghina Sadiq Khan, walikota London terpilih karena dia seorang muslim!
Kondisi mirip kebetulan sedang terjadi di Amerika Serikat. Trump berusaha memanfaatkan momen ini untuk menaikkan pamornya. Awalnya kelihatan mustahil. Tetapi dengan mengandalkan sentimen rasialis dan ketakutan di masyarakat, Trump bisa saja mewujudkan impiannya menjadi kenyataan. Tak heran kalau banyak analis yang menghubungkan Brexit, dengan naiknya peluang Donald Trump memenangkan pemilihan umum Amerika Serikat.
Trump memang orang yang kontroversial. Dia berusaha keras memanfaatkan isu Brexit ini untuk “meracuni” rakyat Amerika akan bahaya kaum imigran. Padahal Amerika adalah negara kaum imigran, negara kaum pendatang dari seluruh dunia sedangkan penduduk aslinya hidup terasing direservasi Indian. Dulunya kakek buyut Trump juga imigran dari Eropa!
***
Apa hubungan antara Brexit, Trump dengan Hodgson? Yeah, seperti Inggris yang keluar dari Uni Eropa, Hodgson juga “mengundurkan” diri dari turnamen Piala Eropa! Dan sama seperti Trump yang kontroversial dan dimaki diseluruh dunia, Hodgson juga dimaki diseluruh dunia. Setelah Hodgson mengundurkan diri dari jabatan manager timnas Inggris, orang-orang juga berharap Trump mau mengundurkan diri dari pilpres USA. Tentu saja pengunduran diri mereka berdua akan diterima dengan senang hati.
Latar belakang Brexit adalah imigran, sedangkan bagi Trump adalah guna mendongkrak publisitas dalam pilpres. Lalu apa latar belakang Hodgson meninggalkan Piala Eropa?
Sama seperti Trump, Hodgson adalah orang yang penuh kontroversi, “stubborn” dan rasis!
Hodgson bukan rasis terhadap kemanusiaan, tetapi rasis kepada “permainan sepakbola” itu sendiri. Mengapa Hodgson sampai “rasis” begitu?
Yang pertama tentu saja mengacu kepada “Hasil kualifikasi Eropa” yang sempurna, 100% kemenangan! Belum pernah Inggris meraih hasil sempurna di penyisihan grup sebelumnya.
Hal itu membuat Hodgson selalu tersenyum, bahkan ketika tidur! Dia merasa jumawa dengan hasil yang dicapainya sehingga ia merasa seperti “Neo-Nazi” sehingga meremehkan tim lain, dan tidak merasa perlu mendengar saran orang lain.
Yang kedua, dia terlalu “Overconfidence!” Dalam pertandingan pertama melawan Rusia, dia membuat komposisi aneh. Tentu saja itu adalah hak mutlak dia sebagai pelatih. Dan tentu saja tidak akan ada yang memprotesnya sekiranya hasilnya bagus. Ketika hasilnya buruk, dia pun menuai kecaman. Akan tetapi ketika “keledai” mengatakan tidak ada keledai yang terperosok kelubang yang sama dua kali, Hodgson hanya tertawa, padahal dia melakukannya empat kali! Ahirnya Islandia “mengusirnya” dari Paris!
Ahirnya pepatah mengatakan, “Pikir itu pelita hati” Menggunakan akal budi dan mempertimbangkan segala sesuatu dengan baik menjadikan seseorang lebih bijaksana. Itulah sebabnya Orang yang menggunakan otaknya untuk berfikir akan selalu dapat mengatasi kesukaran yang dihadapinya.
Reinhard Freddy
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H