Apabila seorang perawat sudah memenuhi pendidikannya dengan baik, sudah sepantasnya ia memperoleh ilmu yang berkaitan dengan konsep etika dan moral dalam praktik asuhan keperawatan. Seorang perawat bahkan perlu melalui pendidikan yang cukup kompleks dengan beberapa kali uji kompetensi untuk memastikan kelayakannya dalam memberikan intervensi keperawatan (Hamid, 2010).Â
Ada baiknya jika masyarakat juga memberikan feedback yang positif sebagai bentuk dukungan dan motivasi perawat. Di sisi yang lain, banyak pula masyarakat yang seolah tidak mau memahami kondisi seorang tenaga keperawatan. Banyak kita jumpai berita beredar di media sosial terkait kelalaian perawat yang dipublikasikan secara sepihak tanpa persetujuan (Archer, 2019). Hal ini berarti stigma yang beredar bukan menjadi kesalahan terfokus pada individu perawat, tetapi juga oknum yang kontra terhadap profesi ini.
Perawat perlu kepercayaan terhadap hasil kinerja dirinya sendiri untuk meminimalisir terjadinya kelalaian yang merugikan kedua pihak. Perawat sudah biasa dijadikan topik stigmatisasi dalam pelayanan keperawatan khususnya terkait BPJS (Yunere & Yaslina, 2020). Hal ini sama sekali tidak perlu menjadikan kita lemah dan putus asa. Hindari apabila muncul kecemasan pada perawat atas setiap tingkah dan perilakunya yang seolah selalu berada di bawah tekanan dan pantauan (Stuart, 2013).Â
Seharusnya, hal ini justru menjadi potensi dan kesempatan yang sangat baik untuk mengoptimalkan munculnya pengaruh positif dari eksistensi perawat bagi pasien. Kita harus tetap bangga menjadi seorang perawat. Ketika seorang pasien hadir, maka kita yang akan menjadi harapan bagi mereka untuk kembali sembuh seperti sedia kala.Â
Semua stigma ini dapat dihadapi dengan cara menerapkan sikap bertanggung jawab dan tanggung gugat. Seorang perawat dapat lebih pasti dalam memberikan asuhan keperawatan ketika terbiasa mengimplementasikan keduanya (ICN, 2021). Kebanyakan masyarakat akan menuntut perawat untuk bersikap lebih peduli (caring) di tengah banyaknya pasien BPJS di kurun waktu yang sama (Setjen DPR RI, 2019). Hal ini hanya dapat dilakukan jika kita bertanggung jawab dalam menjalankan profesi dengan sepenuh hati dan ikhlas. Walaupun terkadang dirasa sulit, kita dapat mencoba terapi relaksasi dan koping yang sesuai agar tetap profesional selama bekerja (Stuart, 2013).
Pada intinya adalah gradasi pelayanan kesehatan yang nampak pada kasus pasien dengan BPJS dapat menjadi teguran sekaligus motivasi bagi profesi perawat. Hal ini menandakan bahwa pasien tersebut masih memegang suatu harapan yang perlu kita realisasikan agar tingkat kepuasan mereka meningkat atas pelayanan yang kita berikan. Stigma yang beredar seolah sudah pasti didengar oleh semua pasien, maka yang dapat kita lakukan adalah mematahkannya dan menumbuhkan stigma positif yang baru. Selama kita menjalankan peran kita sesuai dengan standar dan praktik keperawatan, maka tidak perlu ragu dan selalu bersungguh-sungguh dalam berniat demi keselamatan dan kesehatan pasien.
S1 Reguler - Fakultas Ilmu Keperawatan UI 2021
Profesionalisme dalam Keperawatan - Kelas C
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H