Jakarta - Dalam era digital saat ini, maraknya layanan ojek online telah mengguncang lanskap transportasi di banyak negara, tidak terkecuali Indonesia. Fenomena ini tidak hanya menjadi solusi efisien bagi masyarakat dalam urusan transportasi sehari-hari, tetapi juga menimbulkan dampak yang signifikan bagi para pengemudi ojek konvensional. Perdebatan pun mencuat seputar transformasi besar-besaran ini yang mempertanyakan eksistensi serta keberlanjutan profesi ojek tradisional di tengah persaingan yang semakin ketat dengan kemunculan layanan ojek online yang semakin populer. Oleh sebab itu banyak pengendara ojek konvensional yang beralih profesi menjadi ojek online.
Beralihnya sebagian besar pengendara ojek konvensional ke ojek online menimbulkan pergesekan antara keduanya. Hal ini ditandai dengan banyaknya demo-demo yang dilakukan oleh pengemudi ojek konvensional yang tidak terima dengan maraknya ojek online yang menjadi ancaman bagi keberlangsungan profesi ojek konvensional. Banyak pengendara ojek konvensional yang tidak bisa beralih ke ojek online dikarenakan beberapa hal seperti kendaraan yang tidak memadai, kurangnya informasi dan teknologi, dll.
Hal itu dikeluhkan oleh Reza Firmansyah (27), Pengendara ojek konvensional yang berada di Stasiun Rawa Buaya. Reza sudah menjalani hidupnya menjadi tukang ojek konvensional selama 6 tahun. Ia mengatakan maraknya ojek online saat ini tentu berpengaruh terhadap pekerjaan yang dijalaninya. “Ya kalau itu sih pasti ada pengaruhnya, karena kan kita bergerak dibidang jasa yang sama tapi sistemnya saja yang berbeda” ucap Reza saat diwawancara di Stasiun Rawa Buaya, Rabu (3/1/2024).
Reza juga menjelaskan apa yang menjadi pembeda dari ojek online dan ojek konvensional. “Ojek online itu pakai aplikasi jadi orang mudah untuk pesan dan harga pun sudah tertera disitu, sementara ojek pengkolan kaya kita kan tidak seperti itu. Saya kalau bisa pilih mau jadi ojol atau ojek pengkolan, ya saya pasti mau jadi ojol, tapi kan tidak bisa karena motor saya butut keluaran tahun 2011” ujar Reza. “Penghasilan saya itu tidak menentu, kadang sebulan itu 1 juta saja tidak sampai, saya sering banget 1 hari itu hanya dapat 1 penumpang bahkan tidak dapat sama sekali ” lanjutnya.
Persaingan tidak seimbang antara ojek konvensional dengan ojek online yang memiliki sistem yang lebih canggih dan biaya yang lebih terjangkau, membuat ojek konvensional sulit bersaing secara efektif. Kesenjangan teknologi juga dapat menjadi hambatan bagi ojek konvensional karena kesulitan menyesuaikan diri dengan teknologi yang digunakan oleh layanan ojek online, mengakibatkan keterbatasan akses terhadap pelanggan yang menginginkan kenyamanan dan kecepatan teknologi tersebut.
“Sebenarnya kita juga sama seperti ojek pengkolan, tapi kita lebih menyesuaikan dengan keadaan sekarang. Di zaman sekarang kan orang-orang ingin yang mudah dan efisien” ujar Anugrah (20), Pengendara ojek online yang berada di Stasiun Rawa Buaya saat diwawancarai pada Kamis (4/1/2024). “Penghasilan saya tidak pasti, kalau saya berangkat pagi jam 7, lalu pulang sore jam 5 itu sehari bisa 200-300rb, kalau setengah hari itu sekitar 150rb” lanjutnya.
Kemudahan akses dan biaya pengantaran yang lebih terjangkau menjadi keunggulan yang dimiliki ojek online dibandingkan dengan ojek konvensional. Ojek online tidak hanya menawarkan jasa pengantaran penumpang, terdapat beberapa jasa seperti jasa pengantaran barang, jasa mengantar dan membeli makanan, dll. Hal tersebut tidak dimiliki oleh ojek konvensional yang dimana hanya bisa menawarkan satu jasa saja yakni jasa pengantaran penumpang. Banyaknya pengguna internet dan sosial media juga menjadi salah satu penyebab maraknya pengguna ojek online tersebut.
Karena kemudahan akses tersebut banyak warga yang lebih memilih untuk menggunakan jasa ojek online dibandingkan ojek konvensional. “Karena kalau pakai ojol lebih mudah mengakses dan jelas harganya, kalau ojek konvensional kan tidak jelas harganya, jadi asal tembak harga” ucap Nia Febrianti (41), Pengguna ojek online yang berada di Stasiun Rawa Buaya saat diwawancarai pada Kamis (4/1/2024). “Dari Stasiun Rawa Buaya ke rumah saya di Kamal itu sekitar 17rb kalau pakai ojek online, kalau pake ojek biasa itu bisa 30rb, kan lumayan selisihnya hampir 2x lipat bisa untuk ongkos besoknya” jelasnya.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pengendara ojek konvensional yakni meningkatkan pelayanan yang ramah, menawarkan tarif pengantaran yang bersaing dan fleksibel, dan memberikan nilai tambah seperti keamanan dan kenyamanan kepada pelanggan dalam perjalanan. Mereka juga bisa menjalin kerjasama dengan komunitas setempat atau mengadakan promosi untuk mempertahankan pasar mereka.
Dengan terlaksananya upaya-upaya tersebut dapat menjadikan jasa ojek konvensional mampu bersaing dengan ojek online yang sedang marak pada saat ini. Sehingga pengendara ojek konvensional dapat melangsungkan hidup mereka dan tidak ada lagi kecemburuan sosial yang timbul akibat dari perbedaan pendapatan antara ojek online dengan ojek konvensional.
Penulis: Choirul Umam (Mahasiswa Program Studi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
NIM: 11220511000099
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H