Mohon tunggu...
Choirul Helmi
Choirul Helmi Mohon Tunggu... Administrasi - semangat

laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Gugat Cerai,Antara Kehilangan Dan Harapan

16 Oktober 2024   19:15 Diperbarui: 16 Oktober 2024   19:27 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurangya tanggungjawab dan  komunikasi antar pasangan serta saling mempertahankan ego masing masing, sehingga terjadi kesalah pahaman antar pasangan sehingga menciptakan jarak komunikasi, yang berakibat saling menyalahkan antara kedua belah pihak, pemicunya bisa masalah ekonomi,kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT) juga masalah perselingkuhan.  Dan menariknya dari beberapa kasus justru banyak kasus gugat cerai yang di ajukan istri terhadap suaminya.

 Adalah Jamilah ( nama samaran ) 32 tahun seorang ibu rumah tangga warga Mumbulsari Jember yang telah di karuniai  2 orang anak balita,terpaksa mengakhiri pernikahannya setelah tahu suaminya yang bekerja di luar negeri  telah menikah sirri dengan wanita lain. Beda lagi pengakuan  Rita (nama samaran ) 22 tahun  " Selama dua tahun saya berumah tangga,namun suami kurang bertanggungjawab dalam urusan nafkah,   suami sering marah-marah dan bohong sehingga saya tidak kuat lagi menerima kenyataan ini " tegasnya. Bukan itu saja, penulis juga pernah jumpa seorang ibu sambil menggendong bocilnya yang berkeinginan mengajukan gugat cerai di Pengadilan Agama padahal baru pisah ranjang dengan suamimya baru setengah bulan lamanya.

Ironis memang,yang harusnya pasangan pasutri bisa saling berbagi lahir dan batin serta saling menerima kekurangan masing masing, namun kenyataanya sering di dapati beberapa pasangan pasutri menunjukkan prilaku yang kurang menghargai pasanganya, timbulah saling mencaci,saling menyindir dan saling menghujat pasangannnya. Disinilah peran negara untuk bisa hadir lewat institusinya, guna menekan angka perceraian agar tidak kian melambung tinggi sesuai dengan harapan dan keinginan kita bersama. Hal ini tentunya menjadi keprihatinan semua pihak sebab tujuan berumah tangga yang sejatinya sangatlah mulia menuju keluarga samawa, harus berakhir di Pengadilan Agama. 

Fenomena ini tentunya menjadi tanggungjawab kita bersama. Pemerintah Daaerah Lewat Dinas pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak  dan Keluarga Berencana serta  Program Bimwin besutan Kemenag bersinergi guna bersama-sama memaksimalkan konsep Bimwin (Bimbingan Perkawinan ) di masa Pra-Nikah sebagaimana SE Dirjen Bimas Islam No.2 Tahun 2024 tentang Bimbingan Perkawinan bagi Calon Pengantin yang melibatkan Kepala KUA,Penghulu dan Penyuluh Agama Islam.

Kepala KUA Kecamatan Mumbulsari Jember Yusron Barid di  ruang kerjanya. (Selasa,15/10/2024)" Memang tidak mudah,mempertahankan pondasi keutuhan keluarga, namun ada yang lebih penting yaitu keteguhan iman yang berorentasi pada proses pengelolaan menejemen ketahanan keluarga yang tentunya akan menentukan kualitas pernikahan yang hakiki". ujarnya.

Lewat program inilah saatnya berusaha  mengedukasi calon pasutri saat memulai menikah, dengan harapan indikator  penyebab perceraian bisa di eliminir sedini mungkin. Tentunya fenomena musim gugat cerai di Pengadilan Agama  adalah beban sikologis bagi keluarga dan anak asuh yang menjadi korban perceraian orang tuanya. Mungkin ada benarnya kata kelakar " Emak-emak kok di lawan !" Salam Bahagia,Salam Samawa Selalu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun