Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

99 Tahun Nahdlatul Ulama: Jejak Langkah dan Kiprah dalam Membangun Bangsa

31 Januari 2025   17:48 Diperbarui: 31 Januari 2025   17:48 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jejak Langkah dan Kiprah NU di Masyarakat| www.liputan9.id

Pada 31 Januari 2025, Nahdlatul Ulama (NU) genap berusia 99 tahun dalam hitungan Masehi. Hampir seabad sudah organisasi Islam terbesar di Indonesia ini berkiprah dalam berbagai bidang: agama, sosial, pendidikan, ekonomi, hingga politik. NU bukan sekadar organisasi keagamaan, melainkan gerakan kebangsaan yang turut membentuk wajah Indonesia. Tapi sejauh mana NU berkontribusi bagi bangsa ini? Dan bagaimana tantangan ke depan?

Dari Surabaya ke Nusantara: Sejarah yang Panjang

NU lahir pada 31 Januari 1926 di Surabaya, diprakarsai oleh para ulama pesantren dengan KH Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Latar belakang pendiriannya bukan sekadar respons terhadap dinamika keagamaan global---terutama gerakan puritanisme di Hijaz---tetapi juga keresahan atas nasib umat Islam di Hindia Belanda yang saat itu terpinggirkan secara ekonomi dan politik.

Berawal dari jaringan pesantren, NU berkembang menjadi kekuatan sosial yang luas. Perjuangan NU dalam kemerdekaan tak bisa dilepaskan dari Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, yang menyerukan kewajiban membela tanah air dari agresi militer Belanda dan sekutunya. Ini menunjukkan bahwa NU sejak awal bukan hanya membicarakan ibadah dan fikih, tetapi juga soal kebangsaan dan kemanusiaan.

NU dan Pendidikan: Membangun SDM, Bukan Sekadar Pesantren

Salah satu pilar utama NU adalah pendidikan. Pesantren menjadi laboratorium utama dalam mencetak kader intelektual Muslim yang moderat dan berakhlak. Tetapi NU tidak berhenti di sana. Sejak era 1950-an, NU mulai mendirikan sekolah umum, madrasah, hingga universitas. Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) kini tersebar di berbagai daerah, membuktikan bahwa NU tak hanya mengurusi agama tetapi juga membangun sumber daya manusia bangsa.

Lalu, bagaimana dampaknya? Menurut data PBNU, ada lebih dari 22 ribu pesantren yang berafiliasi dengan NU, dengan jutaan santri yang dididik setiap tahunnya. Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana pendidikan NU bisa semakin beradaptasi dengan perkembangan zaman, termasuk digitalisasi dan ekonomi berbasis teknologi.

Ekonomi Kerakyatan: Dari Koin NU hingga Kemandirian Umat

NU juga memahami bahwa dakwah tidak cukup hanya dengan ceramah dan pengajian. Kesejahteraan umat adalah bagian dari dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, NU mengembangkan berbagai inisiatif ekonomi kerakyatan, mulai dari koperasi, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), hingga gerakan Koin NU yang berhasil menghimpun dana miliaran rupiah untuk berbagai program sosial.

Namun, kritik yang sering muncul adalah bagaimana NU bisa lebih sistematis dalam mengembangkan ekonomi berbasis umat. Peran NU dalam UMKM dan sektor pertanian masih memerlukan strategi yang lebih matang agar tidak sekadar menjadi gerakan sporadis, tetapi bisa menjadi ekosistem ekonomi yang berkelanjutan.

Politik NU: Dari Partai, Ormas, hingga Kekuatan Sipil

NU memiliki hubungan yang dinamis dengan politik. Dari awalnya menjadi partai politik pada 1950-an, kemudian kembali menjadi ormas keagamaan di era 1980-an, hingga kini menjadi kekuatan sipil yang berpengaruh dalam kebijakan nasional.

Peran NU dalam politik praktis memang sering menjadi perdebatan. Ada yang melihatnya sebagai bentuk keterlibatan aktif dalam membangun bangsa, tetapi ada pula yang mengkritiknya sebagai langkah yang berpotensi mengaburkan identitas NU sebagai organisasi keagamaan. Tantangan terbesar adalah bagaimana NU tetap menjaga independensinya di tengah tarik-menarik kepentingan politik.

NU dan Tantangan Zaman: Moderasi, Digitalisasi, dan Globalisasi

NU selama ini dikenal sebagai penjaga moderasi Islam. Konsep Islam Nusantara yang diperkenalkan NU adalah bentuk perlawanan terhadap radikalisme dan Islam transnasional yang mencoba mengubah wajah Islam Indonesia yang damai dan inklusif.

Namun, NU juga menghadapi tantangan besar dalam era digital. Bagaimana NU bisa tetap relevan di tengah gelombang media sosial, disinformasi, dan tantangan dakwah virtual? Munculnya berbagai platform digital berbasis NU seperti NU Online adalah langkah positif, tetapi tantangan utamanya adalah bagaimana menjangkau generasi muda yang semakin jauh dari kultur pesantren.


Menuju 100 Tahun: NU Akan Dibawa ke Mana?

Di usia 99 tahun ini, NU telah menorehkan sejarah panjang dalam membangun bangsa. Tapi pertanyaan pentingnya: NU akan dibawa ke mana?

NU perlu terus memperkuat kemandirian ekonomi, memperluas akses pendidikan, dan tetap menjadi penjaga moderasi Islam. Tetapi yang tak kalah penting adalah bagaimana NU bisa beradaptasi dengan era baru tanpa kehilangan jati diri.

Sebagai organisasi yang lahir dari rahim pesantren, NU harus tetap mengakar pada tradisi tetapi juga berpikir maju. Dan tentu, NU harus tetap menjadi rumah bagi seluruh umat Islam di Indonesia, bukan hanya bagi mereka yang mengaku nahdliyin.

Dengan usia hampir satu abad, NU bukan hanya sekadar organisasi Islam. Ia adalah bagian dari identitas Indonesia itu sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun