Peran Sekolah dalam Menanamkan Kesetaraan
Sekolah adalah miniatur masyarakat. Di sini, anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya dari berbagai latar belakang. Guru memiliki peran krusial dalam memastikan lingkungan belajar yang inklusif.
Misalnya, dalam proses belajar mengajar, guru dapat memastikan bahwa semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbicara atau berpartisipasi dalam kegiatan. Studi yang dilakukan oleh Journal of Educational Psychology pada 2021 menunjukkan bahwa guru yang menerapkan pendekatan inklusif, seperti memberikan kesempatan setara kepada siswa laki-laki dan perempuan dalam diskusi kelas, mampu meningkatkan rasa percaya diri siswa hingga 40%.
Lebih jauh, kurikulum juga bisa menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai egaliter. Mata pelajaran seperti sejarah, misalnya, dapat digunakan untuk mengajarkan tentang tokoh-tokoh yang memperjuangkan kesetaraan, seperti Mahatma Gandhi, Kartini, atau Nelson Mandela. Guru juga bisa memfasilitasi diskusi tentang pentingnya menghargai keberagaman di Indonesia yang kaya budaya ini.
Tantangan dalam Menerapkan Sikap Egaliter
Meski terdengar ideal, menanamkan sikap egaliter bukan tanpa tantangan. Salah satu hambatan terbesar adalah stereotip yang masih mengakar kuat dalam masyarakat. Anak sering kali terpapar stereotip ini melalui media, lingkungan, atau bahkan sekolah.
Misalnya, anak laki-laki yang menunjukkan sifat lembut sering kali dicap lemah, sementara anak perempuan yang vokal sering dianggap tidak sopan. Stereotip ini bukan hanya merugikan individu, tetapi juga memperkuat pandangan yang tidak setara dalam masyarakat.
Selain itu, lingkungan sosial anak, seperti teman sebaya atau keluarga besar, juga bisa menjadi pengaruh negatif. Anak yang melihat diskriminasi atau perlakuan tidak adil dalam lingkungan sosialnya mungkin akan merasa bingung jika nilai-nilai yang diajarkan di rumah atau sekolah bertentangan dengan kenyataan yang mereka lihat.
Cara Mengatasi Tantangan
Untuk mengatasi hambatan ini, dibutuhkan konsistensi dan kolaborasi dari semua pihak, termasuk keluarga, sekolah, dan masyarakat. Orang tua dapat memberikan penjelasan kepada anak jika mereka menemui hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai kesetaraan yang diajarkan di rumah. Misalnya, jika anak melihat seseorang diperlakukan tidak adil, ajaklah mereka berdiskusi. Tanyakan, “Menurut kamu, apakah itu adil? Mengapa?”
Di sekolah, guru dapat menciptakan program yang mendorong siswa bekerja sama dalam kelompok yang beragam. Kegiatan seperti proyek kelompok lintas kelas atau diskusi lintas budaya dapat menjadi cara efektif untuk mengajarkan pentingnya kerjasama tanpa memandang perbedaan.