Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Semakin Kita Gila, Semakin Bahagia: Logika Absurd yang Justru Masuk Akal

16 Januari 2025   17:32 Diperbarui: 16 Januari 2025   17:32 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hidup Sederhana Bahagia | www.cnbcindonesia.com

Ada kalimat yang pernah membuat saya berhenti sejenak dan berpikir, "Apa-apaan ini?" Kalimat itu adalah: "Semakin kita gila, semakin bahagia." Awalnya saya menganggapnya sebagai lelucon khas teman yang terlalu sering begadang. Tapi semakin saya renungkan, semakin terasa bahwa kalimat ini mengandung kebenaran yang, meski terdengar aneh, sangat relevan dengan hidup kita.

Mari kita buktikan: apakah benar semakin "gila," seseorang bisa semakin bahagia? Jangan buru-buru melapor ke psikiater dulu---kita akan membahasnya dari sudut pandang narasi, data, dan analisis kritis, lengkap dengan humor yang semoga membuat Anda tersenyum.

Gila dalam Arti yang Berbeda

Sebelum kita melangkah lebih jauh, mari kita perjelas dulu apa yang dimaksud dengan "gila." Dalam konteks ini, kita bukan bicara tentang gangguan mental serius, tetapi lebih kepada keberanian untuk menjadi out of the box, melakukan sesuatu yang tidak biasa, atau bahkan melawan norma-norma yang selama ini membatasi diri kita.

Contohnya? Ada teman saya yang tiba-tiba memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya yang mapan di kantor dan mulai berjualan tahu bakso di pinggir jalan. Awalnya, semua orang mencibir: "Gila banget, kan?!" Tapi, enam bulan kemudian, dia justru lebih bahagia, punya waktu lebih banyak untuk keluarga, dan tabungannya lebih tebal dibandingkan saat jadi karyawan kantoran.

Ada banyak contoh serupa di dunia. Elon Musk, misalnya, dianggap "gila" ketika berani merancang mobil listrik dengan Tesla. Orang-orang sempat meragukan idenya. Sekarang? Dia adalah salah satu orang terkaya di dunia. Gila? Mungkin. Bahagia? Hampir pasti.

Data dan Fakta: Apa Hubungan "Kegilaan" dengan Kebahagiaan?

Mari kita masuk ke ranah data. Sebuah studi dari University of California mengungkapkan bahwa orang yang bersedia mengambil risiko atau mencoba hal baru cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Mengapa? Karena keberanian untuk keluar dari zona nyaman memicu hormon dopamin, zat kimia di otak yang berkaitan dengan rasa bahagia.

Hal ini juga didukung oleh survei dari Journal of Positive Psychology yang menemukan bahwa orang yang melakukan aktivitas spontan atau "gila-gilaan" seperti mendaki gunung tanpa rencana matang, menari di tengah hujan, atau mempelajari hobi baru cenderung merasa lebih puas dengan hidupnya. Aktivitas-aktivitas ini membuat mereka merasa hidup, bukan sekadar menjalani rutinitas harian yang membosankan.

Namun, bukan berarti "kegilaan" ini tanpa risiko. Psikolog Mihaly Csikszentmihalyi dalam teorinya tentang flow menjelaskan bahwa kebahagiaan tertinggi terjadi ketika seseorang berada dalam kondisi keterlibatan penuh pada aktivitas yang dia lakukan. Tapi ada catatan: aktivitas itu harus cukup menantang, namun tetap berada dalam kemampuan kita. Kalau "gila"-nya terlalu ekstrem---misalnya, tiba-tiba ingin melompat dari pesawat tanpa parasut---yang terjadi bukan kebahagiaan, melainkan potensi masuk berita kriminal.

Norma dan Ekspektasi: Penghalang Utama Kebahagiaan

Salah satu alasan mengapa kita sering merasa tidak bahagia adalah tekanan norma sosial. Kita diajarkan untuk mengikuti jalur yang dianggap "benar": sekolah, kuliah, kerja kantoran, menikah, punya anak, pensiun, dan selesai. Siapa pun yang menyimpang dari jalur ini langsung dianggap "tidak normal."

Padahal, kebahagiaan itu subjektif. Seseorang mungkin merasa bahagia menjadi seniman jalanan, sementara yang lain bahagia bekerja sebagai akuntan. Tapi ketika kita terlalu sibuk memikirkan "apa kata orang," kita kehilangan kesempatan untuk mendengarkan apa yang benar-benar membuat kita bahagia.

Saya teringat cerita seorang teman yang memutuskan menjadi penulis lepas setelah bertahun-tahun bekerja di kantor. Banyak yang menganggapnya bodoh karena meninggalkan karier yang stabil. Tapi dia berkata, "Gue akhirnya bisa menulis novel sambil pakai piyama. Gue bahagia." Apa yang dia lakukan mungkin dianggap gila oleh standar masyarakat, tapi baginya, itulah kebahagiaan sejati.

Gila yang Terencana: Resep Bahagia Tanpa Rasa Bersalah

Lantas, bagaimana cara menjadi "gila" yang membawa kebahagiaan tanpa menimbulkan kerugian? Berikut beberapa langkah sederhana yang bisa Anda coba:

  1. Berani Mencoba Hal Baru
    Mulailah dengan hal kecil. Cobalah makan di restoran yang belum pernah Anda datangi, atau pelajari keterampilan baru seperti melukis atau bermain gitar. Hal-hal ini akan memberi Anda rasa pencapaian dan kesegaran dalam rutinitas.

  2. Abaikan Ekspektasi Orang Lain
    Ingat, hidup ini milik Anda. Jangan habiskan waktu mencoba memenuhi standar orang lain. Jika Anda ingin bernyanyi di tengah jalan atau membuka bisnis kopi kecil-kecilan, lakukan saja!

  3. Keluar dari Zona Nyaman dengan Perhitungan
    Jangan takut mengambil risiko, tapi tetap kalkulasi konsekuensinya. Misalnya, jika Anda ingin berhenti kerja untuk memulai usaha, pastikan Anda memiliki tabungan yang cukup untuk bertahan selama beberapa bulan pertama.

  4. Rayakan Kesalahan
    Kalau Anda gagal, anggap saja sebagai pelajaran. Bahkan kesalahan terbesar bisa menjadi cerita lucu yang Anda ceritakan kepada teman-teman nanti.

Penutup: Kebahagiaan Itu Ada di Tangan Anda

Semakin kita berani "gila" dengan cara yang sehat dan terencana, semakin kita membuka peluang untuk merasa lebih bahagia. Dunia ini terlalu besar untuk dihabiskan dengan menjalani hidup yang terlalu serius. Kadang, kita perlu menertawakan diri sendiri, mencoba hal-hal yang tidak biasa, dan berkata, "Kenapa tidak?"

Jadi, kalau suatu hari Anda merasa ingin melakukan sesuatu yang tampaknya "gila"---seperti mendadak belajar salsa di usia 40-an atau membuka kedai kopi di atas pohon---lakukanlah. Mungkin saja, itulah langkah pertama menuju kebahagiaan sejati.

Lagipula, hidup ini terlalu singkat untuk selalu "normal," bukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun