Ketika kalender menandai usia ke-102 Nahdlatul Ulama (NU), saya membayangkan sebuah perjalanan panjang penuh liku. Seperti kakek tua yang duduk di beranda sore hari, NU memiliki banyak kisah untuk diceritakan. Bukan hanya kisah heroik ulama mendirikan NU pada 1926, tetapi juga perjuangan membumikan Islam yang ramah, merawat kebhinekaan, dan bekerja untuk umat. Tema "Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat" yang diusung kali ini terasa pas. Kita diajak berhenti sejenak, merenung, dan bertanya: sudah sejauh mana kita melangkah?
Berangkat dari Masjid dan Pesantren
NU selalu punya akar kuat di masjid dan pesantren. Di tempat inilah dakwah NU dimulai---bukan dengan kekerasan, melainkan melalui pendekatan budaya. Saya teringat cerita simbah tentang kyai di kampung kami yang mengajarkan agama lewat wayang kulit dan tembang macapat. Dengan begitu, Islam terasa akrab dan hangat, seperti teh hangat di pagi hari.
Namun, kerja NU tak berhenti di sana. Dari pesantren, gagasan besar NU lahir. Baik itu resolusi jihad, gerakan sosial, hingga program pemberdayaan ekonomi. Pesantren-pesantren NU bukan sekadar tempat menimba ilmu agama, tetapi juga pabrik kecil-kecilan untuk mencetak generasi yang bekerja bersama umat.
Bergerak di Tengah Tantangan Zaman
Namun, usia seabad bukan berarti tanpa tantangan. NU kini hidup di era serba digital, di mana hoaks dan radikalisme bisa menyebar dalam hitungan detik. Sebagai organisasi terbesar di Indonesia, NU dihadapkan pada tantangan menjaga moderasi Islam di tengah gempuran ekstremisme.
Saya teringat sebuah acara di desa beberapa waktu lalu. Dalam forum kecil itu, warga membicarakan bagaimana kelompok tertentu mencoba memecah belah dengan isu agama. Di situlah peran NU terasa. Dengan pendekatan santun, para pengurus NU desa mampu meredam potensi konflik. Mereka tidak hanya bekerja, tetapi juga bekerja sama dengan umat.
Tak hanya soal agama, tantangan ekonomi dan pendidikan juga menjadi pekerjaan rumah NU. Bagaimana caranya memberdayakan umat di tengah ketimpangan ekonomi yang semakin nyata? Salah satu jawabannya, tentu, lewat koperasi, Baitul Mal wat Tamwil (BMT), dan pendidikan vokasi berbasis pesantren.
Bersama Umat, untuk Indonesia Maslahat
"Maslahat" adalah kata kunci yang menarik. Artinya bukan sekadar kebaikan, tetapi kebaikan yang berdampak luas. Ini bukan tentang saya atau kamu, tetapi tentang kita---tentang Indonesia.