Ada ungkapan populer dalam bahasa Jawa: "yen ora pecah, pecahna." Jika tidak pecah, pecahkanlah. Kalimat ini seolah mengajak kita untuk jadi tukang rusak, memecahkan sesuatu yang seolah-olah masih utuh. Tapi tunggu, apa maksudnya? Apakah kita diminta jadi perusak? Jangan buru-buru menarik kesimpulan. Mari kita kupas pelan-pelan dengan gaya santai sambil menyeruput kopi.
Ketika "Pecah" Itu Perlu
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali terjebak dalam zona nyaman. Kita membangun rutinitas yang rasanya aman dan stabil. Tapi, coba tanya ke diri sendiri: kapan terakhir kali Anda merasa tertantang untuk keluar dari rutinitas? Bukankah terlalu nyaman bisa membuat kita stagnan?
Bayangkan sebuah gelas kaca tua di lemari dapur. Gelas itu mungkin tampak baik-baik saja, tetapi retakan-retakan kecil mulai muncul. Suatu hari, gelas itu akhirnya pecah. Apakah ini buruk? Tidak selalu. Kadang, gelas pecah memberi ruang bagi kita untuk membeli gelas baru yang lebih kokoh dan estetis.
Dalam konteks kehidupan, "memecahkan" berarti menghadapi sesuatu yang sudah tidak relevan lagi dengan realitas. Pola pikir lama, kebiasaan buruk, atau bahkan sistem yang usang sering kali perlu dipecahkan agar bisa menciptakan sesuatu yang baru dan lebih baik.
Sejarah Membuktikan: Memecah untuk Membuat Terobosan
Lihat saja revolusi industri. Ketika mesin uap ditemukan, ribuan pekerja tekstil di Inggris merasa terancam. Mesin dianggap "memecahkan" cara kerja lama mereka. Tapi lihat hasilnya: industrialisasi menciptakan lapangan kerja baru, mempercepat produksi, dan membuat dunia lebih maju.
Dalam dunia seni, Pablo Picasso dikenal karena gaya cubism-nya yang revolusioner. Dia "memecahkan" aturan seni lukis klasik dan menghasilkan karya yang dianggap aneh pada masanya. Tapi, bukankah sekarang kita mengenal Picasso sebagai salah satu maestro seni terbesar?
Kuncinya adalah memahami apa yang perlu dipecahkan dan kapan waktu yang tepat. Jangan asal pecah, nanti malah seperti anak kecil yang memecahkan vas bunga mahal karena iseng.
Mengapa Kita Takut Memecah?
Ketakutan terbesar manusia adalah ketidakpastian. Kita lebih nyaman dengan apa yang sudah dikenal, meskipun itu mungkin sudah usang. Ada istilah psikologi yang relevan di sini: status quo bias. Kita cenderung mempertahankan keadaan saat ini karena takut mengambil risiko.
Contohnya, dalam organisasi, sering kali orang ragu mengganti sistem yang sudah berjalan selama bertahun-tahun, meskipun jelas sistem itu tidak lagi efisien. Alasannya? "Ya sudah begini dari dulu." Padahal, jika berani memecah sistem lama dan mencoba yang baru, mungkin organisasi itu bisa berkembang lebih cepat.
Seni Memecahkan dengan Bijak
Memecahkan sesuatu tidak berarti asal-asalan. Ada seni dan strategi di dalamnya. Berikut beberapa prinsip yang bisa Anda terapkan:
Analisis Dulu, Jangan Asal Gebuk
Sebelum memecahkan, pastikan Anda benar-benar memahami apa yang salah. Jangan sampai seperti orang yang mengganti seluruh mesin mobil hanya karena lampu indikator bensin menyala.Libatkan Orang Lain
Memecahkan sesuatu, terutama dalam konteks organisasi atau masyarakat, bukan pekerjaan satu orang. Ajak orang lain untuk berdiskusi, mencari akar masalah, dan merumuskan solusi bersama.Siapkan Alternatif Baru
Jangan hanya memecahkan tanpa menawarkan solusi. Jika ingin mengganti kebiasaan lama, pastikan kebiasaan baru yang ditawarkan lebih baik dan relevan.Berani Mengambil Risiko
Setiap perubahan pasti membawa risiko. Tapi, risiko adalah bagian dari proses menuju perbaikan. Ingat, tidak ada kapal yang dibuat untuk berlabuh selamanya di pelabuhan.
Memecahkan sesuatu sering kali membawa stres. Tapi, humor bisa menjadi pelumas dalam proses yang menegangkan ini. Bayangkan, saat Anda mencoba memperbaiki sistem kantor yang kacau, seorang kolega berkata, "Kita ini kayak pungguk merindukan bulan, tapi bulan pinjemnya di leasing." Kalimat itu mungkin tidak menyelesaikan masalah, tetapi setidaknya bisa membuat semua orang tertawa sejenak sebelum kembali berpikir keras.
Kesimpulan: Pecah untuk Tumbuh
"Jika tidak pecah, pecahkanlah" bukan ajakan untuk menjadi perusak tanpa arah. Sebaliknya, ini adalah seruan untuk berani menghadapi kebekuan dan menciptakan peluang baru. Dalam hidup, stagnasi sering kali lebih berbahaya daripada perubahan.
Seperti benih yang harus memecah kulitnya untuk tumbuh menjadi pohon, kita juga harus berani memecahkan batasan-batasan lama. Dunia ini terus berubah, dan mereka yang berani memecahkan akan selalu lebih siap menghadapi masa depan.
Jadi, apakah Anda sudah siap untuk memecahkan sesuatu hari ini? Kalau belum, mungkin mulai dari kebiasaan malas bangun pagi? Ah, itu sih tantangan buat semua orang!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H