Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sekolah Rakyat, Solusi untuk Pengasuhan yang Melekat di Era Kepemimpinan Prabowo

12 Januari 2025   21:00 Diperbarui: 12 Januari 2025   19:38 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat Presiden Prabowo mengumumkan inisiatif "Sekolah Rakyat" sebagai solusi untuk anak-anak terlantar dan kurang mampu, ada angin segar yang berembus di tengah hiruk-pikuk isu sosial Indonesia. Program ini, yang dikelola oleh Kementerian Sosial (Kemensos) dan dikoordinasikan melalui Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, membawa harapan baru. Namun, pertanyaannya adalah: bagaimana program ini dapat menjadi solusi efektif, dan sejauh mana ia mampu menghadirkan pengasuhan yang melekat bagi anak-anak yang membutuhkan?

Mengapa Sekolah Rakyat?

Mari kita mulai dengan memahami akar permasalahan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam pengasuhan anak. Tercatat, ada sekitar 4,1 juta anak terlantar dan rentan yang membutuhkan perhatian khusus. Banyak dari mereka yang kehilangan akses pendidikan, kesehatan, dan bahkan kasih sayang yang layak.

Di sinilah Sekolah Rakyat hadir sebagai solusi. Program ini tidak hanya berfokus pada pendidikan formal, tetapi juga menekankan nilai-nilai pengasuhan yang melekat, termasuk pemberian lingkungan yang aman, dukungan emosional, serta bimbingan moral.

Pengasuhan yang Melekat: Lebih dari Sekadar Pendidikan

Konsep pengasuhan yang melekat (attachment parenting) dalam Sekolah Rakyat ini adalah pendekatan yang holistik. Anak-anak tidak hanya dilihat sebagai individu yang perlu diajari membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga sebagai manusia yang memerlukan perhatian, rasa aman, dan cinta.

Dalam prakteknya, Sekolah Rakyat akan mengintegrasikan program-program seperti:

  1. Asrama dengan Lingkungan Keluarga: Anak-anak tinggal di asrama yang dirancang menyerupai rumah, dengan "orang tua pengasuh" yang memberikan perhatian personal.
  2. Pembelajaran Berbasis Keterampilan Hidup: Selain pelajaran akademis, anak-anak diajari keterampilan praktis seperti bercocok tanam, kerajinan tangan, atau memasak.
  3. Pendampingan Psikososial: Setiap anak mendapatkan akses ke layanan konseling untuk memulihkan trauma yang mungkin mereka alami.

Langkah ini menjadi sangat penting, terutama di tengah realitas di mana banyak anak terlantar kehilangan figur otoritas yang dapat mereka andalkan.

Mengapa Harus Anak Terlantar dan Kurang Mampu?

Kelompok anak terlantar sering kali berada di posisi yang paling rentan dalam masyarakat. Mereka kehilangan akses ke hal-hal dasar yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang. Sementara itu, anak-anak dari keluarga kurang mampu sering kali terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit diputus.

Dengan fokus kepada mereka, Sekolah Rakyat dapat menjadi jembatan untuk menciptakan kesetaraan. Kita berbicara tentang memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang selama ini termarjinalkan, sesuatu yang menjadi inti dari visi Presiden Prabowo tentang keadilan sosial.

Tantangan dan Realitas di Lapangan

Namun, kita tidak bisa menutup mata terhadap tantangan yang ada. Membangun Sekolah Rakyat dengan pendekatan holistik ini bukanlah perkara mudah. Ada beberapa kendala yang harus diatasi:

  1. Anggaran: Mengelola asrama, pengasuh, dan program pendampingan membutuhkan biaya besar. Apakah anggaran negara siap menopang ini dalam jangka panjang?
  2. Kualitas Pengasuh: Memastikan bahwa pengasuh di Sekolah Rakyat benar-benar memiliki empati dan keterampilan yang memadai adalah tantangan tersendiri.
  3. Stigma Sosial: Anak-anak yang tumbuh di lingkungan semacam ini kerap menghadapi stigma dari masyarakat, yang justru bisa menghambat perkembangan mereka.

Namun, tantangan ini bukan alasan untuk pesimis. Dengan pengelolaan yang tepat, Sekolah Rakyat bisa menjadi model pendidikan dan pengasuhan yang revolusioner.

Belajar dari Model Serupa

Kita sebenarnya tidak memulai dari nol. Program-program serupa pernah ada, meskipun dalam skala kecil. Misalnya, konsep "homeschooling komunitas" yang digagas beberapa LSM berhasil memberikan pengasuhan berbasis keluarga kepada anak-anak jalanan. Atau program "sekolah alternatif" yang mendidik anak-anak di daerah terpencil.

Sekolah Rakyat bisa belajar dari model-model ini, sambil menambahkan skala dan dukungan dari pemerintah. Pendekatan lintas kementerian—melibatkan Kemensos untuk aspek pengasuhan dan Kemenko untuk pemberdayaan masyarakat—adalah langkah strategis yang dapat mempercepat implementasinya.

Dampak Jangka Panjang: Generasi Emas Indonesia

Jika berhasil, Sekolah Rakyat tidak hanya menyelesaikan masalah anak terlantar dan kurang mampu, tetapi juga menciptakan generasi baru yang mandiri, tangguh, dan berbudi pekerti. Anak-anak ini kelak dapat menjadi motor penggerak perubahan di masyarakat.

Sebagai contoh, program serupa di Finlandia, meskipun dalam konteks berbeda, menunjukkan bagaimana pendidikan berbasis pengasuhan yang hangat dapat meningkatkan kesejahteraan anak secara keseluruhan. Anak-anak yang merasa dicintai dan didukung memiliki kepercayaan diri lebih tinggi serta kemampuan sosial yang lebih baik.

Kesimpulan

Sekolah Rakyat adalah langkah visioner dari Presiden Prabowo yang patut diapresiasi. Program ini menunjukkan bahwa negara hadir untuk melindungi dan memajukan mereka yang paling membutuhkan. Namun, keberhasilan program ini bergantung pada komitmen semua pihak: pemerintah, masyarakat, dan individu.

Di tengah banyaknya tantangan, mari kita optimis. Anak-anak Indonesia adalah investasi masa depan. Dan Sekolah Rakyat adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal. Bagaimanapun, bukankah kemajuan bangsa diukur dari bagaimana kita memperlakukan yang paling lemah di antara kita?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun