Kita semua pasti pernah mendengar frasa legendaris YOLO (You Only Live Once), yang merajai media sosial di era 2010-an. Filosofi ini mengajarkan kita untuk menikmati hidup sepenuhnya, tanpa takut mengambil risiko. Namun, di tengah semakin kompleksnya kehidupan modern, YOLO perlahan mulai kehilangan relevansinya. Sebagai gantinya, muncul tren baru: YONO (You Only Need One). Tren ini menggeser paradigma hidup impulsif menjadi lebih bijaksana dan berorientasi jangka panjang. Lantas, apa itu YONO? Mengapa tren ini semakin diminati, dan bagaimana kita bisa menerapkannya?
Dari YOLO ke YONO: Perubahan Perspektif Hidup
Ketika YOLO muncul, ia seperti angin segar. Filosofinya mendorong generasi muda untuk keluar dari zona nyaman, mengejar mimpi, dan menikmati hidup tanpa rasa takut. Namun, YOLO juga sering disalahartikan sebagai alasan untuk bersikap impulsif: liburan mewah tanpa perencanaan finansial, resign dari pekerjaan tanpa cadangan, atau bahkan keputusan ekstrem lainnya. Tak jarang, hidup yang dibangun atas nama YOLO justru berakhir dengan penyesalan.
Di sinilah YONO hadir. Berbeda dengan YOLO, YONO mengajarkan kita untuk menghargai kehidupan "normal" yang sering dianggap membosankan. Filosofi ini mengingatkan bahwa hal-hal sederhana, seperti makan malam bersama keluarga, bekerja dengan stabil, atau menikmati hobi di rumah, adalah bentuk kebahagiaan yang sering kita lupakan. Hidup "normal" yang terencana dan bermakna menjadi aset berharga di tengah dunia yang serba cepat dan penuh tekanan.
Mengapa YONO Semakin Relevan?
Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan besar dalam masyarakat global memicu pergeseran pola pikir dari YOLO ke YONO. Pandemi COVID-19, misalnya, mengajarkan kita pentingnya stabilitas dan rutinitas. Ketika dunia terhenti sejenak, kita mulai merasakan nikmatnya hal-hal kecil: berkebun di rumah, memasak bersama keluarga, atau bahkan sekadar membaca buku di sore hari. Banyak orang mulai sadar bahwa kehidupan "normal" yang dulu dianggap remeh adalah kemewahan yang sebenarnya.
Selain itu, generasi muda kini menghadapi tantangan yang berbeda. Lonjakan biaya hidup, perubahan iklim, dan ketidakpastian ekonomi membuat gaya hidup impulsif semakin sulit dijalani. Data dari World Economic Forum pada 2023 menunjukkan bahwa 60% generasi milenial dan Gen Z lebih memilih menabung dan berinvestasi dibandingkan menghabiskan uang untuk pengalaman sekali seumur hidup. Ini adalah bukti nyata bahwa YONO bukan hanya sekadar tren, tetapi respons adaptif terhadap dunia yang semakin tidak pasti.
Kritik Terhadap YONO: Apakah Ini Sekadar "Gaya Hidup Aman"?
Meski terlihat menjanjikan, YONO bukan tanpa kritik. Beberapa pihak berpendapat bahwa tren ini terlalu berorientasi pada zona nyaman, sehingga berpotensi membuat seseorang takut mengambil risiko. Bagaimanapun, sebagian besar pencapaian besar dalam hidup---baik itu mendirikan bisnis, pindah ke kota baru, atau belajar keterampilan baru---membutuhkan keberanian untuk keluar dari kehidupan "normal."
Namun, YONO tidak benar-benar menolak keberanian. Filosofi ini lebih menekankan pada keberanian yang terencana dan bertanggung jawab. Alih-alih mengambil keputusan impulsif ala YOLO, YONO mendorong kita untuk merancang risiko dengan matang. Sebagai contoh, seseorang yang ingin resign dari pekerjaan untuk memulai bisnis akan memastikan mereka memiliki dana darurat, rencana bisnis yang solid, dan dukungan dari orang-orang terdekat.
YONO dalam Kehidupan Sehari-Hari
Lantas, bagaimana menerapkan YONO dalam kehidupan sehari-hari? Berikut adalah beberapa langkah sederhana:
1. Hargai Hal-Hal Kecil
Mulailah dengan mensyukuri rutinitas yang tampaknya biasa saja. Bangun pagi, menikmati secangkir kopi, atau menonton film favorit di rumah adalah momen-momen sederhana yang memiliki nilai kebahagiaan.
2. Perencanaan Keuangan yang Bijak
YONO sangat erat kaitannya dengan stabilitas finansial. Daripada menghabiskan uang untuk hal-hal instan, alokasikan untuk menabung, berinvestasi, atau kebutuhan darurat. Menurut survei dari Bankrate pada 2024, lebih dari 50% milenial mulai merencanakan pensiun sejak usia 30-an, mengikuti filosofi YONO.
3. Jangan Takut Terlihat "Biasa"
Di era media sosial, ada tekanan besar untuk terlihat luar biasa. Tapi YONO mengajarkan kita untuk berdamai dengan kehidupan sederhana. Tidak perlu merasa rendah diri jika memilih menonton Netflix di rumah daripada menghadiri pesta mewah.
4. Ambil Risiko dengan Perencanaan Matang
Jika Anda ingin mengambil langkah besar, pastikan semuanya direncanakan dengan baik. Hidup "normal" tidak berarti stagnan; Anda tetap bisa berkembang, tetapi dengan cara yang terstruktur.
Penutup: Hidup Normal, Bahagia Maksimal
Pada akhirnya, YONO bukan sekadar tren, melainkan filosofi hidup yang relevan dengan kebutuhan zaman. Hidup "normal" bukan berarti hidup membosankan, melainkan hidup yang penuh makna, stabil, dan terencana. Di tengah tekanan dunia modern, YONO mengajarkan kita untuk menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan, tanpa kehilangan keberanian untuk berkembang. Jadi, apakah Anda siap menjalani hidup YONO? Mungkin inilah saatnya kita berhenti mengejar apa yang spektakuler dan mulai menikmati apa yang "normal." Karena, seperti kata pepatah, kebahagiaan sejati sering kali tersembunyi di balik hal-hal sederhana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H