Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memaafkan Koruptor: Bijak atau Permisif?

4 Januari 2025   12:30 Diperbarui: 4 Januari 2025   12:27 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto| www.suara.com

Mengembalikan Uang dan Bertanggung Jawab

Sebetulnya, ide untuk mengembalikan uang hasil korupsi bukan hal baru. Dalam beberapa kasus, mekanisme ini digunakan untuk meminimalkan kerugian negara. Namun, mengembalikan uang saja tidak cukup. Koruptor harus tetap dimintai pertanggungjawaban di depan hukum.

Bayangkan ini seperti kasus perampokan. Apakah cukup jika perampok mengembalikan barang curiannya tanpa menghadapi proses hukum? Tentu tidak. Hukuman adalah bagian dari keadilan, bukan sekadar balasan, tapi juga pelajaran.

Presiden Prabowo mungkin bermaksud baik, mengedepankan pragmatisme agar negara tidak kehilangan lebih banyak uang. Tapi, pragmatisme ini harus diimbangi dengan pendekatan hukum yang tegas. Mengembalikan uang bisa jadi langkah awal, tapi bukan akhir dari cerita.

Jangan Lupakan Korban

Dalam setiap kasus korupsi, ada korban nyata: rakyat. Setiap rupiah yang dicuri adalah hak masyarakat yang terampas. Anggaran yang seharusnya untuk pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur malah masuk ke rekening pribadi.

Ketika koruptor dimaafkan begitu saja, bagaimana dengan hak korban? Apakah memaafkan koruptor berarti melupakan dampak buruk yang mereka sebabkan? Kita harus ingat bahwa korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga kejahatan sosial yang merugikan jutaan orang.

Harapan untuk Masa Depan

Sebagai negara yang ingin maju, kita tidak bisa terus memanjakan koruptor. Permisifitas adalah racun yang membunuh integritas secara perlahan. Jika kita ingin perubahan, maka korupsi harus dilawan dengan tegas, tanpa kompromi.

Langkah memaafkan mungkin terlihat bijak di permukaan, tapi harus diimbangi dengan mekanisme yang memastikan keadilan tetap ditegakkan. Jika tidak, kita hanya akan terjebak dalam lingkaran setan korupsi yang tak berujung.

Presiden Prabowo mungkin punya niat baik, tapi rakyat juga punya harapan besar. Kita ingin negara yang bersih, di mana uang rakyat benar-benar untuk rakyat, bukan untuk mengisi kantong segelintir orang. Jadi, mari kita kawal bersama, agar pemberantasan korupsi tidak hanya jadi wacana, tapi benar-benar membawa perubahan nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun