Ketika kita membicarakan pendidikan, apa yang pertama kali terlintas di benak? Sekolah megah, guru inspiratif, atau murid-murid penuh semangat? Namun, di balik gambaran ideal itu, ada satu hal yang sering terlupakan: data. Ya, data pendidikan adalah fondasi dari semua kebijakan dan langkah strategis. Tanpa data yang valid, kebijakan hanyalah impian tanpa arah.
Kementerian Agama (Kemenag), yang menaungi ribuan madrasah dan pesantren, menyadari betul pentingnya data ini. Oleh karena itu, lahirlah Sistem Informasi dan Manajemen Pendidikan (EMIS), platform yang diharapkan menjadi tonggak pencapaian “Satu Data Pendidikan” pada tahun 2025.
Namun, mari kita jujur. Membangun satu data pendidikan tidak semudah menggeser pion dalam permainan catur. Proyek ambisius ini melibatkan banyak pihak, dari tingkat pusat hingga pelosok daerah. Tantangannya tak hanya soal teknis, tapi juga melibatkan kebiasaan, budaya kerja, dan kesiapan infrastruktur.
Kenapa EMIS?
Sebelum kita membahas EMIS lebih jauh, mari kita kilas balik. Selama bertahun-tahun, Kemenag menggunakan berbagai sistem data, salah satunya SIMPATIKA. Sistem ini membantu mengelola data pendidik dan tenaga kependidikan di bawah Kemenag. Namun, meski bermanfaat, SIMPATIKA sering kali dianggap kurang terintegrasi dengan sistem lain. Di sinilah EMIS muncul sebagai solusi.
EMIS (Education Management Information System) dirancang untuk menjadi platform tunggal yang mencakup segala aspek pendidikan, mulai dari data siswa, guru, hingga infrastruktur madrasah.
Dengan memigrasikan data SIMPATIKA ke EMIS, Kemenag berharap semua informasi terkait pendidikan di bawah naungannya dapat terpusat, terstandar, dan terverifikasi. Sederhananya, EMIS adalah upaya menyatukan potongan-potongan puzzle data pendidikan menjadi gambaran besar yang utuh.
Mengapa Penting Memigrasikan Data?