Setelah timnas Indonesia gagal melaju ke babak semifinal piala AFF 2024, perlu kita renungkan kembali, apa arti turnamen sepakbola di Asia tenggara ini bagi timnas Indonesia.
Ketika mendengar seseorang menyebut Piala AFF sebagai "Piala Chiki," rasanya seperti dilempar batu sambil disuguhi keripik. Lucu, tapi nyelekit. Istilah ini sering muncul dari mereka yang menganggap turnamen sepak bola Asia Tenggara ini kurang prestisius. Tapi, apakah anggapan itu benar? Atau justru kita perlu memandang Piala AFF dengan perspektif yang lebih fair? Mari kita kupas dengan gaya ringan, tapi tetap serius.
Kenapa Disebut Piala Chiki?
Sebutan ini sebenarnya bercampur antara sindiran dan realitas. Piala AFF dianggap "cuma" turnamen regional, dengan cakupan negara-negara Asia Tenggara yang, jika dibandingkan dengan raksasa sepak bola dunia, masih merangkak. Tidak ada nama besar seperti Brasil atau Jerman di sini. Lalu, trofi yang diperebutkan sering dianggap "sekedar" penghargaan kelas lokal, semacam hadiah tambahan saat beli snack Chiki di minimarket.
Pendukung anggapan ini biasanya mengacu pada dua hal: minimnya sorotan dunia terhadap Piala AFF dan kegagalan banyak negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berbicara banyak di panggung sepak bola internasional. Mereka berpikir, "Ngapain bangga? Juara di kandang sendiri saja susah, apalagi di luar."
Tunggu Dulu, Apa Salahnya Kompetisi Regional?
Jika mau jujur, menyebut Piala AFF sebagai "Piala Chiki" sebenarnya meremehkan upaya negara-negara Asia Tenggara membangun sepak bola mereka. Sepak bola bukan hanya soal gengsi, tapi juga soal identitas. Turnamen seperti Piala AFF adalah panggung bagi negara-negara kecil untuk unjuk gigi. Tidak semua negara punya privilese seperti Inggris dengan Premier League-nya atau Eropa dengan Champions League-nya.
Bagi negara seperti Laos, Kamboja, atau Timor Leste, Piala AFF adalah kesempatan langka untuk bertanding di level kompetitif. Bahkan bagi Indonesia, Piala AFF adalah momen untuk menyatukan harapan publik yang seringkali terpecah oleh isu lain. Saat Timnas berlaga, semua jadi satu: orang desa, kota, bahkan lintas suku dan agama.
Piala AFF dan Semangat Nasionalisme
Setiap kali Piala AFF digelar, atmosfer di Indonesia selalu berubah. Mendadak, jersey merah-putih laris manis, layar-layar besar dipasang di mana-mana, dan hashtag #GarudaDiDadaku menggema di media sosial. Ketika gol tercipta, seluruh negeri bersorak, seolah semua masalah hilang sejenak.