Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Ibu: Pilar Kecil yang Menopang Dunia

22 Desember 2024   05:19 Diperbarui: 22 Desember 2024   12:44 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibu / Emak | dokpri

Hari Ibu selalu menjadi momentum penuh rasa haru. Setiap 22 Desember, kita diajak untuk berhenti sejenak, menatap ke dalam hati, dan merenungi peran seorang perempuan yang kerap disebut sebagai "ibu". Tapi mari kita jujur: berapa kali kita benar-benar merenungi makna kehadirannya, jauh dari sekadar bunga mawar, kartu ucapan, atau unggahan manis di media sosial?

Kita sering melihat ibu sebagai sosok superwoman yang serba bisa. Ia mencuci, memasak, mengajar, menjadi teman curhat, bahkan bekerja untuk membantu keuangan keluarga. Tapi di balik kehebatannya, ada lelah yang sering ia sembunyikan. Lantas, kenapa kita cenderung menerima segala pengorbanan itu sebagai sesuatu yang "biasa"?

Ibu: Pahlawan Tanpa Jubah

Jika kita bicara tentang pahlawan, bayangan yang muncul biasanya adalah sosok berani dengan prestasi monumental. Namun, ibu adalah pahlawan dalam skala mikro: ia menyelamatkan dunia satu keluarga pada satu waktu. Misalnya, siapa yang memastikan kita tidak keluar rumah dengan baju terbalik? Siapa yang tahu kapan kita demam sebelum kita sadar? Siapa yang terus percaya bahwa kita akan berhasil, bahkan ketika dunia tampaknya tak peduli?

Namun ironisnya, kontribusi ibu kerap dianggap remeh karena berada di ruang domestik. Banyak orang lupa bahwa apa yang ia lakukan di rumah adalah fondasi keberhasilan di luar rumah. Seorang ilmuwan hebat, politisi ulung, atau artis berbakat, sering kali lahir dari didikan seorang ibu yang sabar dan penuh cinta.

Romantisme Vs. Realitas

Namun, kita juga harus adil dalam melihat narasi tentang ibu. Sering kali, Hari Ibu menjadi ajang glorifikasi yang cenderung romantis. "Ibu adalah segalanya," kata kita. Tapi, apakah kita benar-benar paham arti "segalanya"? Sebutan itu kadang malah menempatkan ibu pada tekanan besar.

Di satu sisi, masyarakat mengharapkan ibu menjadi sempurna: penyayang, pekerja keras, dan tak pernah mengeluh. Di sisi lain, siapa yang peduli pada kesejahteraan emosional dan mentalnya? Padahal, seorang ibu juga manusia biasa yang punya batas energi dan kebutuhan untuk didukung.

Hari Ibu seharusnya bukan hanya soal merayakan pengorbanan, tapi juga momen refleksi untuk bertanya: apakah kita sudah cukup adil kepada ibu? Apakah kita memberi ruang baginya untuk menjadi dirinya sendiri, bukan sekadar "pelayan keluarga"?

Ibu dan Peran Ganda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun