Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

ODHA dan Kesetaraan Kita Bersama

7 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 7 Desember 2024   10:44 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringatan Hari AIDS Sedunia | Tirto.id

Saat mendengar kata ODHA atau Orang dengan HIV/AIDS, sering kali muncul stigma, prasangka, dan jarak. Padahal, di balik label itu, ODHA adalah manusia biasa seperti kita—berhak untuk hidup, bermimpi, dan dicintai. Dalam sebuah masyarakat yang katanya modern dan beradab, mengapa diskriminasi terhadap ODHA masih menjadi cerita harian?

HIV: Virus, Bukan Vonis

HIV bukanlah vonis mati, apalagi hukuman moral. Dengan kemajuan medis, ODHA yang mendapatkan terapi antiretroviral (ARV) bisa menjalani hidup sehat dan produktif layaknya orang tanpa HIV. Namun, sering kali yang menghancurkan mereka bukan virus itu sendiri, melainkan sikap kita sebagai masyarakat. Stigma sosial menjadi “penyakit kedua” yang jauh lebih sulit diobati.

Apa yang sering terjadi? Mulai dari pengucilan, penolakan dalam dunia kerja, hingga diskriminasi dalam layanan kesehatan. Padahal, HIV tidak menular melalui sentuhan, pelukan, atau berbagi peralatan makan. Lalu, kenapa masih ada ketakutan berlebihan? Jawabannya: ketidaktahuan dan mitos yang terus dipertahankan.

Kesetaraan: Hak Asasi untuk Semua

Mari kita bicara soal kesetaraan. Pasal 28D UUD 1945 menjamin bahwa setiap warga negara berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. ODHA termasuk dalam “setiap warga negara” itu. Artinya, mereka memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, layanan kesehatan, dan kesempatan hidup layak.

Namun, apakah realitasnya demikian? Banyak ODHA menghadapi diskriminasi yang melanggar hak asasi mereka. Contoh sederhana, ada ODHA yang dikeluarkan dari pekerjaannya setelah status kesehatannya diketahui. Padahal, status HIV tidak memengaruhi kemampuan mereka bekerja, apalagi jika mereka sudah menjalani pengobatan dengan baik.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Pertama, edukasi adalah kunci. Memahami apa itu HIV dan bagaimana virus ini menyebar adalah langkah awal untuk menghancurkan stigma. Sosialisasi harus dilakukan sejak dini, di sekolah, tempat kerja, dan komunitas. Dengan informasi yang benar, ketakutan tak berdasar bisa dihapuskan.

Kedua, berhenti menghakimi. Tidak ada yang berhak menilai hidup orang lain. HIV bisa menimpa siapa saja, tanpa memandang latar belakang. Bukankah kita semua manusia yang tak lepas dari kesalahan?

Ketiga, dukung kebijakan inklusif. Pemerintah dan institusi harus memastikan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap ODHA, baik dalam layanan kesehatan, pendidikan, maupun pekerjaan. Kampanye seperti Zero Discrimination Day harus menjadi momentum untuk memperjuangkan hak-hak ODHA.

Menjadi Bagian dari Solusi

Kesetaraan bukan hanya soal regulasi, tapi juga soal sikap kita sehari-hari. Ketika kita mulai melihat ODHA sebagai manusia dengan hak dan martabat yang sama, kita sedang melangkah menuju masyarakat yang lebih adil dan inklusif.

Bukankah kehidupan yang lebih baik hanya bisa tercipta jika kita berjalan bersama, tanpa meninggalkan siapa pun di belakang? Mari hentikan stigma, dan jadilah bagian dari perubahan. Karena kesetaraan adalah milik kita bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun