Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Donor Darah, Perjalanan Panjang Menyelamatkan Nyawa

5 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 5 Desember 2024   10:07 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Donor darah adalah salah satu tindakan kemanusiaan yang sederhana namun berdampak besar. Tapi pernahkah kita berpikir, dari mana ide brilian ini berasal? Apakah donor darah selalu sesederhana melipat lengan baju dan menyodorkan tangan? 

Mari kita telusuri perjalanan sejarahnya, yang ternyata penuh liku, eksperimen gila, dan, tentu saja, perjuangan kemanusiaan.

Awal Mula: Eksperimen yang Tak Masuk Akal

Sejarah donor darah bermula di abad ke-17, ketika manusia mulai penasaran dengan "cairan ajaib" yang mengalir di tubuh. Saat itu, sains belum sehebat sekarang, sehingga eksperimen kadang terkesan... ngasal. Pada 1667, seorang dokter Prancis bernama Jean-Baptiste Denis melakukan transfusi darah domba ke tubuh manusia.

 Iya, domba! Alasannya? Darah domba dianggap "lembut" dan bisa menenangkan pasien yang "gelisah". Hasilnya? Kebanyakan pasien tidak selamat. Tapi, Denis tak menyerah. Ia percaya, di balik setiap kegagalan ada pelajaran---meskipun pelajarannya mungkin "jangan pakai darah domba lagi".

Era Modern: Penemuan Golongan Darah

Lompatan besar terjadi pada tahun 1901 ketika Karl Landsteiner, seorang dokter asal Austria, menemukan golongan darah manusia: A, B, dan O. Penemuan ini mengubah segalanya. Landsteiner membuktikan bahwa transfusi hanya akan berhasil jika darah pendonor cocok dengan penerima. 

Sebelumnya? Transfusi dilakukan dengan prinsip "semoga beruntung". Berkat Landsteiner, harapan hidup pasien melonjak drastis, dan ia pun diganjar Nobel pada tahun 1930.

Kemudian, perang dunia menjadi "laboratorium" besar bagi kemajuan donor darah. Pada Perang Dunia I, para dokter mulai menggunakan zat pengawet untuk menyimpan darah, memungkinkan transfusi dilakukan jauh dari medan perang. Saat Perang Dunia II, bank darah pertama didirikan di Inggris dan Amerika Serikat, membuat donor darah menjadi praktik yang lebih terorganisir.

Donor Darah di Indonesia

Di Indonesia, sejarah donor darah tak kalah menarik. Palang Merah Indonesia (PMI), yang menjadi garda terdepan dalam pengelolaan donor darah, berdiri pada 17 September 1945. Awalnya, pengelolaan darah dilakukan secara sederhana. Namun, seiring waktu, PMI berkembang menjadi lembaga yang mengedepankan teknologi dan profesionalisme.

Kini, setiap tetes darah yang disumbangkan melewati serangkaian tes ketat untuk memastikan keamanannya. Pendonor pun semakin sadar bahwa tindakan ini bukan hanya membantu orang lain, tetapi juga memberikan manfaat kesehatan, seperti menurunkan risiko penyakit jantung dan membantu regenerasi sel darah baru.

Kenapa Harus Donor Darah?

Bayangkan jika semua orang berpikir, "Ah, biar orang lain saja yang donor." Maka, bank darah akan kosong, dan pasien yang membutuhkan transfusi darah---seperti korban kecelakaan, ibu melahirkan, atau penderita thalassemia---akan kehilangan harapan. Dengan mendonorkan darah, kita tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga meneguhkan solidaritas kemanusiaan.

Selain itu, donor darah adalah tindakan kecil dengan dampak besar. Satu kantong darah bisa menyelamatkan tiga nyawa. Tidak percaya? Darah Anda bisa dipecah menjadi tiga komponen: sel darah merah, plasma, dan trombosit. Masing-masing komponen ini bisa digunakan untuk kebutuhan medis yang berbeda.

Donor Darah: Antara Kewajiban dan Pilihan

Mungkin ada yang berpikir, "Bukankah donor darah itu urusan orang sehat saja?" Memang, donor darah membutuhkan kondisi fisik yang prima. Tapi bukan berarti ini hanya tanggung jawab mereka. Dukungan kita, entah melalui edukasi, promosi, atau bahkan sekadar mengajak teman untuk ikut donor, juga berperan besar.

Di sisi lain, pemerintah dan lembaga terkait perlu memastikan sistem donor darah berjalan lancar, mulai dari fasilitas yang memadai hingga edukasi masyarakat. Donor darah bukan sekadar aksi kemanusiaan, tetapi juga bagian dari kesehatan publik yang harus didukung secara serius.

Sebuah Tradisi yang Harus Dilanjutkan

Donor darah mengajarkan kita bahwa kemajuan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Dari eksperimen aneh hingga teknologi canggih, donor darah telah menjadi simbol solidaritas manusia.

Maka, jika Anda sehat, kuat, dan memenuhi syarat, kenapa tidak coba donor darah? Siapa tahu, darah Anda adalah jawaban bagi seseorang yang sedang berjuang untuk hidup. Seperti kata pepatah, "Hidup itu bukan soal seberapa banyak kita menerima, tapi seberapa banyak kita memberi." Dan di antara semua pemberian, mungkin darah adalah hadiah paling berharga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun