Mungkin bagi sebagian orang, menjadi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hanyalah "pekerjaan sehari". Sebuah tugas dadakan yang selesai begitu kotak suara terkunci dan hasil rekap beres. Tapi coba lihat lebih dalam: adakah pekerjaan lain yang memadukan dedikasi, keberanian, ketelitian, dan kebersamaan dalam satu paket seperti ini?
Sebagai ujung tombak demokrasi, KPPS adalah "penjaga gerbang" pemilu. Bayangkan, merekalah yang memastikan suara rakyat benar-benar terhitung. Tidak berlebihan jika kita menyebutnya sebagai pahlawan pemilu. Tapi, apakah menjadi KPPS hanya soal menghitung suara? Tidak. Lebih dari itu, ini adalah jalan untuk menjadi abdi negara yang sukses—bukan dalam makna formal semata, tapi dalam nilai pengabdian pada masyarakat dan negara.
KPPS: Sekolah Demokrasi Kilat
Menjadi KPPS adalah pengalaman unik yang tidak akan Anda dapatkan di tempat lain. Anda dituntut memahami tata cara pemilu, mempelajari aturan, hingga memastikan proses berjalan lancar. Apakah ini mudah? Tentu saja tidak. Coba saja bayangkan harus menghitung ratusan suara dengan mata yang sudah hampir terpejam karena lelah!
Namun, justru di situ letak pendidikannya. KPPS mengajarkan kita untuk bekerja dalam tekanan, memecahkan masalah secara langsung, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak. Saat ada pemilih yang bingung, KPPS menjadi "guru dadakan". Ketika ada warga protes soal daftar pemilih, KPPS menjadi "mediator". Inilah soft skill yang mahal harganya: kemampuan beradaptasi, memimpin, dan melayani.
Nilai-Nilai Pengabdian di Balik Tugas KPPS
Tidak ada tugas KPPS yang tanpa makna. Misalnya, ketika Anda harus bangun dini hari untuk mempersiapkan TPS, itu bukan sekadar rutinitas. Itu adalah latihan disiplin. Saat Anda sabar menghadapi antrian panjang warga, itu adalah ujian kesabaran. Dan ketika Anda harus memastikan suara orang lain tetap rahasia, itu adalah bukti integritas.
Pengalaman ini, meski berat, membentuk mentalitas abdi negara sejati. Pengabdian tidak selalu soal pangkat atau seragam. Kadang, itu soal kesediaan melayani orang lain, bahkan ketika kita tahu tidak ada panggung sorotan di ujung cerita.