18 Mei 2021 , Hari yang tak akan pernah aku lupakan. Hari itu aku resmi bergabung dengan Kompasiana, sebuah platform yang aku harap bisa menjadi tempat untuk menyalurkan berbagai ide dan pemikiran. Tapi kenyataannya, sejak hari itu, aku merasa cemas dan ragu.Â
Takut, malu, dan malas jadi satu, membuatku menunda-nunda untuk menulis. Padahal, sudah sejak lama aku ingin berbagi tulisan, tapi selalu ada suara dalam diriku yang berkata, "Kamu belum cukup baik," atau "Apa yang kamu tulis nanti orang-orang akan menertawakan?" Itu yang membuatku terjebak dalam ketidakpastian.
Tahun pertama berlalu begitu saja. Aku sempat mengikuti beberapa kursus menulis, baik yang offline maupun online, berharap bisa mendapatkan semangat atau trik khusus untuk mengatasi ketakutanku.Â
Namun, meskipun ilmu yang didapatkan semakin banyak, tetap saja rasa takut itu menghalangi. Setiap kali membuka laptop dan menatap layar kosong, aku merasa bingung harus memulai darimana. Semua ide yang muncul tiba-tiba terasa kabur, dan keinginan untuk menulis pun jadi memudar.
Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai menyadari sesuatu. Menulis bukanlah tentang sempurna sejak awal, melainkan tentang proses. Aku harus berani memulai, meski dengan keadaan yang tidak sempurna. Alhamdulillah, akhirnya aku bisa menulis juga, walaupun tidak selalu dengan mood yang baik.Â
Mulai dari artikel pendek, curahan hati, hingga refleksi pribadi, semuanya aku tulis dengan perasaan yang campur aduk. Kadang aku merasa takut, kadang juga malas, tapi aku belajar untuk tetap melangkah.
Sekarang, meski kadang masih ada rasa ragu, aku sudah mulai merasa lebih tenang. Aku tahu bahwa menulis adalah perjalanan panjang, bukan sebuah tujuan yang harus tercapai dalam semalam. Ada kalanya aku merasa bangga dengan hasil tulisan yang aku buat, ada kalanya aku merasa biasa saja, tapi yang penting adalah aku sudah berani melangkah.
Akhirnya, setelah sekian lama mendaftar di Kompasiana pada 18 Mei 2021, hari ini saya memberanikan diri untuk menulis. Jujur saja, alasan kenapa baru sekarang dimulai? Takut. Malas. Merasa tulisan saya belum layak. Namun, di sela-sela rasa takut dan malas itu, saya tetap berusaha belajar. Saya pernah mengikuti beberapa kursus menulis, baik online maupun offline, meski masih terasa jauh dari cukup.
Sanad Menulis: Merayakan Momen dengan Tulisan
Dalam perjalanan ini, saya menemukan inspirasi dari sosok-sosok hebat yang menjadi guru menulis saya—secara langsung maupun dari tulisan mereka. ya, tentu saja selain kedua orang tua dan  guru-guru sekolah dasar kami sebelumnya.